Menjadi seorang penulis yang menghasilkan banyak uang, tentu menjadi impian banyak orang. Terlebih bagi orang yang baru berkecimpung dalam dunia literasi yang serba digital ini.
Menjadi seorang penulis yang menghasilkan banyak uang, tentu menjadi impian banyak orang. Terlebih bagi orang yang baru berkecimpung dalam dunia literasi yang serba digital ini. Dengan melihat para penulis yang sukses saja sudah menjadi alasan yang cukup bagi mereka untuk menjadikannya sebagai jalan ninja sambil mengharapkan ketenaran dan kekayaan.
Padahal sesungguhnya hidup tidak seidealis itu. Menjadikan penulis sebagai profesi untuk menciptakan ladang cuan, bukanlah perkara yang mudah, bahkan bisa saja berpotensi melukai hati. Udah menulis dengan menguras pikiran, sambil memikirkan nanti mau makan mi instan atau meneguk obat lambung, ditambah dengan dilema apakah naskah bakalan ditolak atau diterbitkan.
Hal tersebut sudah menjadi dilema penulis pada umumnya. Bahkan ketika tulisan sudah diterbitkan pun, belum tentu bisa menjamin hasilnya akan sesuai dengan harapan isi dompet, itu menjadi salah satu kenyataan bahwa uang dari hasil menulis adalah sebuah ketidakpastian.
Kenyataan tersebut merupakan buah dari hasil pengalaman gue dalam menulis. Dengan meniatkan diri menjadi seorang penulis demi kesuksesan finansial, merupakan tamparan tersendiri bagi gue yang cuma remahan momogi ini. Maka gak heran, jika niat gue dalam menulis pada mulanya menjadi suatu hambatan terbesar dalam pengalaman menulis gue.
Kilas Balik dalam Perjalanan Menulis
Pada awalnya, gue sering menulis cuman sekedar buat nambah uang jajan, karena memang ada beberapa media online yang membayar kontributornya, yaa walaupun cukuplah untuk sekedar nyeruput kopi di pagi hari. Sekitaran dua hingga tiga bulan, gue mulai menulis di berbagai media online dengan ragam nuansa, dimulai dari media yang memuat tulisan mengenai keislaman, politik, masalah kekinian, dan lain sebagainya.
Karena gue pada awalnya niat menulis hanya untuk mendapatkan cuan, alhasil gue menulis banyak artikel, saking kelewat produktifnya, gue pernah dalam seminggu itu menulis 13 artikel. Namun yang diterima ada 8 naskah artikel dengan media online yang berbeda. Dan gue juga pernah terlibat dalam menghasilkan satu buah buku, walaupun statusnya masih buku antologi alias keroyokan, namun gue tetep dapet uang royaliti. Alhasil dari semua bayaran gue selama menulis, gue bisa menabung sedikit demi sedikit sampe kebeli handphone bermerek dan membayar UKT semester sendiri, meskipun ditambah dengan uang mengajar, jualan kopi dan lain-lain.
Hingga datang suatu titik dimana gue ngerasa jenuh dalam menulis, tiba-tiba pikiran gue gak secerah hidupnya Rafathar, melainkan sebaliknya. Gue semakin kalut dan sedikit depresi pada saat itu, karena yang biasanya gue over produktif dalam menulis tiba-tiba jadi merasakan kemacetan ide atau istilah kerennya writing block.
Bukan cuman itu saja, gue juga pernah mentargetkan pendapatan gue selama menulis. Misalnya ketika gue mau ngumpulin uang dari hasil menulis untuk beli suatu barang, namun ketika uang itu sudah mencukupi untuk membeli barang yang gue inginkan, gue ngerasa lelah dalam menulis. Kaya gue mati-matian menulis, ngejer deadline, ngejer pesanan, namun hasil yang gue dapetin masih ga sebanding dengan apa yang gue lakuin.
