Pernah nggak kontenmu tiba-tiba hilang dari peredaran atau di-take down? Inilah yang orang yang bertanggung jawab atas itu: content moderator. Simak fakta di balik profesi satu ini.
FROYONION.COM – Tahu nggak kamu tentang posisi content moderator (CM)? Profesi ini memang belum banyak diketahui orang tapi peran dan tanggung jadi dari posisinya ini besar di era digital.
Bagi kamu yang belum tahu profesi CM ini, baca terus tulisan ini agar kamu lebih memahami seluk beluk dan perjuangan mereka yang ada di balik dunia konten.
Content moderator adalah seorang profesional yang bertanggung jawab untuk meninjau, memoderasi, dan mengelola konten yang diunggah pengguna di platform media sosial, situs web, forum, atau platform online lainnya.
Tugas-tugas mereka meliputi memastikan kepatuhan terhadap kebijakan dan pedoman platform, menghapus konten yang melanggar aturan, menangani laporan pengguna tentang konten yang merugikan atau melanggar hukum, dan menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan online.
CM dapat bekerja secara internal di perusahaan atau organisasi, atau bekerja secara eksternal melalui penyedia jasa moderasi konten.
Hal ini selaras dengan pernyataan Roberts tahun 2016 dan Steiger tahun 2021, bahwa tugas para moderator konten komersial melakukan pemantauan dan pemeriksaan terhadap konten yang dihasilkan oleh pengguna (User Generated Content/ UGC) di berbagai platform media sosial dengan tujuan memastikan bahwa postingan pengguna sesuai dengan syarat, kebijakan, pedoman, standar komunitas, dan hukum regional yang berlaku.
Jadi intinya, merekalah yang melihat konten-konten di platform-platform digital kita. Mereka juga yang akan memutuskan untuk membiarkan atau menghapus konten-konten yang kalian buat jika dirasa melanggar aturan atau hukum.
Menjalani posisi ini kalau nggak punya mental yang kuat rasa-rasanya nggak mungkin bisa kuat. Kenapa demikian? Karena setiap hari kamu akan disuguhi konten-konten yang mungkin membuatmu merasakan trauma. Selain itu, kamu juga nggak bakal tahu konten apa yang akan kamu tonton hari ini.
Hal ini juga sebenarnya juga sesuai dengan beberapa penelitian terkini. Dikutip dari The Guardian pada tahun 2014 dilaporkan bahwa sejumlah content moderator terindikasi menderita masalah kesehatan mental akibat pekerjaan mereka.
Mereka mewawancarai beberapa mantan moderator yang mengalami depresi, gangguan kecemasan, dan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
Kemudian, menurut laporan The Verge pada tahun 2020 dinyatakan bahwa penelitian internal Facebook mengungkapkan bahwa moderator konten di platform tersebut mengalami gangguan mental akibat pekerjaan mereka.
Laporan ini mencatat bahwa paparan konten traumatis dan kekerasan menyebabkan stres dan gangguan tidur yang signifikan pada para moderator.
Faktanya, profesi content moderator memang dapat menjadi rentan terhadap gangguan mental.
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mental seorang content moderator:
Paparan terhadap konten yang traumatis. Content moderator sering kali harus melihat konten yang mengganggu dan traumatis seperti kekerasan, eksploitasi anak, kejahatan seksual, dan gambar-gambar grafis lainnya. Paparan yang berulang terhadap konten semacam itu dapat menyebabkan stres emosional dan traumatis.
Beban kerja yang tinggi. Content moderator sering kali harus meninjau dan menilai sejumlah besar konten dalam waktu yang singkat. Kadang mereka harus membuat keputusan yang sulit dalam memoderasi konten yang melanggar aturan. Beban kerja yang tinggi dan tekanan waktu dapat menyebabkan stres dan kelelahan mental.
Tidak adanya dukungan dan pelatihan yang memadai. Beberapa organisasi mungkin tidak memberikan dukungan yang memadai kepada content moderator. Kurangnya pelatihan tentang penanganan konten yang mengganggu atau kurangnya dukungan emosional dari rekan kerja dan manajemen dapat memperburuk risiko gangguan mental.
Isolasi dan kurangnya interaksi sosial. Beberapa content moderators bekerja secara remote atau dalam lingkungan yang terisolasi. Kurangnya interaksi sosial langsung dengan rekan kerja dan kurangnya dukungan sosial dapat meningkatkan risiko stres dan kelelahan mental.
