Pelaku pelecehan seksual terkadang nggak cuma terpicu sama nafsu aja. Lebih dari itu, pelaku pelecehan rela melakukan hal bejat demi memenuhi kekosongan yang ada dalam diri mereka, yaitu kekosongan terhadap kasih sayang diri sendiri.
FROYONION.COM - Pelecehan seksual yang terjadi akhir-akhir ini makin aneh dan sering banget terjadi. Kasus yang paling rame diperbincangkan adalah kasus Herry Wiryawan, seorang ustaz dan pemilik pondok pesantren di Bandung yang secara bejat memperkosa belasan santriwatinya bahkan sampe ada yang hamil dan melahirkan.
Motif atas ‘kejahatan luar biasa’ yang dilakukannya digadang-gadang karena ego dan nafsu yang tinggi, bahkan sampe nggak bisa membedakan mana hal yang patut dan yang nggak patut dilakukan, asal ego dan kebutuhan dalam dirinya terpenuhi, maka pelecehan yang dilakukan itu masih masuk akal di kepalanya.
Dalam kebanyakan kasus pelecehan seksual yang terjadi, pelaku melakukan aksi bejatnya itu nggak cuma didasari oleh nafsu dan ego aja, tapi juga ada perasaan ingin menunjukkan dominasi terhadap orang lain.
Dan terkadang, perasaan ingin mendominasi orang lain ini berakar dari kurangnya rasa sayang pelaku terhadap dirinya sendiri (self love).
Self love itu artinya mengenali dan mencintai diri sendiri sepenuhnya, tau hal apa yang bikin kita bahagia dan membawa pengaruh positif yang terkadang nggak cuma berpengaruh ke diri sendiri, tapi juga ke lingkungan.
Para pelaku pelecehan dan pemerkosaan cenderung menganggap dirinya selalu kurang dan membutuhkan sesuatu untuk melengkapi dirinya, dan potongan puzzle yang kurang itu terkadang mengarah ke pelecehan seksual.
Kalo kata Delfian dan Rininda sebagai Associate Psychologist dari Yayasan PULIH, ada faktor dari dalam diri pelaku (internal) seperti kebutuhan akan hidup seperti kebutuhan seksual manusia itu sendiri, dan juga ada faktor hukum yang lemah (eksternal) yang menyebabkan ‘langgeng’-nya pelecehan seksual yang terjadi belakangan ini.
“Terkadang kebutuhan seksual itu sangat sulit dikontrol, akibatnya lari ke pelecehan yang dilakukan pelaku, dan karena sering terjadi, makanya jadi sebuah kebiasaan,” terang Delfian.
BACA JUGA: KORBAN PELECEHAN SEKSUAL BERUBAH JADI PELAKU PELECEHAN, APAKAH BISA?
Penjelasan ini gue rasa cukup menggambarkan motif di balik kasus pelecehan yang dilakukan Herry Wirawan di Bandung, di mana Herry sebagai pelaku dirasa nggak bisa membedakan mana hal yang boleh dilakukan dan mana yang nggak.
Kecenderungan Herry yang nggak bisa melihat batasan yang baik dan buruk ini memperlihatkan adanya kekosongan dalam dirinya, merasa bahwa dia perlu melakukan pelecehan supaya kebutuhannya seksualnya terpenuhi.
“Kebanyakan pelecehan seksual juga terjadi karena si pelaku ingin menunjukkan dominasi kepada korbannya,” jelas Rininda.
Dan nggak semua pelaku pelecehan melakukan aksinya karena dorongan nafsu aja, Civs. Terkadang memang pelecehan semata-mata dilakukan untuk menunjukkan dominasi ‘semu’ terhadap korban.
Di mana kenyataannya, pelaku merasa inferior atau lebih rendah derajatnya sebagai manusia dibandingkan korban, dan dengan mendominasi korban lewat pelecehan seksual, pelaku bisa merasa lebih puas terhadap dirinya sendiri.
Inilah kenapa self love berperan penting dalam hidup masing-masing orang, terutama kalo ngomongin tentang pelecehan seksual. Ketika seseorang menyadari bahwa dirinya rendah dan nggak pantas dicintai, maka mereka rela melakukan hal ekstrim dan cenderung negatif demi memenuhi kekosongan cinta dan kasih sayang dalam dirinya. Inilah yang dinamakan self love deficit, dan ini sering terjadi tanpa disadari.
Nggak cuma berlaku untuk pelaku pelecehan seksual, self love juga nyatanya berperan penting bagi korban pelecehan. Ada banyak kasus pelecehan di mana korban merasa lemah dan bahkan takut untuk melawan dan melaporkan pelecehan yang dialaminya. Mereka cenderung ‘mundur sebelum bertarung’ karena adanya ketakutan bahwa dirinya nggak akan pernah menang dalam memperjuangkan keadilan di mata hukum, bahwa banyak kasus pelecehan dan pemerkosaan berakhir dengan damai lewat mediasi seadanya dan menjunjung kata-kata ‘kekeluargaan’ dalam prosesnya.
Bagaimana bisa hidup aman dan nyaman kalau pelaku pelecehan dan pemerkosaan selalu menawarkan diri dalam mediasi untuk menikahi korban sebagai permintaan maafnya? Memangnya itu bisa menjawab permasalahan?
Seorang korban pelecehan yang memiliki self love akan cenderung melawan. Korban merasa dirinya perlu memperjuangkan haknya sebagai manusia, contohnya untuk hidup dengan aman dan nyaman yang kemudian dirusak dan oleh pelaku yang dengan bejatnya melakukan tindakan pelecehan.
Intinya, rasa sayang terhadap diri sendiri itu menjadi faktor yang penting banget untuk dimiliki setiap individu. Perasaan selalu merasa kurang, merasa nggak bahagia kalo nggak melakukan sesuatu hal, dan hal-hal semacamnya bisa dilawan dengan kesadaran terhadap self love. (*/Photo credit: Giulia Bertelli via Unsplash.com)
BACA JUGA: BIKIN HUBUNGAN JADI MAKIN ERAT DENGAN KENALAN SAMA LOVE LANGUAGE