Membicarakan masalah sampah di Jogja, seperti membahas sebuah gunung es yang sekarang menjelma menjadi gunung sampah. Tidak ada habisnya!
FROYONION.COM - Kalau mendengar kota Yogyakarta, pasti kalian langsung terbayang suasana, pariwisata, dan ramahnya orang-orang di sana. Tanpa harus repot memikirkan apa saja permasalahan yang dihadapi oleh kota pelajar ini.
Namun, ternyata ada masalah yang sampai sekarang belum 100% ditangani oleh pemerintah kota Jogja, yaitu mengenai sampah.
Apakah masih ingat dengan maraknya masyarakat Jogja yang membuang sampah sembarangan bahkan hingga menghiasi pinggiran ring road, terutaman di ring road selatan.
Hal ini dikarenakan tutupnya Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan ,yang memiliki rata-rata sampah masuk pada tahun 2023 mencapai 702 ton/hari. Sedangkan sekarang dibatasi hanya sampai 180 ton/hari oleh pemerintah setempat.
Hal ini menciptakan bentuk protes masyarakat Jogja adalah dengan membuang sampah di tempat-tempat yang dianggap vital untuk menarik perhatian pemerintah.
BACA JUGA: SISI GELAP FAST FASHION: JADI PENYUMBANG SAMPAH TERBESAR
Kali ini saya ingin mengajak kalian untuk melihat permasalahan sampah di Jogja melalui sudut pandang anak rantau yang statusnya di Jogja itu ngekos atau ngontrak dan harus bermasalah dengan sampah rumah tangga. Sederhana tapi bikin anak kos greget!
Pada Rabu, 24 Januari kemarin saya sempat mendapati teman saya yang mengontrak di daerah Wirobrajan, Yogyakarta mengeluh tentang pengelolaan sampah melalui media sosialnya, ia menuliskan bahwa “Percayalah emang masalah sampah di jogja beneran kacau!”.
Namun, tidak hanya itu, dia membuat sebanyak 4 instastory yang membahas permasalahan sampah yang dia hadapi dan meminta saran.
BACA JUGA: PENGOLAHAN SAMPAH SECARA EFEKTIF DAN KREATIF, MUNGKINKAH?
Padahal peraturan mengenai pengelolaan sampah telah lama diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, namun memang aksi yang dilakukan masih sangat kurang meskipun sudah ada regulasi yang mengaturnya.
Berdasarkan surat edaran yang berlaku, pemerintah meminta warga untuk wajib memilah sampah dari rumah. Namun, realitanya masih banyak masyarakat yang belum memilah sampah karena kurangnya edukasi dan informasi dari pemerintah. Sehingga hal ini membuat pemerintah dan warga sulit untuk berkolaborasi.
“TPS sering tutup ada jam tertentu untuk buang. Aku mengalami masalah itu selama 2 mingguan sampai pernah dimarahi petugas gara-gara aku nekat buang sampah, padahal TPS-nya tutup” ujar temanku.
Kadang dari kita sudah menerapkan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), namun sayangnya sistem dan tahap lanjutan tidak terlaksana dengan baik.
Sebagai anak kos kita diharuskan ramah dan bersosialisasi dengan warga sekitar terutama tetangga sebelah kos, selain untuk mencerminkan adat ketimuran, hal ini juga untuk mengantisipasi tidak agar tidak berbagi tempat sampah.
“Oh ya, sampah di rumahku selalu keluar dengan plastik putih susu bukan bening atau loreng apalagi berwarna, karena aku memang stok plastik sampah warna itu. Tapi ini tadi aku habis pulang kerja tiba-tiba aku lihat sampahku jadi plastik warna loreng dan aku lihat rumah sebelah sampahnya gak ada” ujar temanku
BACA JUGA: LO HARUS TAHU, NGERINYA MASALAH SAMPAH PLASTIK KALAU NGGAK SEGERA DIBENAHI
Sebenarnya tidak ada salahnya untuk berbagi tempat sampah, jika ada persetujuan dari awal. Karena membuang sampah di Jogja juga ada biayanya sendiri dan itu berbeda-beda, ada yang harus membayar 80.000,- selama satu bulan, diangkut satu minggu sekali pada hari Selasa atau Jumat.
Jadi kalau mau berbagi tempat sampah dengan tetangga, kalian harus mau membagi uang iuran sampah agar adil dan tidak saling ngedumel, kecuali kalian diam-diam membuang sampah di tempat Indomaret atau Alfamart. Jangan ditiru!
Meskipun sudah diberikan fasilitas penampungan sampah, masih ada beberapa orang yang mengambil jalan cepatnya dalam membuang sampah karena tidak mau repot harus iuran setiap bulan dan menunggu diambil satu minggu sekali. Terlalu numpuk katanya.
Mereka yang mengambil jalan cepat sering membuangnya ke aliran sungai, karena langsung hanyut tidak meninggalkan bekas. Apa kabar hilir pinggiran sungai ketika surut? Jelas sampah-sampah menumpuk di aliran sungai!
Selain membuangnya ke sungai, beberapa juga lebih memilih untuk membakarnya karena tidak mencemari sungai. Hal ini kerap kali dikeluhkan oleh anak kos yang menjumpai hal ini.
BACA JUGA: STARTUP ANAK MUDA KREATIF MAKASSAR INI ‘UPCYCLE’ SAMPAH PLASTIK
Pada 31 Januari 2024 kemarin, saya melempar questions box di Instagram yang menanyakan tanggapan anak kos perihal pengelolaan sampah di Jogja.
Ada beragam tanggapan yang kebanyakan merupakan sebuah keluhan.
“Masih kurang ya anj***! Terus jangan bakar sampah sembarangan! Ada cucian!” kata akun @ervineari
“Kacau!” tanggapan akun @citrasariachika
“Masih jadi masalah, kurang bgt soalnya mau buang sampah ngantri padahal udah di tpa” tulis akun @__________toodie
“Kureeeeeeeeng struktural” keluhan akun @bileeyy
Secara garis besar sampah itu dikategorikan menjadi dua, yaitu sampah organik dan non-organik. Dilihat dari waktu penguraiannya, kalian sebagai anak kos bisa memilah dan milih sampah-sampah mana yang cepat terurai dan mana yang tidak.
Namun sayangnya, ketika sudah memisahkannya ternyata yang terjadi adalah tetap dicampur ketika ada petugas sampah yang mengambilnya, yang benar aja! Rugi dong!
BACA JUGA: COCA-COLA HADIRKAN REBORN AREA, TEMPAT SAMPAH ANORGANIK BUAT PENGUNJUNG CGV
Akun Instagram @regitaand pun menuliskan kebingungannya dalam kolom questions box yang saya lempar, “bingung mw buang sampah packaging skincare dan elektronik dmn,gd pemisahnya” ujarnya. Ini merupakan hal sederhana yang cukup sulit untuk direalisasikan.
Tumpukan sampah di Jogja seakan menjadi gunung es, karena masih banyak persoalan di bawahnya, selama ini masyarakat mengira sudah dikelola ternyata belum.
Tercatat sejak tahun 2021, gunungan sampah di Piyungan tidak dikelola dengan baik. Ini bukan pertama kali, tapi akan terus bertambah dan pemerintah belum memiliki solusi. (*/)