Dating apps kini makin populer di kalangan anak muda ye Civs. Tapi, lo udah tau belom modus kejahatan yang juga berkembang lewat aplikasi-aplikasi itu? Ada baiknya lo punya pemahaman dasar soal itu sih.
FROYONION.COM - Di era serba digital sekarang ini, penggunaan dating apps alias aplikasi kencan makin menjamur di kalangan anak muda. Apapun itu bendera atau merek yang lo pakai, mau yang warna kuning atau merah, semuanya itu punya fungsi dan tujuan yang mirip-mirip sebenarnya.
Semangat aplikasi-aplikasi ini kalau menurut gue buat mempertemukan dua orang buat bisa menjalin hubungan (apapun yang lo cari satu sama lain). Kadang ada yang berujung pacaran, hubungan mesra, sekedar teman jalan, atau bahkan mungkin sampai ke pernikahan. Nggak ada yang nggak mungkin lewat aplikasi ini, tinggal gimana lo cekatan dan pinter-pinter aja buat memanfaatkannya.
Sekarang pun jadi makin gampang dan peluang terbuka lebih lebar buat cari pasangan.
Semarak pemakaian dating apps ini sebenarnya bukan cuma bisa lo rasain secara kasat mata saja Civs. Sadar nggak lo kalau sekarang ini makin banyak juga orang yang nge-spill pengalaman kencan yang mereka dapetin dari aplikasi tersebut. Entah itu yang bagus atau pengalaman buruk, diceritain ke platform sosial media mereka secara terbuka.
Hasilnya apa? Sekarang ini jadi muncul semacam ekspektasi atau harapan terhadap teman kencan yang mereka mungkin bisa dapatkan berdasarkan cerita yang di-spill dan berseliweran di sosmed.
Fyi, menurut data dari businessofapps.com, pengguna aplikasi kencan online di seluruh dunia pada 2021 sudah mencapai 323,9 juta. Jumlah itu meningkat secara cukup signifikan, sebanyak 10,3 persen jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yakni 293,7 juta pengguna. Dua aplikasi global yang memuncaki pangsa pasar itu adalah Tinder dan Bumble.
Anyway, dibalik untung ruginya dating apps di kalangan anak muda zaman sekarang. Penting buat lo sadar juga kalau ada potensi bahaya dari penggunaan aplikasi tersebut di ruang digital. Gue sendiri pun sebenarnya berasal dari kalangan pengguna dating apps itu, tapi jujur aja ekspektasi gue terhadap aplikasi ini nggak tinggi-tinggi amat.
Makin mudahnya mengakses ruang digital buat seluruh kebutuhan hidup, so pasti muncul modus-modus kejahatan yang semakin berkembang pula. Salah satu yang cukup meresahkan dalam perkara ini misalnya adalah 'sextortion' atau pemerasan seksual.
Modus kejahatan ini memanfaatkan ruang digital yang memungkinkan pelaku untuk bisa mendapat berbagai data atau konten pribadi milik seseorang dengan berbagai cara. Hal itu yang kemudian dimanfaatkan untuk nantinya dijadikan sebagai alat pemeras kepada sang korban.
Kasus-kasus ini cukup sering muncul di Indonesia. Menurut data Transparency International pada 2020, Indonesia menjadi negara dengan peringkat sextortion tertinggi di Asia dengan tingkat kejahatan sampai 18 persen.
Cara pelaku mendapatkan 'konten intim' milik korban pun beragam cuy. Bisa berawal dari hubungan konsensual dengan korban, misalnya dengan bujuk rayu hingga akhirnya korban mau memberikan konten milik mereka. Lalu bisa juga menggunakan modus catfishing atau identitas palsu, hingga yang peretasan.
Menurut pengamat siber dari lembaga riset Communication dan Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha penting buat punya prinsip kehati-hatian ketika berhubungan dengan seseorang di ruang digital. Lo perlu peka dan waspada supaya nggak terjebak dengan akal bulus pelaku.
Beberapa kasus, kata dia, misalnya pelaku kasus sextortion ini melakukan pendekatan secara normal. Hingga ujungnya ketika lo sudah terpikat, dia bisa minta buat ngelakuin video call sex (VCS). Modusnya pun nggak selalu dengan tanpa pakaian, terkadang pose-pose sensual yang lo lakuin juga bisa membahayakan ketika berhubungan dengan pelaku kejahatan itu.
Korbannya bisa laki-laki atau perempuan. Jadi nggak terbatas pada gender atau jenis kelamin tertentu.
