Orang tua emang jadi sosok pertama yang kita kenal, lantas kenapa seringkali kita lebih nyaman bercerita ke teman dibandingkan ke orang tua?
FROYONION.COM - Sebagai manusia tentunya kita membutuhkan sosok lain dalam kehidupan kita. Karena kehadiran sosok tersebut seringkali dapat dijadikan sebagai tempat untuk bercerita. Ketika kita lahir, sosok terdekat buat kita adalah keluarga. Ditambah, dalam ilmu sosiologi pun, keluarga merupakan agen sosisalisasi pertama dalam kehidupan kita.
Tapi, seiring berjalannya waktu muncul pula agen-agen sosialisasi termasuk teman sebaya. Kehadiran teman atau sahabat, perlahan memunculkan fenomena baru yang mana menjadikan sosok teman atau sahabat sebagai orang terdekat kita. Nyatanya, kita seringkali merasa lebih nyaman ketika berada di sekitar teman atau sahabat kita jika dibandingkan di sekitar keluarga kita. Dan perlahan, kita pun seringkali memilih teman kita sebagai tempat bercerita, berkeluh kesah, atau singkatnya mempercayai mereka sebagai tempat curhat dibandingkan curhat ke keluarga dalam hal ini terutama adalah orang tua.
Kenapa pada akhirnya banyak orang yang lebih prefer curhat ke seoarang teman dibandingkan kepada orang tuanya? Padahal, orang tua seringkali dianggap sebagai sosok yang paling mengenal kita, sosok yang membesarkan kita, dan sosok yang hampir kita temui tiap harinya. Tapi kenapa akhirnya kita seringkali lebih nyaman untuk mencurahkan hati kita ke teman kita dibandingkan orang tua kita?
Memang keluarga dalam hal ini orang tua adalah sosok pertama yang kita temui dalam hidup kita. Tapi, rentan usia yang jauh berbeda seringkali menjadi alasan untuk kita enggan bercerita mengenai masalah kita ke orang tua. Karena seringkali apa yang terjadi dengan kita di masa sekarang belum tentu relateable dengan orang tua kita. Sehingga kehadiran sosok yang memiliki usia yang sama seringkali menjadikan alasan sesoerang lebih nyaman bercerita ke temannya.
Terlebih, dengan kesamaan usia seringkali terjadi kesamaan cerita. Beberapa rentan usia seringkali memiliki kesamaan masalah. Misalnya, quarter life crisis, middle life crisis, atau sekadar kegalauan di masa SMA. Memang orang tua kita mungkin pernah mengalami hal tersebut, tapi bagaimana mereka melalui atau menyelesaikan masalah yang terjadi di masa mereka belum tentu dapat diterapkan di masa sekarang.
Salah satu alasan lain yang buat kita seringkali memilih teman sebagai tempat untuk curhat adalah reaksi dari mereka. Seringkali ketika kita curhat, kita emang sekadar ingin bercerita aja, atau simplenya kita cuma butuh orang yang mau mendengarkan kita. Dan sosok teman seringkali dapat melakukan hal tersebut.
Karena seringkali ketika kita berkeluh kesah ke orang tua, reaksi mereka seringkali sangat judgemental dan membanding-bandingkan apa yang kita rasakan dengan apa yang mereka rasakan. Akhirnya bukannya curhat, malah jadi ajang adu nasib antar anak dan orang tua. Dan akhirnya, bukannya lega setelah bercerita justru malah menambah masalah baru dengan orang tua.
Berbeda dengan curhat ke teman yang dapat lebih memahami kondisi kita karena kembali ke alasan awal, yaitu kesamaan usia dan cerita. Dengan curhat ke mereka memang ga menutup kemungkinan bakalan ada adu nasib juga, tapi setidaknya mereka pun paham dengan kondisi yang sedang kita alami karena memiliki kesamaan yang sama dengan kita baik dari usia, cerita, dan juga pemikiran.
Ga bisa kita pungkiri, ketika bersama teman kita bisa jauh lebih lepas dibandingkan dengan orang tua. Seringkali kita enggan terbuka dengan orang tua karena merasa segan dengan mereka. Dibandingkan dengan bersama teman, kita bisa ngelakuin hal konyol, nakal, dan bahkan bercerita dengan terbuka. Tapi dengan orang tua? bahkan beberapa dari kita memiliki identitas yang berbeda ketika di depan teman dan orang tua.
Nyatanya, rasa segan ini juga yang akhirnya menjadikan kita sulit bercerita ke orang tua. Rasa segan mulai dari beda usia sampai takut bercerita mengenai masalah kita karena merasa masalah mereka jauh lebih berat. Kita khawatir dengan kita bercerita mengenai masalah kita ke orang tua justru menjadi beban pikiran untuk mereka. Kita takut, masalah kita justru menjadi masalah mereka ke depannya. Sehingga, sosok teman dirasa menjadi sosok yang bisa lebih dipercaya dibandingkan orang tua untuk bercerita.
Yes, teman kita punya masalah juga, tapi balik lagi sebagai teman sebaya kita seringkali memiliki masalah yang sama, dan ketika kita bercerita ke mereka kita jarang merasa takut dihakimi jika dibandingkan bercerita ke orang tua. Karena rasa segan kita ke mereka ga sebesar rasa segan kita ke orang tua.
Mau sejauh apa usia kita, seberbeda apa cerita kita, setakut apapun kita, dan sesegan apapun kita dengan orang tua kita, tetaplah bercerita mengenai masalah kita ke mereka. Karena gini, sebagai orang tua mereka pun punya hak untuk tau mengenai masalah yang anak mereka alami. Karena, kalau dipikir-pikir hubungan pertemanan bisa aja berganti, tapi hubungan anak dan orang tua bakalan tetap abadi.
Emang orang tua kita seringkali kolot dengan membanding-bandingkan masalah mereka di masa muda dengan masalah kita di masa sekarang, tapi percaya deh dengan sering berdiskusi dengan mereka perlahan mereka juga bakalan paham dengan keadaan lo sekarang. Mungkin lo akan merasa sungkan cerita mengalami masalah percintaan, tapi di beberapa masalah mulai dari karir, rumah tangga, ataupun hal lainnya mereka bisa memberikan insight yang lebih bermakna karena mereka udah pernah melalui hal tersebut.
Emang pada akhirnya teman akan menjadi sosok yang memberikan kenyamanan untuk bercerita, tapi di kondisi lain sosok orang tua seringkali lebih kita butuhkan untuk bercerita dibandingkan dengan teman. Jadi, jangan lupa kasih tau keadaan lo ke orang tua lo juga ya Civs! Jangan cuma cerita ke teman doang, atau bahkan mendem masalah lo sendirian. (*/)