Salah Niat dalam Menulis
Namun lambat laun, secara tidak sadar, pertanyaan-pertanyaan tentang kenapa gua jadi sejenuh ini dalam pekerjaan yang gue sukai, kenapa ide gue selalu nge-stuck, kenapa pikiran dan mental gue kekuras habis dan lain sebagainya. Seketika terjawab dalam benak gue bahwa niat awal gue dalam menulis itu udah salah.
Dengan pemikiran yang cetek, gue selalu beranggapan bahwa menulis akan membuat gue selalu menghasilkan pundi-pundi uang dengan mudah. Terlebih ketika gue tahu bahwa banyak para penulis yang sukses dan mapan secara finansial berkat hobi menulisnya, sehingga gue mengambil jalan ninja mereka demi uang.
Namun gue sadar, ketika mulai debut menulis dibuku ontologi. gue pernah mendapatkan 10% dari harga jual buku yang gue tulis. Dan 90% nya kemana? Yang 90% mengalir ke penerbit, penulis lain, distributor hingga ke toko buku. Disini gue tertampar, bahwa mencari cuan jalur menulis itu gak semudah omongan para motivator pada seminar kampus. Sehingga gue berpikiran kalau mau jadi kaya, mending menjadi penjual buku dibanding jadi penulis.
Jangan Fokus Menulis Agar Bisa Kaya.
Bagi gue, mengharapkan uang royaliti, maupun honor dari media sebagai sumber penghasilan adalah suatu kegiatan yang melukai hati. Bisa saja royaliti atau honormu lebih gede melebihi gaji kerja PNS selama setahun, namun lebih berkemungkinan bahwa royalitimu hanya setara gaji buruh, yang lebih murah bayarannya.
Yaa, meskipun ada banyak penulis yang terbukti sukses secara finansial karena hobinya dalam menulis, sebut saja seperti Tere Liye ataupun Raditya Dika yang sukses dan mendapatkan banyak cuan dari royaliti buku yang mereka tulis. Namun dibalik kesuksesan mereka, ada jurang-jurang duka yang harus mereka lewati hingga mencapai kesuksesan tersebut.
Artinya apa, dibalik mengikuti jalan ninja penulis sukses seperti Raditya Dika ataupun Tere Liye, ada ribuan penulis lain yang sedang terisak-isak tangis karena royaliti buku mereka hanya senilai ratusan bahkan cuman puluhan ribu rupiah saja itupun kadang telat pembayarannya. Karena apa? Ya karena buku-buku mereka kalah saing dibanding buku-buku penulis yang sudah populer.
Meskipun dengan bentuk apapun kita mengikuti jalan ninja kesuksesan Raditya Dika, itu tak akan lantas membuat kita menjadi Raditya Dika juga. Ibarat kata, mau meniru Issac Newton yang menemukan hukum gravitasi disaat jatuhnya buah apel tepat diatas ubun-ubunnya, namun saat bagian kita malah apes karena ketimpuk buah durian disaat mau menemukan teori hukum gravitasi.
Jadii, pelajaran buat kita yang pernah berharap kaya dan banyak cuan dari menulis, sungguh itu seperti mengharapkan Radja Nainggolan masuk Timnas Indonesia. Intinya begini, menjadi penulis yang kaya itu tidak salah, yang salah itu pontang-panting menulis agar bisa kaya. Kita boleh meniru jalan ninja penulis yang sukses, namun hanya sebatas inspirasi, bukan cara yang harus ditempuh agar bisa kaya.
Jadikanlah menulis sebagai hobi, menulis bukan hanya tentang mencari cuan saja, melainkan sebagai penyenang diri, pelepas dahaga pikiran, dan penebar manfaat buat orang banyak, jangan dijadikan jalan ninja untuk mencari cuan agar bisa kaya. Kalau emang sampean nanti bisa kaya dari menulis, ya anggap aja itu bonus dari sang pencipta. Intinya, jangan terlalu berharap kaya dari menulis.(*/)