Esensi

MENGENAL ‘GIANT SEA WALL’ DAN SEGENTING APA PROYEK INI UNTUK JAKARTA?

Giant Sea Wall akan jadi mega proyek untuk mencegah banjir dan penurunan tanah di Jakarta. Namun, apakah proyek tersebut segenting itu?

title

FROYONION.COM Jakarta sebagai ibu kota Indonesia yang padat penduduk, saat ini terus dihantui oleh masalah banjir yang kronis, konsentrasi penduduk yang tinggi, dan masalah lingkungan lainnya.

Di tengah upaya pemerintah untuk mengatasi tantangan ini, proyek Giant Sea Wall muncul sebagai salah satu solusi yang diusulkan.

Namun, seiring dengan harapan akan penyelesaian masalah banjir, proyek ini juga menuai kritik atas potensi dampak lingkungan yang serius.

Giant Sea Wall merupakan proyek ambisius untuk membangun sebuah tanggul laut raksasa yang bertujuan untuk memitigasi dampak dari degradasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta.

Pada pertengahan 2016, Presiden Joko Widodo memerintahkan penyusunan sebuah studi komprehensif mengenai proyek Pembangunan Pesisir Terpadu North Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau yang dikenal sebagai 'Giant Sea Wall'.

BACA JUGA: BENER NGGAK SIH KERJA DI OUTSOURCING ITU NGGAK BANGET, BIKIN KARIR STUCK?

Instruksi ini kemudian direspons oleh Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro pada akhir tahun yang sama. Proyek mega ini bertujuan untuk mencegah potensi tenggelamnya Jakarta pada tahun 2050.

Dalam studinya, proyek tanggul laut raksasa ini dijelaskan mampu memberikan perlindungan jangka panjang terhadap Jakarta dari banjir rob besar.

FAKTOR YANG MEMBUAT JAKARTA RENTAN KENA BANJIR

Terletak di kondisi geografisnya yang tidak menguntungkan membuat Jakarta, acapkali menjadi wilayah yang retan terkena banjir. Sebenarnya ada setidaknya tiga jenis banjir yang menyerang Jakarta, berikut adalah beberapa jenisnya dikutip dari Pantau Banjir Jakarta:

Banjir Hujan Lokal: Curah hujan tinggi dan berkepanjangan dapat menyebabkan saluran air dan cekungan terisi penuh, sehingga air meluap dan menyebabkan banjir. Dimensi drainase kota Jakarta dirancang untuk menampung debit air dengan curah hujan maksimal tertentu, namun pada hujan besar ekstrem, kapasitas ini terlampaui.

Banjir Kiriman: Jakarta memiliki 13 aliran sungai dan berada di dataran rendah, sehingga rentan terhadap banjir kiriman dari daerah hulu sungai, seperti Jawa Barat dan Banten. Hujan intensitas tinggi di daerah hulu akan mengakibatkan aliran sungai meluap dan menghantarkan air ke Jakarta sebelum menuju laut.

Banjir Rob: Selain hujan dan kiriman air dari hulu, Jakarta juga terkena risiko banjir rob akibat pasang air laut. Wilayah pesisir atau tepi laut Jakarta menjadi rentan terhadap fenomena ini, yang semakin diperparah dengan penurunan muka tanah di utara Jakarta.

SEBERAPA GENTING MEGA PROYEK INI DIBUAT?

Pembangunan giant sea wall disebut merupakan solusi atas banjir rob dan penurunan permukaan tanah yang terus-menerus terjadi.

“Ini adalah salah satu dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang urgent. Menko Perekonomian Pak Airlangga Hartarto saya kira sudah menginisiasi rencana ini sejak lama, cuma memang ada beberapa hal yang perlu diselesaikan terlebih dahulu baik secara aturan maupun sosialisasi ke masyarakat," kata Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar Dave Laksono.

Pembangunan giant sea wall akan menyelamatkan masyarakat di sekitar pesisir pantura sekaligus mampu meningkatkan kontraksi ekonomi yang luar biasa di wilayah setempat.

