In Depth

PELAKU JASTIP AWAS KENA KASUS, MAU UNTUNG MALAH BUNTUNG

Baru-baru ini ada kabar pemerintah akan mengawasi para pelaku bisnis jastip. Kenapa ya?

title

FROYONION.COM - Pada era digitalisasi seperti sekarang ini, akses informasi sangat mudah untuk didapat, kebutuhan masyarakat juga bisa dipenuhi dengan cepat. Bahkan untuk memesan makanan hingga barang bisa dilakukan lewat genggaman.

Tidak terbatas pada produk-produk dalam negeri saja, ini juga termasuk barang-barang yang ada di luar negeri. Pemesanan melalui platform e-commerce seperti Amazon atau eBay dapat dilakukan. Namun ada hal negatifnya, yaitu membutuhkan waktu lebih dari seminggu agar produk yang diinginkan sampai ke tangan kita.

Bahkan tidak jarang produk-produk seperti Adidas hingga Zara dijual eksklusif tanpa mencantumkannya di e-commerce. Hal ini tentu memaksa kita untuk pergi ke negara yang menjual produk tersebut jika ingin mendapatkannya.

Apalagi jika barang tersebut menjadi trending topic, orang-orang yang mengalami Fear of Missing Out (FOMO) tentu akan berusaha untuk memiliki produk itu, bagaimanapun caranya.

Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan atau waktu bepergian ke luar negeri untuk mengakses barang yang hanya tersedia di negara tertentu.

Di sinilah peran penting dari pelaku jasa titip atau biasa disebut jastip muncul, layanan ini akan membantu orang untuk mendapatkan barang-barang eksklusif yang tidak masuk ke pasar Indonesia dengan mudah tanpa harus pergi ke negara tersebut.

Akan tetapi sekarang ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengawasi pelaku usaha jastip nih. Apa alasannya?

MERUGIKAN NEGARA

Praktik jastip dari luar negeri dinilai merugikan negara, baik dari sisi pendapatan maupun persaingan bisnis nasional. Alih-alih negara mendapatkan pendapatan melalui pajak bea masuk (BM), dengan jastip barang-barang yang dibeli kerap lolos karena penumpang mengaku itu adalah barang pribadi.

Pentingnya pajak bagi keberlanjutan keuangan suatu negara tidak bisa diabaikan. Lolosnya pajak BM ini akhirnya mengakibatkan kehilangan pendapatan yang seharusnya menjadi kontribusi bagi pembangunan infrastruktur dan layanan publik.

Kerugian lain adalah jastip dapat mengakibatkan penurunan penjualan bagi bisnis lokal karena konsumen lebih memilih produk luar negeri yang dapat diakses melalui titipan barang. Ini mengancam keberlanjutan bisnis lokal dan menciptakan ketidakseimbangan dalam persaingan pasar.

Konsumen yang bergantung pada produk luar negeri dapat membuat negara bisa kehilangan kontrol atas ekonominya sendiri. Ketergantungan yang berlebihan pada produk luar negeri dapat mengurangi kedaulatan ekonomi dan meningkatkan kerentanannya terhadap fluktuasi pasar internasional.

Hal lainnya adalah terjadi penurunan permintaan terhadap produk lokal yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dan penurunan tingkat upah, mempengaruhi kemakmuran masyarakat lokal. Preferensi terhadap produk luar negeri juga akan membuat barang-barang tradisional kehilangan daya tariknya. Ini mengancam keberlanjutan budaya lokal dan kerajinan tradisional.

ATURAN UNTUK JASTIP

Pemerintah tidak melarang usaha jastip, asalkan mereka tidak menggunakan jalan pintas untuk menghindari pajak. Tidak hanya itu, pelaku usaha jastip juga harus memahami risiko keamanan dan bertanggung jawab atas barang yang mereka bawa.

Apa yang mereka pikirkan, bisnis ini bukan sembarang main-main, jadi jangan sampai berbunga-bunga karena berhasil menghindari pajak. Pelaku usaha juga harus memahami risiko keamanan dan bertanggung jawab atas barang yang dibawa. 

Aturan terkait kewajiban pajak dan kepabeanan harus dipatuhi oleh pelaku usaha jastip. Pelaku jastip biasanya mengelabui petugas dengan mengatakan bahwa barang yang dibeli adalah milik pribadi.

