In Depth

LIKA-LIKU KULIAH HYBRID: EFEKTIVITAS DAN ENAK NGGAK ENAKNYA

Nggak cuma taneman yang bisa hibrida. Kuliah pun sekarang juga hybrid, Civs! Katanya sih kuliah model gini lebih fleksibel, enak karena bisa di mana aja. Di sini gue bakal bahas kuliah hybrid dari nggak cuma perspektif mahasiswa tapi juga dosen-dosen.

title

FROYONION.COM - Tahu nggak kalau kampus-kampus tanah air itu mayoritas akan dan bahkan ada yang sudah mulai memberlakukan perkuliahan secara hybrid atau bauran? Tapi, sebelum ngomongin hal ini lebih jauh, sebenarnya apa sih definisi kuliah hybrid itu?

Merujuk pada Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Semester Genap Tahun Akademik 2021/2022 di Perguruan Tinggi pada Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, hybrid learning atau perkuliahan bauran merupakan mekanisme pembelajaran yang mengkombinasikan antara perkuliahan daring dengan perkuliahan luring dalam rentang waktu yang terbatas.

Nah, kampus gue juga menjadi salah satu kampus yang bakal memberlakukan kuliah hybrid di semester genap ini, Civs. Bukan tanpa alasan, tapi demi memenuhi capaian pembelajaran lulusan (CPL) dan capaian pembelajaran mata kuliah (CPMK), maka perkuliahan mau nggak mau harus dilaksanakan secara tatap muka. Baik itu pemerintah maupun kampus juga pasti udah berusaha memutar otak semaksimal mungkin, demi mencari cara agar mahasiswanya dapat memenuhi CPL dan CPMKnya masing-masing.

Namun, menilik pada laju Covid-19 yang terus naik sejak memasuki tahun 2022. Apa iya kita tetap harus melaksanakan kuliah secara luring atau tatap muka di kampus? 

LEBIH PASIF

Buat gue yang merupakan seorang mahasiswa angkatan 2020, asam garam kuliah daring udah gue cicipin sejak masa-masa ospek. Mulai dari ospek kampus, ospek fakultas, sampai ke makrab jurusan gue jalanin dari depan layar laptop. Punggung pegel-pegel, mata perih, sampai ngantuk berlebih udah jadi makanan sehari-hari.

Hal ini tentu saja nggak bisa diprotes. Sebab, mau bagaimanapun juga eksistensi orientasi studi dan pengenalan kampus atau yang biasa disingkat ospek masih sangat diperlukan bagi mahasiswa baru. Mulai dari informasi seputar tips dan trik survive di dunia perkuliahan, sampai informasi tentang UKM atau organisasi apa saja yang ada di kampus hadir guna membantu para maba dalam menjalani fase baru di hidupnya ini.

Maka dari itu, meskipun situasi dan kondisi nggak memungkinkan buat bertemu secara langsung, ospek harus tetap jalan dengan mekanisme online atau daring. Hal ini kemudian terus berlanjut sampai di kelas-kelas perkuliahan. Tantangan baru pun bermunculan, mulai dari keterbatasan sarana penunjang kuliah daring (internet dan gawai), sampai distraksi yang terus-terusan hadir silih berganti ketika sedang fokus mengikuti kelas.

Sulitnya lagi, selain permasalahan kuliah, ada banyak mahasiswa yang ternyata kesusahan dalam bersosialisasi dengan orang baru. Kita bisa mengamini bersama bahwa ngobrol tanpa melihat wajah itu agak susah dan ini yang jadi salah satu masalah. Pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana caranya memulai percakapan, bagaimana caranya berteman dengan orang baru menjadi overthinking rutin di malam hari.

Mahasiswa juga menjadi lebih pasif sejak transformasi mekanisme perkuliahan ini. Misal ketika dosen sedang menjelaskan materi melalui Zoom Meetings, Google Meet, atau platform lain yang menunjang perkuliahan daring. Bisa dihitung jari seberapa banyak mahasiswa yang menyalakan kameranya atau yang bertanya secara aktif ketika kelas berlangsung.

MAKIN NYAMAN ATAU CAPEK?

Seperti yang udah gue coba jelaskan melalui sudut pandang dan pengalaman pribadi sebagai seseorang yang juga mahasiswa. Sejatinya memang diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai mekanisme baru dalam mengatasi berbagai macam permasalahan tersebut. Munculnya opsi kuliah hybrid bisa jadi sebuah jawaban yang solutif apabila dapat diterapkan dengan sebagaimana mestinya.

Apabila dilihat dari kedua sisi baik itu mahasiswa dan tenaga pendidik, bisa dibilang kalau sekarang kita ada di antara dua persepsi. Ada yang semakin nyaman dalam menjalani kuliah daringnya, tetapi di lain sisi ada yang udah di fase lelah banget dengan kuliah daring ini

Untuk yang semakin nyaman tentu saja dirasakan oleh orang-orang yang memiliki privilege terhadap sarana dan aksesibilitas penunjang kuliah daring. Namun, bagaimana dengan yang ada di fase lelah? Tentu saja hal ini dirasakan oleh orang-orang memiliki kendala. Baik itu terkendala perihal sarana maupun perihal personal seperti faktor kepribadian dan usia. 

Dosen-dosen yang sudah berusia lanjut pun dilanda dilema. Di satu sisi, faktor usia menjadi keterbatasan dalam proses penyampaian materi selama perkuliahan secara daring berlangsung karena dosen menjadi lebih mudah lelah. Namun, di lain sisi apabila kuliah dilaksanakan secara luring, maka akan lebih rentan terjangkit Covid-19 mengingat virus ini lebih mudah menyerang orang berusia lanjut.

Hal ini kemudian membawa kita kembali ke topik pembahasan utama, yakni apakah mekanisme kuliah hybrid ini memang benar-benar efektif? Demi alasan memenuhi CPL dan CPMK mahasiswa, perkuliahan secara hybrid pada dasarnya memang sangat dibutuhkan. Terlebih bagi mata kuliah yang mengharuskan adanya praktikum seperti yang kerap ditemui di jurusan-jurusan saintek, salah satunya teknik.

Rasanya sulit sekali menjalankan mata kuliah yang memerlukan adanya praktikum guna memenuhi CPMK yang telah diterapkan. Makanya, menurut gue mekanisme kuliah hybrid ini bisa dibilang cukup efektif. Terlebih ketika kita sudah menjalankan program vaksinasi dua kali dan memang mata kuliah yang akan dilaksanakan secara luring memiliki urgensi yang tinggi. 

Kemudian, apapun keputusan pemerintah maupun tiap-tiap kampus terhadap penerapan perkuliahan secara hybrid semoga adalah yang paling baik. Harapannya pula, protokol kesehatan dapat diaplikasikan secara ketat mengingat laju Covid-19 yang terus melonjak. Jangan sampai penyebaran Covid-19 semakin meluas dan berakhir membahayakan masyarakat, alih-alih malah menjadi opsi alternatif yang solutif bagi kampus yang menerapkan mekanisme tersebut. (*/)

BACA JUGA: 2 MUSISI INDONESIA YANG PATUT DIJADIKAN MATA KULIAH KAYAK TAYLOR SWIFT

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Haidhar Fadhil

Mahasiswa HI yang suka nulis, seni, musik, dan motor