"Karena nilai proyek ini ratusan triliun sehingga mendorong perputaran ekonomi. Dan ini adalah gebrakan konkret yang dilakukan Menko Perekonomian dalam memastikan perlindungan kepada masyarakat baik secara ekonomi maupun ekosistem serta kelayakan hidup di wilayah pantura. Jadi ini sangat urgent sekali," tegasnya.

Disebut ada beberapa faktor yang mempercepat penurunan muka tanah di Jakarta, termasuk faktor alami (geologi), faktor pengambilan air tanah, dan faktor massa bangunan, semakin memperburuk masalah banjir yang sering menghantui ibu kota Indonesia ini.

Salah satu faktor utama yang diyakini mempercepat penurunan muka tanah adalah pengambilan air tanah yang berlebihan.

BACA JUGA: INILAH ALASAN KENAPA API DI KAWAH GUNUNG IJEN BERWARNA BIRU

Banyak penduduk DKI Jakarta yang masih bergantung pada sumber air tanah untuk kebutuhan sehari-hari mereka, tanpa beralih menggunakan sistem pengelolaan air minum rumah tangga yang lebih berkelanjutan seperti PAM RT.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, laju penurunan muka tanah di wilayah DKI Jakarta mencapai 0,04 hingga 6,30 centimeter per tahun. Hasil pengukuran ini menunjukkan tingkat penurunan yang signifikan selama periode 2015 hingga 2022.

Apalagi semakin bertambahnya angka jumlah penduduk setiap tahun di Jakarta, bahkan sudah tak terkendali lagi. Tercacat, menyadur dari Badan Pusat Statistik (BPS), luas wilayah DKI Jakarta kini 661.23 km², memiliki jumlah penduduk sekitar 9.81 juta jiwa.

Proyeksi BPS menunjukkan ada peningkatan tipis menjadi penduduk sebesar 10.67 juta jiwa pada tahun 2022, naik 0.66% dari tahun sebelumnya.

Jumlah penduduk Jakarta ini setara dengan 3.87% dari total populasi Indonesia pada tahun 2022, menjadikannya yang terbesar keenam di antara provinsi-provinsi lainnya.

Dalam satu dekade terakhir, jumlah penduduk Jakarta terus meningkat, dengan peningkatan sebesar 8.2% dari tahun 2012 hingga 2022.

Kepadatan penduduknya mencapai 15,663 jiwa/km², naik 0.93% dari tahun sebelumnya. DKI Jakarta memiliki kepadatan penduduk tertinggi di antara provinsi lainnya, diikuti oleh Jawa Barat dan Banten. Sedangkan rata-rata kepadatan penduduk nasional hanya sekitar 130 jiwa/km².

Penambahan penduduk di Jakarta juga menjadi faktor yang mengapa proyek ini juga harus segera dilakukan.

TUAI BERAGAM KRITIK, AKANKAH GIANT SEA WALL TERWUJUD?

Struktur mega proyek ini, yang terbuat dari beton atau bata, akan dibangun sejajar dengan pantai, berfungsi sebagai benteng yang melindungi wilayah pedalaman dari gelombang laut dan mencegah erosi pantai.

Rencana pembangunan tanggul laut ini telah lama menjadi pembicaraan di kalangan pengambil kebijakan.

Diskusi tentang pembangunan tanggul pantai dan tanggul laut raksasa telah dimulai sejak 1994 untuk kawasan pesisir utara Jakarta.

Namun, baru pada tahun 2014, rencana ini mulai diwujudkan sebagai bagian dari proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yang terbagi dalam tiga fase pengerjaan: A, B, dan C.

Desakan untuk menyelesaikan proyek Giant Sea Wall semakin kuat, terutama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya proyek ini dalam mencegah banjir.

BACA JUGA: MENGULIK OMONG KOSONG LOVE LANGUAGE, TAPI KOK BANYAK YANG PERCAYA?

Walau proyek Giant Sea Wall diusung sebagai solusi untuk mengatasi banjir di Jakarta, kritik yang dialamatkan kepadanya menyoroti pentingnya memperhatikan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkannya.