Dalam aturan Permenkeu Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, pada Pasal 12 dikatakan bahwa "Terhadap barang pribadi penumpang dengan nilai pabean paling banyak free on board (FOB) USD 500 per orang untuk setiap kedatangan, diberikan pembebasan bea masuk". Aturan ini menjadi celah pelaku jastip.

Jika harga barang yang dibawa dari luar negeri di atas USD 500, pelaku jastip harus membayar BM sebesar 10% dari harga barang setelah dikurangi USD 500. Selain itu, kamu juga harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% dan Pajak Penghasilan (PPh) 0,5-10% (jika punya NPWP) atau 1-20% (jika tidak punya NPWP).

Adapun barang-barang yang dibeli oleh pelaku jastip seharusnya dikenakan tarif sesuai dengan Permenkeu Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. Aturan itu menetapkan barang kiriman impor dengan nilai pabean melebihi FOB USD 3 sampai dengan FOB USD 1.500 menerapkan single tariff bea masuk sebesar 7,5% dan PPN sebesar 11%.

Adapun untuk barang tertentu terdapat beberapa jenis barang kiriman dengan tarif lebih tinggi yang dikenakan tarif MFN (Most Favored Nation) atau tarif reguler berdasarkan HS Code. HS Code atau Harmonized System Code yang berlaku di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 26/PMK.010/2022 dan tertuang dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.

Misalnya, jika Civs membeli 2 buah sepatu Nike dari luar negeri yang merupakan HS Code 64.03 dengan harga USD 400 atau setara Rp 6,2 juta (kurs Rp 15.500) yang dikenakan BM 15%, PPN impor 11% dan PPh 10% (dengan NPWP, tanpa NPWP dapat dikenakan 100%), maka penghitungannya sebagai berikut:

- Nilai Pabean: USD 800 - USD 400 = USD 400

- BM: 25% x USD 400 = USD 100

- PPN: 11% x USD 500 (Nilai Pabean + BM) = USD 55

- PPh: 10% x USD 500 (jika punya NPWP) = USD 50

Jadi, pajak yang harus dibayarkan adalah PPN sebesar USD 55 (Rp 852.500) dan PPh USD 50 (Rp 775.000). Dengan ini artinya pendapatan negara sebanyak USD 105 (Rp 1,6 juta) raib akibat pelaku jastip mengaku barang pribadi yang akhirnya tidak dikenakan pajak karena di bawah USD 500.

TINDAKAN PEMERINTAH

Sekarang ini pemerintah tengah melakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi hilangnya pendapatan negara akibat oknum pelaku jastip. Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC, Mohammad Aflah Farobi yang menyampaikan tengah mempersiapkan langkah untuk mengawasi pratik jastip. Salah satu upaya adalah melalui pembuatan profil atau profiling penumpang yang bolak-balik bepergian melalui bandara.

"Kita memetakan siapa saja seminggu sekali, dua kali datang ke bandara, atau di Batam sehari bisa dua kali bolak-balik ke Singapura," kata dia dilansir dari kompas.com.

Pemerintah juga mengimbau agar masyarakat tidak membeli produk luar negeri memakai jastip. Pengetatan arus masuk barang pun akan diperketat terhadap barang impor dengan harga dibawah USD 100 demi melindungi pasar dalam negeri dari gempuran impor.

Terkait dengan sanksi yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU 10/1995 tentang Kepabeanan, dalam Pasal 10B Ayat (3) menetapkan barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas ke dalam daerah pabean pada saat kedatangannya wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.

Apabila orang yang tidak melunasi BM atas barang impor dalam jangka waktu yang ditetapkan membayar bea masuk terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% dari BM yang wajib dilunasi.

Jadi, para pelaku jastip, mari ikuti aturan dengan baik ya. Jangan ragu untuk membayar pajak dan kepabeanan yang seharusnya. Toh, harga barang jastip dari luar negeri biasanya masih lebih murah dibandingkan dengan barang yang dijual di toko, meski sudah ditambahi dengan bea dan pajak. Tidak akan kehilangan uang yang terlalu banyak kok! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Saifan Zaking

Korban salah jurusan, lulusan manajemen profesi penulis/jurnalis