In Depth

MACET JAKARTA MAKIN PARAH, MANJUR KAH KERJA HYBRID?

Kerja di Jakarta udah pasti akrab ama yang namanya macet, Civs. Pasca pandemi, kemacetan seolah menjadi-jadi. Kok bisa ya?

title

FROYONION.COM - Jakarta kotaku indah dan megah. Begitu kata lagu Gang Kelinci milik Lilis Suryani. Emang sih, Jakarta kota yang penuh kemewahan dan kemegahan gedung-gedung pencakar langit. Namun, tahu sendiri Jakarta pun merupakan sarangnya macet. 

Banyak sisi gelap kota Jakarta yang pasti gak asing lagi bagi warganya. Salah satunya adalah KEMACETAN. sudah jadi langganan dan mendarah daging, ya. Ibarat makan nasi ayam tanpa sambal, Jakarta tanpa macet tuh, kurang lengkap gitu. 

Warga Jakarta sendiri sepertinya sudah terbiasa dan cenderung bingung ketika Jakarta sedikit lengang. “Tumben banget nih gak macet,” kata salah satu pria yang mengendarai mobil Brio sambil melintasi jalan Thamrin sore hari. 

Tapi, Jakarta pernah sedikit bernafas dari macet ketika pandemi. Karena peraturan diwajibkannya WFH atau Work From Home

BACA JUGA: REKOMENDASI BAKMI TERENAK JAKARTA DAN TANGERANG YANG HARUS LO CICIP MINIMAL SEKALI SEUMUR HIDUP!

MACET SEBAGAI INDIKATOR EKONOMI PULIH

Namun, memasuki fase kedua pandemi di tahun 2021, masyarakat justru berbondong-bondong membeli kendaraan pribadi seperti mobil dan motor demi membantu mobilitas mereka selama masa pandemi. 

Bahkan menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), sepanjang tahun 2021, tercatat sebanyak 887.202 unit penjualan mobil baru. Meningkat sebesar 66,7% dari tahun 2020 yang mencatat penjualan sebesar 532.027 unit. 

Ya, di satu sisi hal ini menunjukan pertumbuhan ekonomi yang positif selama masa pandemi. Namun, bisa jadi ini menjadi salah satu alasan kenapa Jakarta semakin macet. 

Selama masa pandemi, masyarakat cenderung menghindari kerumunan, which is transportasi umum jadi pilihan kesekian. Banyak yang memilih berpergian menggunakan transportasi pribadi. 

Tapi, kenapa gak begitu terasa macetnya tahun lalu? Ya karena masih banyak perusahaan yang menerapkan kerja dari rumah dan program vaksinasi yang belum sempurna dijalankan. 

Sekarang? Tahun 2022 ke 2023, masyarakat rata-rata sudah divaksin lengkap. Banyak perusahaan sudah mulai mewajibkan WFO atau Work From Office kembali. 

Saya sendiri pernah merasakan naik kendaraan umum di masa pandemi 2021 ketika perusahaan masih banyak yang menerapkan WFH, setiap hari berangkat menggunakan KRL dan Transjakarta. 

BACA JUGA: AWAN .FEAST: MELEPASKAN EMOSI NEGATIF DENGAN BERSEPEDA JAKARTA-BANDUNG

KERJA HYBRID SEBAGAI ALTERNATIF

Berangkat pukul 07:00 WIB dari Lenteng Agung, Jakarta Selatan dan sampai di kantor daerah Letjen S. Parman, Central Park itu pukul 8.40 WIB. Transjakarta dari halte Cawang ke Letjen S. Parman itu hanya sekitar 30 menit. Pulang dan pergi ditempuh dengan waktu yang sama. 

Sementara ketika satu tahun berjalan, seluruh masyarakat mulai melakukan mobilitas secara normal di tahun 2022, sampai sekarang, pulang kantor pukul 17:00 WIB, Transjakarta datang cukup lama karena terjebak macet, di jalan pun terjebak macet, jadi sampai di halte Transjakarta cawang bisa memakan waktu satu setengah jam. 

Selisih satu jam dari tahun 2021 ketika masih banyak yang kerja dari rumah.  Total perjalanan pulang bisa 3 jam yang tadinya hanya butuh 1,5 jam. 

Belum lagi, membludaknya penumpang KRL di stasiun-stasiun Jakarta. Seperti yang kemarin ramai dibicarakan, stasiun Manggarai. Sampai ada yang memilih keluar dari pekerjaannya karena nggak mau transit di Manggarai. 

Bahkan Januari lalu, sempat ada gerakan petisi yang meminta dikembalikannya Work From Home, tapi kata pemerintah, dikembalikan ke kebijakan masing-masing perusahaan. 

Terus solusinya apa ya? Segitu parahnya kah, Jakarta ini? Naik bus macet, naik KRL kejepit manusia-manusia lain. 

Akhirnya banyak perusahaan yang memilih untuk tetap menerapkan kebijakan WFH dengan sedikit perubahan yaitu Kerja Hybrid. Yaitu, misalnya 3 hari kerja di kantor, 3 hari kerja di rumah, atau seminggu di kantor, minggu depannya di rumah. Tergantung kebijakan internal masing-masing perusahaannya. 

Anisha Salsabilla, karyawan di salah satu perusahaan yang menerapkan sistem kerja hybrid ini mengaku kalau sistem kerja hybrid cukup membantu dirinya. “Lumayan ngebantu banget, sih. Jadi waktunya nggak abis di jalanan,” katanya. 

Ketika ditanya “Apakah sistem kerja hybrid membantu penguraian kemacetan Jakarta?”

“Sebenernya sih lumayan ya, karena sekarang banyak kantor yang menerapkan sistem ini. Tapi, faktanya kan tetep macet, nah apalagi kalo kantor-kantor ini yang menerapkan hybrid tetep menerapkan full WFO. Bisa makin parah dari sekarang, kan?” lanjutnya 

BELUM ADA SOLUSI

Dapat disimpulkan bahwa kemacetan Jakarta bukan hanya disebabkan para karyawan yang bekerja. Karena sejauh ini, meski sudah banyak perusahaan yang menerapkan sistem kerja hybrid, nyatanya Jakarta masih menjadi lautan kendaraan. Bisa dibayangkan jika perusahaan yang menerapkan sistem WFH atau hybrid saat ini kembali menerapkan sistem WFO? Bisa-bisa Jakarta menjadi lebih macet lagi dari hari ini. 

Kemacetan Jakarta memang menjadi momok menakutkan. Upaya terus dilakukan. Pemerintah tampaknya sudah berupaya, namun tampaknya belum ada yang bisa memberi jawaban dan hasil yang sepadan. Himbauan penggunaan transportasi umum terus digaungkan, tapi infrastruktur masih dipertanyakan. 

Demi Jakarta yang lebih menenangkan, sepertinya masih butuh waktu panjang dan kerja sama semua lapisan. Pembangunan-pembangunan terus direncanakan, menambah armada bus dan kereta, yang terbaru yaitu membuat 10 jalan tembus untuk terhubung ke jalan utama Jakarta. Apakah akan berhasil untuk jangka waktu yang lama? 

Sejumlah perusahaan menerapkan sistem kerja hybrid mungkin berpengaruh dan memberikan manfaat baik untuk setiap karyawannya secara pribadi, tapi belum memberikan efek secara masif. Kalau ketika masa pandemi kemacetan bisa dikurangi, apakah sistem kerja yang sama juga harus kembali diadopsi? Menurut kamu gimana? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Annya Leonny

Gemar membaca dan menulis sambil menyulam mimpi.