Banyak yang mengkhawatirkan bahwa pembangunan Giant Sea Wall dengan cara mereklamasi laut dapat merusak ekosistem laut yang sensitif.

Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menegaskan bahwa proyek ini tidak akan menyentuh akar masalah kehancuran ekologis Pulau Jawa yang telah lama dieksploitasi untuk kepentingan industri ekstraktif di darat maupun di pesisir, laut, dan pulau kecil.

Mereka menganggap bahwa pendekatan teknologi konvensional seperti Giant Sea Wall hanyalah upaya yang tidak menyentuh inti masalah.

Proyek yang bernilai Rp500 triliun bahkan menuai beragam keraguan tersembunyi terkait urgensi "Jakarta tenggelam", yang beberapa pihak, termasuk para pengembang.

Masalah tenggelamnya Jakarta jauh lebih kompleks daripada sekadar menghadapi banjir rob. Jan Sopaheluwakan, seorang ahli geoteknologi, menyarankan agar pemerintah lebih fokus memperbaiki infrastruktur kota sebelum memulai proyek 'Giant Sea Wall'.

“Lebih baik perbaiki kota terlebih dahulu sebelum berbicara tentang 'Giant Sea Wall'," kata dikutip dari Tirto oleh Froyonion.com pada Jumat, 23 Februari 2023.

Ia menegaskan bahwa membangun tanggul raksasa tanpa mengendalikan pengambilan air tanah dengan serius oleh pemerintah akan sia-sia.

Meskipun demikian, ia tetap mengakui pentingnya tanggul raksasa, namun hanya sebagai solusi jangka pendek. Menurutnya, solusi terbaik adalah dengan membuka kembali lahan hijau di selatan dan lahan biru di utara.

"Jika perlu, buatlah cekungan rendah sebagai reservoir banjir permanen," tambahnya.

Ide ini disebut bertentangan juga dengan kebutuhan Jakarta untuk menyediakan ruang bagi penduduknya.

Oleh karena itu, Sopaheluwakan mengusulkan pembangunan hunian vertikal sebagai alternatif, namun tetap mempertimbangkan mata pencaharian masyarakat dan hubungan sosial mereka.

Sementara itu, Muhammad Reza dari Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air menyarankan pembuatan sumur resapan sebagai metode efektif untuk memperkuat tanah Jakarta.

BACA JUGA: GUNUNG PADANG DINOBATKAN SEBAGAI PIRAMIDA TERTUA DI DUNIA, MENUAI PRO DAN KONTRA

Namun, ia menekankan bahwa inisiatif politik pemerintah juga sangat penting dalam pemulihan kota secara menyeluruh. Karena itu, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan peraturan gubernur terkait kebijakan "zero deep well" atau menghentikan penggunaan air tanah.

“Setiap kali banjir, mereka bangun tanggul. Tapi dari mana uangnya? Padahal, masyarakat bersedia direlokasi," tandasnya. "Ini tentang politik.”

Dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin mendesak, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan solusi yang tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam jangka panjang

Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga berusaha menerapkan pendekatan perbaikan lingkungan terkait pengendalian air tanah di Jakarta.

"Kita lakukan bagaimana caranya agar air tanah ini dapat dikendalikan, oleh karena itu pendekatan terhadap Jakarta sebenarnya lebih kepada perbaikan lingkungan. Kita tidak mungkin menghentikan penggunaan air tanah tanpa pemerintah menyediakan air bersih yang bisa digunakan oleh masyarakat," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah di Jakarta menyadur dari Antara, Jumat 23 Februari 2023.

Meski banyak pro dan kontra, sebenarnya dibutuhkan juga kerjasama antar berbagai pihak baik pemangku kebijakan, masyarakat dan pihak-pihak internal maupun eksternal untuk mengkaji proyek ini agar nantinya tidak banyak yang dirugikan.

Nah kalau menurut kamu gimana nih? Perlu nggak sih mega proyek ini dilanjutkan? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Anandita Marwa Aulia

Hanya gadis yang suka menulis