In Depth

MENGAPA KONTEN BERDURASI PENDEK JAUH LEBIH DIMINATI DIBANDINGKAN KONTEN BERDURASI PANJANG?

Sejak lahirnya era TikTok, format konten pun berubah. Jika biasanya kita menikamtai konten berdurasi panjang, kini kita justru memilih untuk menikmati konten berdurasi pendek.

title

FROYONION.COM - Beberapa tahun yang lalu, tepatnya di era tahun 2015an. YouTube nggak bisa dipungkiri menjadi salah satu tempat favorit content creator untuk mengunggah konten yang mereka buat sekaligus menjadi tempat favorit netizen untuk mencari konten yang mereka butuhkan. 

YouTube nggak bisa dipungkiri menjadi platform yang menyediakan berbagai macam konten. Mulai dari konten-konten sifatnya menghibur, sampai ke konten-konten informatif tersedia pada platform tersebut. Terlebih, berbeda dengan platform lain kala itu, YouTube tidak membatasi durasi waktu pada sebuah konten berbentuk video. 

Dulu, platform penyedia konten seperti Instagram, Twitter, Vine, dan lain sebagainya memiliki pembatasan durasi waktu untuk konten berbentuk video. Bahkan, sampai sekarang pun pembatasan durasi waktu pada sebuah konten berbentuk video pun masih diterapkan pada platform-platform tersebut. 

Sampai sekarang, bisa dibilang hanya YouTube yang tidak memberikan batasan durasi waktu pada konten video yang diunggah pada platform mereka. Kalian bisa menemukan konten berdurasi 1 jam lebih di YouTube atau bahkan konten yang hanya berdurasi 1 detik. 

Namun, nyatanya “keunggulan” yang dimiliki oleh YouTube ini nyatanya perlahan kehilangan valuenya. Karena nyatanya, masyarakat internet di era sekarang justru cenderung lebih menyukai konten berdurasi pendek dibandingkan konten berdurasi panjang seperti yang diunggulkan oleh YouTube. 

Satu faktor yang akhirnya membuat YouTube kehilangan “keunggulannya” adalah kelahiran TikTok sebagai penggagas konten-konten video berdurasi singkat. 

MEREDUPNYA KEPOPULERAN YOUTUBE

TikTok nggak bisa dipungkiri telah merubah ekosistem dunia perkontenan. Hampir setiap platform media sosial kini memiliki fitur yang sama dengan TikTok. Instagram dengan “reels”, Twitter dengan tab “For You”, dan bahkan YouTube pun nyatanya mengikuti fitur yang sama dengan TikTok melalui fitur “YouTube Shorts”.

YouTube yang dahulu dianggap sebagai platform penyedia konten video terbaik, secara perlahan posisinya mulai disingkirkan oleh TikTok. 

Mengutip dari The Vergewebsite yang bergerak dalam bidang teknologi, sains, seni, dan budaya. TikTok nyatanya telah melampaui YouTube dalam hal watch time, sejak bulan Juni tahun 2021 setidaknya user TikTok menghabiskan waktu selama 24 jam untuk menyaksikan suatu konten dalam kurun waktu satu bulan. Disisi lain, YouTube memiliki watch time sebesar 22 jam 40 menit per bulan.

Selain itu, mengutip dari Search Engine Journal, setidaknya user TikTok menghabiskan waktu selama 45.8 menit per hari untuk TikTok. Di sisi lain, user YouTube setidaknya menghabiskan waktu  selama 45.6 menit perhari untuk YouTube. 

Dari sini, kita bisa melihat, bahwa nyatanya TikTok perlahan mulai menyalip kepopuleran YouTube. Dari data tersebut juga, rasanya cukup fair untuk mengatakan bahwa konten video berdurasi pendek yang disediakan oleh TikTok nyatanya lebih laku dibandingkan konten berdurasi panjang yang dahulu disediakan oleh YouTube.

Lantas, mengapa akhirnya masyarakat internet di era sekarang cenderung lebih menyukai konten dengan berdurasi pendek seperti yang ditawarkan oleh TikTok yang kemudian diadaptasi oleh platform lain seperti YouTube dan Instagram?

VARIASI AUDIENS

Salah satu penyebab akhirnya terjadi perubahan terhadap skena perkontenan adalah audiens Mengutip kembali dari Search Engine Journal, 95% pengguna YouTube berusia 18-29 tahun, atau berada pada Gen Z.

