Nggak benar-benar lagi bahagia, ternyata tersenyum banyak dilakukan orang-orang untuk menyembunyikan kesedihan dan luka yang dalam.
FROYONION.COM - Banyak yang menyangka bahwa seseorang yang selalu tersenyum, hidupnya selalu bahagia dan nggak memiliki beban. Kenyataannya, orang yang selalu menunjukkan senyumnya belum tentu bahagia alias smiling depression.
Nah, kalau kalian pernah menonton film Joker (2019) garapan dari sutradara Todd, kalian pasti tahu bahwa film ini menggambarkan sisi psikologis Joker. Ia selalu tersenyum untuk menyembunyikan kesedihan dan luka yang dalam.
Dalam kehidupan nyata, perilaku ini juga banyak dialami, terutama oleh anak muda. Banyak pemberitaan di sosial media tentang anak muda yang memutuskan untuk bunuh diri. Belakangan diketahui dari buku diary yang sering ditulisnya, bahwa penyebab bunuh diri adalah depresi. Padahal menurut orang-orang terdekat, mereka selalu terlihat bahagia dan nggak pernah menunjukkan kesedihannya.
Kasus lainnya, banyak juga dialami oleh para artis, pelawak, hingga stand up comedy Indonesia. Public figure yang setiap harinya muncul menghibur dan banyak tertawa di sosial media, diam-diam malah menggunakan narkoba. Kebanyakan dari mereka sebenarnya mengalami depresi akibat permasalahan hidup, lalu menyembunyikan dan pada akhirnya memilih narkoba sebagai pelarian.
Pemberitaan-pemberitaan tersebut terkadang membuat kaget dan sulit dipahami. Kenapa? karena ternyata banyak orang yang mengalami depresi, tapi hidupnya selalu terlihat bahagia dan nggak pernah ada masalah. Bahkan seringkali membuat orang yang melihatnya merasa iri. Orang-orang dengan perilaku seperti ini, tanpa disadari sedang mengalami gangguan mental yang disebut dengan smiling depression.
Smiling depression adalah kondisi gangguan mental, dimana seseorang selalu menunjukkan senyumnya walaupun hatinya nggak bahagia. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan orang-orang terdekat bahwa dirinya selalu dalam keadaan baik-baik saja, agar orang-orang nggak mengkhawatirkan keadaannya.
Dalam dunia psikologi, smiling depression merupakan gangguan depresi mayor yang masuk ke dalam jenis atipikal. Jenis depresi atipikal ini seringkali melibatkan suasana hati dan interaksi penderita dengan orang lain. Namun sebenarnya si penderita nggak menyadarinya, karena beberapa gejala yang ditunjukkan dianggap sebagai hal yang normal.
Beberapa gejala smiling depression yang banyak nggak disadari: Pertama, selalu menunjukkan keoptimisan dan keceriaan. Penderita mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan semangat. Nggak hanya itu, ia juga bersosialisasi dengan mudah, bahkan ia mampu membicarakan hal-hal optimis dengan orang lain terkait masa depan yang bisa lebih baik.
Kedua, keinginan untuk memperlihatkan kehidupan yang “sempurna”. Biasanya hal ini sengaja ditunjukkan di sosial media, agar orang lain menganggap dirinya orang yang selalu bahagia. Sebenarnya hal ini adalah hal yang normal dan wajar, karena dilakukan oleh banyak orang. Namun, faktanya hal ini sangat berbahaya, karena akan menciptakan kekosongan tersendiri bagi penderita, yang bisa membuat depresi semakin membesar.
Ketiga, merasa nggak butuh bantuan orang lain. Seseorang yang mengalami smiling depression nggak akan meminta bantuan dari orang lain. Mungkin saja karena penderita merasa sanggup memendamnya sendiri, atau karena nggak ingin membuat orang di sekitarnya khawatir, mungkin juga karena penderita bingung bagaimana caranya meminta bantuan, atau bahkan penderita nggak memiliki kekuatan yang cukup untuk bercerita dan meminta bantuan.
Hal lain yang mungkin menjadi alasan penderita nggak ingin meminta bantuan orang di sekitarnya: nggak ingin terlihat lemah, khawatir orang yang menjadi tempat bercerita nggak mempercayainya dan menganggap masalahnya adalah hal yang wajar, sampai takut dihakimi serta diperlakukan berbeda dengan orang lain.
Keempat, berusaha menyibukkan diri. Cara ini dilakukan penderita untuk menghindari kondisi perasaannya. Namun sebenarnya menghindar dari perasaan yang sebenarnya berbahaya loh, karena hal itu sangat melelahkan baik secara fisik maupun secara emosional.
Kelima, sering menyangkal terhadap perasaannya. Sebenarnya ada beberapa penderita yang nggak menyadari bahwa ia menderita smiling depression. Namun penderita yang sadar dengan apa yang mereka alami, justru nggak mengakui kondisi tersebut atau menyangkalnya.
Mungkin karena mereka menganggap bahwa depresi akan hilang jika mereka melewatinya dengan tersenyum. Mungkin juga karena mereka menganggap berpura- pura bahagia dan nggak terjadi apa-apa, jauh lebih mudah dilakukan dibandingkan mereka harus berkata jujur dan mengakui perasaan yang sebenarnya kepada orang lain.
Dilansir dari laman healthline.com, ada beberapa penyebab seseorang mengalami smiling depression. Pertama, seseorang yang pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya. Hal ini sangat mungkin membuatnya depresi, tapi ia tetap mencoba untuk tersenyum.
Kedua, ekspektasi tinggi yang membuat kecewa. Biasanya jika hal yang diinginkan nggak sesuai dengan yang diharapan, membuat diri menjadi sedih berlarut-larut. Nah, tanpa disadari, kondisi ini akan menimbulkan depresi.
Ketiga, adanya penilaian dari luar. Penilaian ini adalah penilaian yang arahnya bersifat negatif dan tergolong menyepelekan seseorang. Sehingga orang yang merasa disepelekan nggak terima, dan berusaha menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dari apa yang dibicarakan orang lain.
Keempat, adanya obsesi menunjukkan kehidupan sempurna di sosial media. Dalam hal ini, biasanya para pengguna ingin dinilai bahwa kehidupan yang ditunjukkan di sosial media sangat membahagiakan. Namun kenyataannya, semua nggak sesuai dengan yang digambarkan di sosial media. Sehingga ini sangat mungkin menjadi pemicu seseorang mengalami smiling depression.
Kesimpulannya, Civs, orang-orang yang diam-diam mengalami depresi, bisa saja dianggap terlihat baik dan seperti nggak memiliki masalah oleh orang-orang di sekitarnya. Yang harus diingat, apa yang ditunjukkan nggak bisa dijadikan patokan bahwa mereka benar-benar sedang dalam kondisi yang baik, karena pada kenyataannya kita nggak pernah benar-benar mengetahui apa yang dirasakan seseorang. Namun, jika tiba-tiba mereka memutuskan untuk meminta bantuan, kita harus siap untuk membantunya. (*/)