Tuntutan moral dan etis. Content moderator sering dihadapkan pada tuntutan moral dan etis yang sulit. Mereka harus membuat keputusan tentang apa yang harus dihapus atau dipertahankan berdasarkan kebijakan dan aturan yang ditetapkan oleh platform atau organisasi tempat mereka bekerja. Beban moral ini dapat mempengaruhi keseimbangan mental mereka.
Namun, tidak lengkap rasanya kalau kita tidak mendengar pernyataan langsung dari si yang menjalani profesi ini. Apakah benar pernyataan dari penelitian-penelitian tersebut, dengan situasi yang ada?
Pada Sabtu, 5 Mei 2023 lalu, Froyonion mewawancarai seorang pekerja yang saat ini masih aktif sebagai content moderator dan ingin membagikan ceritanya.
Walaupun posisi ini menantang, wanita yang tidak ingin disebutkan namanya ini mengaku menyukai pekerjaannya sebagai seorang CM. Maya, sebut saja demikian, sudah bekerja sejak Februari 2023 lalu.
“Sebenarnya tergantung masing-masing, kalau aku sendiri mungkin karena gajinya yang lumayan. Terus selain itu, hal yang menyenangkan lainnya mungkin saat aku nonton konten-konten yang lucu-lucu yang ngebuat mood-ku naik. Selain itu juga atasan dan sistem kerjanya aku suka,” jelas Maya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menjelaskan mengenai bagaimana sistem kerja dan juga tanggung jawabnya sebagai seorang CM.
“Sistem kerjanya sendiri, Work From Office (WFH) dan shifting. Untuk lama kerjanya 9 jam termasuk dengan waktu istirahatnya,” katanya.
“Tugas dan tanggung jawab sebagai content moderator itu sendiri menyeleksi, menyortir konten-konten video sesuai dengan rules atau peraturan dari perusahaan yang mana dalam prosesnya juga nggak semena-mena. Kalau misal kita nggak suka sama konten ini, maka kita nggak boleh asal take down. Tidak seperti itu,” tambah wanita ini.
“Untuk konten-kontennya sendiri juga nggak melulu tentang hal sensitif juga kok. Namun memang beberapa ada yang berbau sensitif, misalnya orang dibakar massa, bunuh diri, ini baru saja aku lihat kucing di blender,” ujarnya.
Kemudian saat ditanya mengenai bagaimanakah cara dia untuk mengalokasikan tingkat stressnya? Ia menjawab bahwa sebenarnya sampai saat ini ia belum merasa stress yang terlalu berlebihan karena mengaku bukan orang yang penakut. Namun, biasanya saat melihat konten-konten yang sensitif tersebut ia mencoba untuk tidur.
“Aku baru dari bulan Februari 2023 ini join, tapi selama kerja di sini aku belum ngerasa ke distract yang gimana-gimana sih. Karena aku anaknya juga nggak penakut. Kalau aku sendiri mungkin kalau stress dibuat tidur aja, atau nggak minta ditemenin siapa gitu biar nggak takut,” paparnya.
“Biasanya konten yang menurut aku agak bikin takut, yaitu konten-konten bunuh diri. Tapi konten kayak ini jarang banget kok muncul cuma beberapa kali saja,” tambahnya.
Selain itu, Maya juga menyebutkan bahwa tidak khawatir dengan risiko stress jika ingin menjadi CM sebab nantinya akan ada program khusus yang diperuntukkan bagi para pekerja yang mungkin trauma.
Program tersebut juga cukup rutin dilakukan, setidaknya seminggu sekali akan ada professional khusus yang akan mem-backup mereka ketika para pekerja merasa terganggu mentalnya.
“Ada namanya program wellness, yang dikhususkan bagi karyawan yang merasa terganggu keseimbangan mentalnya. Kita bisa konseling di sana. Dijadwalkan per minggu, jika ingin pengajuan sendiri juga bisa tapi harus di luar jam kerja,” jelasnya.
Dengan begitu maka, penting untuk diingat bahwa tidak semua content moderator akan mengalami gangguan mental. Beberapa organisasi telah meningkatkan upaya untuk menyediakan dukungan dan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerjanya. Namun, risiko gangguan mental tetap ada dalam pekerjaan ini.
Nah, jadi bagaimana? Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan sebab kini para perusahaan pun juga memperhatikan kesehatan mental para pekerjanya dengan menyediakan psikolog.
Bagaimana dengan kamu? Ada minat nggak kerja jadi content moderator? (*/) (Photo credit: Andrea Piacquadio)