Saat foto dan video sensual itu sudah dikantongi si pelaku, nantinya doi bakal melakukan pemerasan terhadap lo. Biasanya mereka sudah melakukan profiling sehingga pelaku tahu seluk-beluk background diri lo. Nah, makanya jangan terlalu ngasih informasi berlebihan yang menjurus ke hal-hal pribadi lo di dating apps ini.
"Pelaku mengancam akan menyebar ke medsos maupun mengirimkan langsung ke keluarga, kolega maupun kantor korban. Pakai aplikasi kencan harus hati-hati, yang dewasa saja mudah jadi korban apalagi yang masih remaja," kata Pratama saat dihubungi, Sabtu (26/11).
Gue pun coba mencari lebih dalam lagi soal payung hukum di Indonesia yang bisa melindungi korban-korban modus kejahatan sextortion. Satu artikel di The Conversation pun gue temukan. Secara garis besar, penulis menyimpulkan kalau payung hukum yang bisa melindungi korban atas kasus sextortion masih minim.
Hal ini kenapa lo mesti extra hati-hati. Menurutnya, masih ada celah dari payung hukum Indonesia secara umum (lex generali) dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ataupun hukum secara khusus (lex specialis) dalam UU ITE ataupun UU TPKS.
Sextortion terkadang punya situasi berbeda yang nggak bisa ditafsirkan dalam UU ITE, TPKS, ataupun KUHP. Lebih lengkapnya, mungkin bisa lo baca di sini.
Pratama pun mengungkapkan kalau ada juga berbagai potensi kejahatan lain dari penggunaan aplikasi kencan daring itu. Dia mengatakan, salah satu yang perlu diwaspadai adalah tentang kebocoran data.
Perlu disadari kalau perusahaan penyedia aplikasi bisa menghimpun data milik penggunanya. Makanya seringkali kalau ada suatu fitur yang mau lo akses dari aplikasi tersebut, aplikasi bakal minta otorisasi supaya bisa mengakses data tertentu sehingga fitur itu terbuka buat lo.
Sejauh ini, menurut dia beberapa perusahaan dating apps itu pernah terlibat kasus kebocoran data. Baik foto atau data pribadi lainnya, terkadang bisa terekspos ke internet dan dilihat oleh orang banyak.
"Misalnya pada 2020 Tinder mengalami kebocoran data sebanyak 70.000 foto wanita bocor di internet. Aplikasi kencan lain yang populer di luar negeri seperti OKcupid, Bumble dan Grindr bahkan memiliki kasus yang sama," jelas Pratama.
Menurutnya, selalu ada celah keamanan digital yang memungkinkan peretas untuk menambahkan malicious code sehingga bisa mengambil data dari aplikasi dimaksud.
Salah satu yang sangat perlu diwaspadai adalah kalau misalnya lo berlangganan aplikasi tersebut menggunakan kartu kredit ataupun metode pembayaran yang lain. Terhubung dengan pihak ketiga sehingga pengamanan atas data tersebut harus sangat maksimal. Jika hal tersebut nggak diperhatikan oleh pengembang aplikasi, maka potensi pencurian dana menjadi sangat logis untuk terjadi.
Terus, kita sebagai pengguna harus gimana dong?
Sebenarnya, kata Pratama, nggak banyak yang bisa lo lakuin kalau memang lo sudah declare dan setuju untuk menggunakan aplikasi tersebut. Pasalnya, ketika lo mengamini terms & condition yang disodorkan oleh aplikasi saat mau bergabung artinya lo sudah harus patuh terhadap setiap dampak dan kemungkinan yang bisa terjadi.
Beberapa hal di atas adalah potensi kejahatan yang bisa terjadi dan mungkin nggak tercantum secara gamblang di terms & condition aplikasi. Sehingga, lo harus sangat paham konsekuensi dari apa yang lo lakuin dan berikan ke dating apps tersebut.
"Para pemakai aplikasi kencan harus tetap waspada dan selektif dalam mengupload data," jelasnya.
Sekedar disclaimer aja, tulisan ini bukan buat nakut-nakutin sehingga lo nggak mau sama sekali pakai dating apps. Cuma sekedar pengingat aja kalau dunia itu jahat apalagi dengan kemajuan teknologi, banyak celah yang bisa dimanfaatin kriminal-kriminal tertentu.
Makanya, penting banget buat lo tahu modus dan sedikit cara buat antisipasinya ya, Civs! (*/)