In Depth

TIPIKAL ACARA DI INDONESIA: ACARA INTI 10 MENIT, SAMBUTAN 45 MENIT! MEMANG EFISIEN?

Sudah jadi budaya dalam acara apapun, sambutannya pasti diisi oleh minimal 5 orang dengan durasi panjang, padahal acara intinya nggak sampai setengah jam. Muncul satu pertanyaan dari kultur ini: seberapa efisien sambutan-sambutan itu sebenarnya?

title

FROYONION.COM - Penulis hafal betul bagaimana jalannya acara saling bersalaman setelah sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri. Acara dibuka dengan bacaan basmalah lalu diikuti dengan sambutan Ketua RT, sambutan Ketua RW, sambutan kepala panitia, sambutan tokoh agama lalu barulah dimulai acara salamannya. 

Sambutan-sambutan ini nggak cukup lima menit durasinya. Satu orang yang memberi sambutan bisa makan waktu minimal 20 menit. Padahal, acaranya diadakan outdoor dan antrian warga sudah mengular selama satu jam lebih. Sambil berkeringat, tentunya. 

Belum lagi, di hari Idul Fitri pastinya orang-orang sudah menjadwalkan silaturahmi ke rumah saudara masing-masing. Silaturahmi keluarga ini harus rela diundur sebentar kalau acara salaman RT berlangsung terlalu lama akibat panjangnya durasi sambutan-sambutan. 

Budaya memberi sambutan terlalu panjang dan oleh terlalu banyak orang ini tentu nggak hanya pada event keagamaan saja. Netizen berkomentar kalau kultur yang sama juga ia temukan pada acara wisuda TK anaknya. Ada sekitar lima sambutan dari lima orang berbeda dengan durasi yang cukup lama.  

Padahal, anak-anak TK itu belum tentu kenal dan tahu siapa saja orang-orang yang memberi sambutan. Kalaupun tahu, mereka mana peduli! Justru anak-anak ini jadi rewel karena bosan, lapar dan kepanasan.  

Bahkan, bisa dibilang banyaknya jumlah orang yang memberi sambutan sudah biasa ditemukan di acara apapun. Sambutan dari tokoh-tokoh yang dianggap berjasa atau terpandang di daerahnya ini terbilang lebih penting dari acara yang diadakan itu sendiri. Bisa dilihat dari perbedaan durasi sambutan dan acara intinya.  

Hal ini kemudian memicu satu pertanyaan: seberapa efisien dan efektif sih sambutan-sambutan ini sebenarnya? Memangnya tamu-tamu yang hadir nyimak sambutannya? 

BACA JUGA: KENAPA MAKANAN YANG DIBUATKAN ORANG LAIN TERASA LEBIH ENAK?

SAMBUTAN DALAM BUDAYA HIERARKI 

Salah satu budaya kerja yang masih banyak dianut oleh perusahaan hingga instansi pemerintahan di negara kita adalah budaya hierarki. Budaya kerja ini akan fokus pada perkembangan serta kestabilan peraturan, proses bisnis hingga strukturnya.  

Cara kerja dalam budaya ini adalah dengan menjunjung tinggi struktur manajemen dalam suatu perusahaan serta erat dengan kekuasaan dan kontrol. Orang dengan jabatan lebih tinggi akan memiliki wewenang lebih dalam kontribusi perusahaan, termasuk pengambilan keputusan.  

Budaya hierarki inilah yang kemudian membuat orang-orang dengan posisi penting pada suatu perusahaan akan dibuat menonjol karena mereka memiliki peran yang lebih besar pada kelangsungan perusahaan. Salah satunya dengan memberi slot sambutan pada acara-acara penting.  

Bagaimana jika orang-orang penting ini nggak diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan supaya acaranya bisa lebih ringkas? Akan ada rasa nggak enak hingga merasa kurang sopan karena dianggap nggak menghargai orang-orang penting yang sudah berjasa pada suatu instansi. 

Alhasil, sambutan berjam-jam sudah jadi hal biasa di sekitar kita. Padahal, panjangnya durasi sambutan seringkali nggak dianggap penting oleh para tamu yang hadir. Seberapa banyak sih dari kalian yang benar-benar nyimak sambutan di tiap acara? Toh isinya juga begitu-begitu saja, kan? 

Budaya hierarki dengan gaya old school yang menjunjung tinggi struktur manajemen ini terutama masih banyak dianut oleh Generasi Boomer hingga Gen X. Namun lambat laun, perubahan generasi yang memegang posisi pemimpin akan turut mengubah bagaimana cara penyelenggaraan sebuah acara, termasuk dari segi sambutannya. 

Lama kelamaan, orang-orang akan makin sadar kalau terlalu banyak sambutan justru semakin nggak berguna. Jam pelaksanaan makin melebar dari rencana awal, tamu undangan nggak fokus pada acara intinya, sampai akhirnya acara itu sendiri nggak berkesan apa-apa buat orang-orang yang datang.  

Bahkan sangat mungkin, penyelenggaraan acara yang berikutnya akan sepi peminat karena sudah keburu kebayang lamanya durasi sambutan yang akan diberikan. Orang-orang udah males duluan buat datang! 

BACA JUGA: FENOMENA SHRINKFLATION, KETIKA UKURAN PRODUK SEMAKIN MENGECIL DEMI MENGHADAPI INFLASI 

Memang nggak mudah untuk mengubah budaya yang sudah mengakar. Tapi, lama dan banyaknya sambutan ini masih bisa disiasati dengan beberapa trik. Jika kebetulan kalian jadi panitia acara yang mengharuskan adanya sambutan, cobalah untuk membatasi durasi tiap orang yang memberi sambutan. 

Katakan kalau durasi maksimal tiap sambutan adalah 10 menit. Kalau perlu, siapkan teks untuk masing-masing orang yang memberi sambutan dan pastikan lamanya waktu membaca teks tersebut nggak lebih dari 10 menit. 

Jangan menaruh fokus utama pada sambutan, melainkan pada acara intinya. Seringkali panjangnya sambutan sudah membuat para tamu yang hadir bosan saat acara sudah mencapai inti. Fokus pada acara inti dan membuatnya lebih meriah dari sambutan akan membuat tamu undangan tetap bersemangat menanti acaranya.  

Jika kebetulan kalian menjadi pihak yang dipercaya untuk memberi sambutan, perpendek durasinya. Satu  menit cukup, kok. Dengan begini diharapkan akan jadi contoh buat orang lain untuk memberi sambutan yang pendek-pendek saja. 

Sekali lagi, memang bukan hal mudah untuk mengubah suatu hal yang sudah jadi bagian dari budaya. Tapi, nggak mudah bukan berarti nggak mungkin. Mau sampai kapan kita memelihara kultur lima kali sambutan tiap penyelenggaraan acara? Terbukti nggak ada faedahnya juga, kan? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read