Di sisi lain, TikTok nyatanya memiliki user dengan variasi umur yang lebih luas. 50% pengguna TikTok berusia 18 dan 24 tahun, dan 17.7% berusia antara 12 dan 17 tahun. Di sini terdapat dua generasi yang terlibat, yaitu Gen Z dan juga Gen Alpha.

Dari sini nyatanya TikTok memiliki user dan juga audiens yang lebih beragam jika dibandingkan dengan YouTube. Rentan usia pengguna TikTok nyatanya lebih luas dibandingkan dengan YouTube. Rentan usia pengguna TikTok dimulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa. Berbeda dengan pengguna YouTube yang hanya memiliki rentan usia dari remaja sampai orang dewasa. 

Tapi, apakah hal tersebut memiliki pengaruh terhadap perubahan jenis konten yang disukai? Tentunya rentan umur audiens akan memiliki pengaruh dengan jenis konten yang dibuat oleh seorang kreator. Dan hal tersebut berlaku dengan durasi konten yang akan dibuat.

Bagaimana caranya agar sebuah konten yang dapat dinikmati oleh orang-orang yang terbiasa menonton YouTube dapat dinikmati juga oleh anak-anak dan remaja yang terbiasa menonton TikTok? 

KONTEN BERDURASI PENDEK  LEBIH BERVARIATIF DAN ADAPTIF

Dahulu, konten TikTok sebenarnya nggak bisa dikatakan sebagai konten pada umumnya yang biasa dinikmati di YouTube. Dulu, konten TikTok hanya sebatas dance aja. Tapi kini, terdapat perubahan besar dalam konten-konten TikTok.

Nyatanya, konten TikTok yang sering kita lihat sekarang adalah bentuk evolusi dari konten-konten yang biasa kita lihat di YouTube. Mulai dari vlog, sketsa, cover lagu, make up tutorial, food review, dan sebagainya. 

Satu-satunya yang akhirnya membedakan hanyalah durasi dari konten tersebut. Jika biasanya kita melihat vlog berdurasi 20-30 menit, kini kita dapat menikmati konten vlog dengan durasi 1 menit.

Dari sini dapat dilihat, bahwa nyatanya konten-konten yang biasa berdurasi panjang, tetap dapat dikemas menjadi konten berdurasi pendek tanpa menghilangkan value dari konten tersebut. 

Sehingga, bisa dibilang konten-konten yang ditawarkan oleh konten berdurasi pendek jauh lebih bervariatif dan adaptif dibandingkan dengan konten berdurasi panjang. Sederhananya, kita tetap dapat menikmati sebuah konten yang umumnya berdurasi panjang melalui sebuah konten yang berdurasi pendek. Karena, values dari konten tersebut tidak hilang. 

Selain itu, nyatanya masyarakat internet merupakan masyarakat yang mudah bosan. Suatu tren konten nggak selamanya akan dikenang dan diingat. Dan inilah yang menjadi kekurangan dari konten berdurasi panjang, monoton dan tidak adaptif.

Di sisi lain, konten berdurasi pendek sangat bervariasi dan adaptif. Kita bisa melihat di TikTok setidaknya tren konten tiap minggunya dapat berubah-ubah. Pun kalau tidak ada perubahan, nyatanya selalu ada format baru yang diterapkan dalam tren tersebut, sehingga selalu ada konten yang terasa fresh dan tidak membosankan.

Contohnya adalah konten dengan lagu jedag-jedug. Sudah berapa banyak konten dengan tren yang sama, tapi entah kenapa masyarakat tidak pernah bosan dengan hal tersebut. Jawabannya sederhana, format yang digunakan selalu berubah-ubah. Satu tren konten nyatanya dapat dibuat menjadi tren lain melalui format yang berbeda. 

Dan ini yang tidak dimiliki oleh YouTube yang kala itu dipenuhi dengan konten berdurasi panjang namun stuck di satu jenis tren. Seperti era vlog, dan lain sebagainya. 

Meskipun sudah mulai jarang diminati, konten dengan durasi panjang nyatanya akan tetap menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat internet. Tapi, apakah akan menjadi hiburan yang langsung dicari ketika dibutuhkan? Well, rasanya konten berdurasi pendek akan menjadi pilihan dalam keadaan tersebut.

Tapi, pada akhirnya akan ada suatu jenis konten yang memang membutuhkan durasi panjang yang tidak bisa diadaptasi menjadi konten berdurasi pendek. Untuk sekarang, konten berdurasi pendek nyatanya jauh lebih diminati. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop