Dari Netflix sampe Spotify, ini sisi inovatif nan problematik yang bisa kita gali dari para ‘penitip lapak’ di twit yang lagi viral.
FROYONION.COM - Civs, seberapa sering kalian buka Twitter? Buat netizen yang sering buka Twitter berjam-jam mungkin udah banyak yang tau tentang fenomena ‘nitip lapak’ yang sering terjadi di utas (thread) yang lagi viral.
Kalo diliat-liat, masyarakat kita emang inovatif banget untuk urusan kayak gini, apalagi yang ada hubungannya dengan ‘cuan’, pasti ada aja ‘jalan tikus’ yang bisa dieksploitasi dan dimanfaatkan. Sisi inovatif masyarakat kita ini yang perlu diacungi jempol.
Di Twitter sendiri ada banyak banget akun yang memanfaatkan momentum dari utas/ thread yang lagi viral untuk langsung ‘gelar’ lapak jualan mereka, tentunya dengan harapan dari sekian persen pembacanya bisa jadi customer mereka.
Isi jualannya juga macem-macem, Civs, ada yang jualan makanan, minuman, dan baju daster. Nggak cuma kebutuhan primer aja, banyak juga yang jualan akun ‘Netflix / Spotify premium’ yang muncul berkat kemudahan transaksi online dan banyaknya penikmat film dan musik di negara kita.
Yang bikin gemesnya, terkadang akun-akun jualan ini suka nitip lapak di posting-an yang secara etis kurang tepat untuk dipake nitip lapak. Seringkali akun-akun ini tetep ‘kekeuh’ berjualan di thread Twitter yang isinya tentang pelecehan seksual, masalah hukum, dan berbagai jenis thread dengan isu sensitif lainnya.
Banyak netizen Twitter yang juga merasa geram dan bosan dengan perilaku si tukang jualan akun OTT (over the top, seperti Netflix dan Spotify) ini. Netizen merasa kalo si penjual kurang ‘peka’ sama keadaan, asal main pasang lapak dan berharap ada pembeli yang datang.
Di sisi lain, fenomena lapak akun Netflix dan ‘kawan-kawannya’ ini rupanya masih sering jadi perdebatan kalo bicara tentang legalitas hukumnya. Akun-akun Twitter ini menjual ulang sebuah produk / layanan berupa akun OTT yang udah dilengkapi status berlangganan untuk jangka waktu tertentu.
Tentunya, harga yang dipatok juga biasanya lebih murah daripada harga yang ditawarkan platform penyedia layanan aslinya. Itu alasan kenapa fenomena ini masih terus berlangsung, semata-mata karena memang ‘laku’ dan mempunyai pasarnya sendiri.
Gempuran promosi dan potongan harga yang diberlakukan masing-masing layanan OTT untuk mencegah keberlanjutan fenomena ini pun rasanya masih belum cukup untuk bikin orang-orang sepenuhnya beralih untuk berlangganan layanan Netflix dan Spotify langsung ke platform-nya.
Untuk membahas hal ini dengan lebih detail dan dalam lagi, gue memutuskan untuk ngobrol dengan salah satu penjual akun Netflix di Twitter. Nama dan username Twitter doi nggak akan gue publikasi. Tapi, di artikel ini, mari kita sebut saja doi sebagai “Mawar” (duh).
Si Mawar sendiri mengakui udah berjualan akun Netflix di Twitter selama kurang lebih 1 tahun ke belakang. Doi bercerita, awalnya ikut jualan karena tertarik mendalami fenomena unik ini dan pengen banget ‘nyicipin’ keuntungan dari hasil jualan akun Netflix.
“Lumayan banyak yang langganan Netflix sharing karena cuma pengen nonton film barunya doang, nggak terlalu mikirin watchlist dan history yang campur-campur sama orang lain sih, yang penting nonton,” kata si Mawar.
Ada 2 model langganan Netflix yang doi coba jual, yaitu Netflix sharing dan Netflix private. Dari 2 model ini, Netflix sharing yang paling banyak menggaet pelanggan, dan nggak jarang beberapa pelanggan bisa bolak-balik langganan lagi di bulan selanjutnya sama si Mawar.
Netflix sharing itu sendiri berarti bahwa 1 akun Netflix bisa dibagi menjadi 5 profil, dan 5 profil ini yang akhirnya dijual oleh si Mawar ke masing-masing pelanggan. Doi menjual model langganan ini dengan harga 35.000 rupiah per profil.
Dan di balik model sharing ini, masing-masing profilnya juga bisa ‘log-in’ lagi di beberapa device lain. Jadi, kayak history film-film dan watchlist film kita juga campur-aduk sama pelanggan lain. Untuk orang yang nggak nyaman sama hal ini bisa langganan sharing ‘premium’ dengan cuma tambah 5.000, jadi totalnya 40.000 rupiah per profil dan udah ditambah dengan password per profilnya.
Jadi, buat mereka yang nggak pengen ketinggalan film-film terbarunya si Netflix nampaknya opsi ‘sharing’ ini jadi pilihan yang cocok buat mereka, memang karena harganya yang jauh di bawah harga asli paket ‘Premium’ yang hampir menyentuh angka 200.000 rupiah per bulan.
Sedangkan untuk Netflix private, Mawar membanderol harga 165.000 rupiah per bulan untuk 1 akun khusus yang hanya ‘dimiliki’ oleh si pembeli. Meskipun begitu, email dan password akun tersebut disediakan oleh Mawar dan tidak bisa memakai email pribadi dari si pembeli.
Tentang metode di balik layar yang dipakainya untuk bisa menjual akun-akun Netflixnya, Mawar sendiri nggak mau ‘membeberkan’ rahasia secara terang-terangan. Tapi, doi menegaskan bahwa metode yang dipakainya bukan dari hasil ‘carding’ ataupun meng-hack akun email pemilik akun asli Netflix dari luar negeri.
Buat kalian yang belom tau, metode ‘carding’ ini termasuk ke dalam kejahatan siber yang dilakukan pelaku dengan membelanjakan barang / berlangganan sebuah jasa dengan menggunakan kartu kredit korban.
Carding ini bisa terjadi kalo si pelaku punya informasi kartu kredit korban, seperti 16 digit kartu, kode CVV (3 kode di bagian belakang kartu kredit), dan masa berlaku kartu kredit. Metode ini udah jelas ilegal, Civs, karena pelaku membelanjakan saldo kartu kredit tanpa izin dan sepengetahuan pemilik kartu.
Untuk mengatasi masalah ini, mayoritas Bank udah memberlakukan kode OTP (one-time password) bagi pengguna kartu kredit setiap transaksi dilakukan, gunanya buat memastikan bahwa penggunaan kartu kredit bener-bener dilakukan oleh si pemilik kartu.
Apa yang Mawar lakukan memang belom tentu berasal dari hasil ‘carding’. Tapi, nggak jarang juga ada penjual yang memakai metode ilegal ini untuk berjualan akun Netflix.
“Banyak juga penjual-penjual lain yang biasanya dapet stok akun dari supplier di luar negeri, nggak jelas banget juga pake carding atau nggaknya. Banyak yang suka komplain juga katanya baru sehari 2 hari kok udah nggak bisa nonton,” jelas si Mawar.
Komplain ini biasanya disampaikan karena akun yang baru dibeli beberapa hari udah nggak bisa dipakai lagi di hari berikutnya. Jarang ada yang tau bahwa sebenarnya hal ini terjadi karena Netflix menemukan ada sebuah indikasi carding yang terjadi di akun itu, maka dari itu Netflix ‘membekukan’ akses pengguna ke akun tersebut.
Terkait hal ini, nampaknya orang-orang di negara kita memang inovatif banget dan sering banget nemuin ‘celah’ yang bisa dieksploitasi, Civs. Ada sebuah ‘grey area’ atau bagian abu-abu yang multi-tafsir, atau area yang sulit buat dijelaskan soal legalitas hukumnya.
Di tahun-tahun sebelumnya, Netflix nggak pernah menjelaskan bahwa fitur ‘sharing’ ini memerlukan penggunanya untuk tinggal di dalam satu rumah yang sama. Masing-masing profil dalam 1 akun yang sama hanya perlu mengetahui password akun dan mereka bisa menikmati layanan Netflix dari rumah masing-masing. Celah ini yang sempat dimanfaatkan oleh si penjual akun buat jualan profil dari 1 akun Netflix.
Namun, semenjak trending-nya fenomena jual-beli akun yang nggak di-authorized, Netflix perlahan-lahan mulai memberlakukan sistem household. Artinya, 5 profil dalam 1 akun Netflix hanya bisa dimiliki oleh anggota keluarga yang tinggal dalam rumah yang sama.
Belom bisa diketahui secara jelas gimana caranya Netflix memastikan bahwa pengguna yang mengakses 1 akun tersebut berada di dalam satu rumah yang sama atau nggak. Beberapa orang di Twitter melaporkan bahwa pengguna profil yang nggak tinggal ‘satu atap’ dengan si pemilik akun asli bakal mendapatkan notifikasi untuk membuat akunnya sendiri.
Gue rasa, makin ke sini tuh celah yang bisa dimanfaatin juga semakin sempit ya, Civs. Platform OTT ini udah semakin perhatian dengan kejadian-kejadian kayak gini.
Jadi, mungkin para penjual akun Netflix, Spotify, dan OTT lainnya udah harus mikirin untuk jualan barang / jasa lain nih kalo mau terus bertahan demi ‘cuan’ dari gelar lapak di Twitter.
Kalau Civs sendiri pernah langganan OTT dari penjual di Twitter atau e-commerce nggak? Dan kalo pernah, ada pengalaman yang nggak menyenangkan kah? Sharing di kolom komentar yak! (*/)