In Depth

PAKAR MINDFULNESS ADJIE SANTOSO: ‘ANAK MUDA PERLU KOMUNIKASIKAN MENTAL HEALTH DENGAN ORTU’

Sebagai salah satu pembicara di Ideafest 2022, Adjie Santosoputro menjelaskan tentang pentingnya komunikasi 2 arah dari orang tua dan anak terkait kesehatan mental.

title

FROYONION.COM - Pada pagelaran Ideafest 2022 kemarin, praktisi kesehatan mental ternama Indonesia, Adjie Santosoputro, jadi salah satu pembicara yang membawakan topik surviving mental crisis nih, Civs.

Topik yang satu ini relate banget sama anak-anak muda zaman sekarang. Banyak dari anak muda yang terkesan meromantisasi mental crisis, menjadikan hal ini sebagai alasan untuk nggak ‘maju’ dan sehat secara mental—apalagi dimulai dari penyakit yang self diagnose.

Dari topik yang dibawakan Adjie Santosoputro kemarin, ada satu hal yang menurut gue cukup menarik untuk dikulik lebih dalam lagi.

Adjie bilang, generasi “nggak muda” (baca: orang tua) cenderung abai terhadap masalah kesehatan mental.

Kalimat yang dikatakan Adjie Santosoputro ini memvalidasi pemikiran bahwa sebagian orang tua cenderung skeptis, tidak peduli—bahkan malah memarahi anaknya yang curhat tentang masalah mental yang dialaminya. 

Padahal, banyak anak muda yang menjadikan sosok orang tua mereka sebagai satu-satunya sandaran mereka ketika lagi menghadapi krisis mental.

Beberapa orang tua malah menjadikan kebiasaan ‘buruk’ anak-anak sebagai alasan lemahnya mental generasi muda. Contoh paling klasik adalah membawa-bawa kebiasaan scrolling media sosial, atau lemahnya iman mereka karena jarang shalat / berdoa. Padahal, krisis mental terkadang lebih dari hal-hal yang disebutkan di atas. Krisis ini membutuhkan perhatian, dan treatment yang serius supaya bisa sembuh.

Banyak alasan tentang mengapa generasi tua cenderung abai atau tidak mengindahkan masalah mental yang dihadapi anak-anaknya, Civs. 

Beberapa di antaranya karena penyakit mental nggak bisa dilihat secara ‘nyata’, bisa juga karena kondisi mental orang tua memang sudah jauh lebih kuat dan nggak gampang goyah layaknya anak muda. 

Untuk itu, orang tua mungkin berpikir bahwa masalah ataupun penyakit mental yang diderita generasi muda akan bisa terselesaikan seiring dengan peningkatan umur dan kedewasaan mereka.

Salah satu riset bahkan mengatakan, seiring menurunnya tingkat kesehatan fisik (bertambahnya umur), tingkat kesehatan mental malah naik—orang yang ‘berumur’ lebih merasa bahagia, less depressed, dan less stressed ketimbang diri mereka saat masih muda.

Back to the topic.

Di luar pembuktian bahwa generasi tua cenderung lebih ‘nggak peduli’ sama kesehatan mental, kita sebagai anak muda memang tetap perlu mengomunikasikan kondisi mental kita kepada mereka, Civs.

Menurut Adjie Santosoputro, komunikasi kesehatan mental perlu diupayakan dari 2 arah. Anak perlu membuka komunikasi untuk pertama kali—memberikan pemahaman tentang kondisi mental anak, karena topik ini mungkin ‘nggak umum’ bagi sebagian besar generasi tua. Lalu dari pihak orang tua, mereka pun harus membuka diri dan belajar tentang kesehatan mental.

Jika salah satu dari mereka nggak mau berkomunikasi, pastinya hal ini nggak akan berhasil.

“Sebagai anak, kita juga perlu punya kesadaran, orang tua seperti itu [yang abai kesehatan mental] disebabkan karena apa? Saya rasa, jadi orang tua juga punya kerumitannya tersendiri. Jadi ada kerumitan yang perlu diurai bersama-sama,” jelas Adjie Santosoputro ketika diwawancarai Froyonion di Ideafest 2022.

Terkadang, sulitnya mengomunikasikan krisis mental kepada orang tua bisa disebabkan oleh timing yang nggak pas aja, Civs.

Bisa jadi, orang tua yang terdengar abai dengan masalah mental anaknya murni diakibatkan oleh kondisi perasaan mereka sendiri yang lagi nggak bagus.

Lo bisa coba membicarakan hal ini ketika orang tua lagi terlihat fine-fine aja, atau ketika mereka nggak diburu-buru oleh waktu atau pekerjaan mereka, Civs.

Satu lagi, ada tips dari Adjie Santosoputro buat lo yang lagi struggle sama kesehatan mental, Civs.

“Jangan malu untuk cari bantuan. Beranikan diri untuk menceritakan masalahmu ke orang yang terpercaya,” tutur Adjie Santosoputro.

Lebih lanjut, Adjie bilang bahwa membicarakan masalah kesehatan mental ke psikolog atau psikiater itu bukanlah hal yang memalukan dan wajar untuk lo lakukan. Apalagi, jika orang tua lo rasanya masih sulit menerima curhatan tentang krisis mental yang sedang lo alami.

“Kedua, buka dirimu untuk belajar tentang kesehatan mental. Mengikuti sesi, seminar, atau workshop tentang kesehatan mental. Itu diperlukan karena literasi kesehatan mental di Indonesia masih kurang,” tambahnya.

“Apapun struggle-mu, apapun kondisi mental yang lagi kamu hadapi, kamu nggak sendirian,” pungkas Adjie Santosoputro.

Jadi, dari yang telah dijelaskan Adjie Santosoputro, kita sebagai generasi muda juga perlu memahami keadaan orang tua kita ketika ingin membicarakan masalah mental yang sedang dihadapi. 

Mereka sebagai orang tua juga memiliki masalahnya sendiri. Oleh karena itu, kedua pihak memang perlu mengurai masalah ini bersama-sama, Civs. (*/)

BACA JUGA: BEGINI CARA MENGAPRESIASI RASA SEDIH TANPA MEROMANTISASINYA MENURUT PAKAR MINDFULNESS

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Garry

Content writer Froyonion, suka belajar hal-hal baru, gaming, dunia kreatif lah pokoknya.