Menkominfo nggak sanggup mencegah konten pornografi lewat penggunaan VPN karena termasuk ranah pribadi masing-masing individu. Kira-kira, apa dampaknya di masa depan?
FROYONION.COM - Beberapa hari yang lalu (10/4), Menkominfo Johnny G. Plate mengadakan konferensi pers di kediamannya. Lewat pertemuan itu, ia menerangkan bahwa pihaknya udah berusaha semaksimal mungkin dalam upaya memberantas konten-konten pornografi yang ada di internet.
Menariknya, dalam pertemuan itu, Menkominfo juga mengindikasikan ketidaksanggupan pihaknya dalam membatasi akses masyarakat ke konten-konten pornografi lewat penggunaan VPN.
“Kalau VPN lain lagi, kalau VPN yang dibutuhkan ketahanan kita, etika dan moral pribadi, karena itu di luar sistem penyelenggara elektronik. Itu butuh ketahanan moralitas,” ujar Menkominfo dalam jumpa pers itu, dikutip dari Kompas.
Dalam keterangan itu, ia menjelaskan bahwa penggunaan VPN termasuk ke dalam ranah pribadi seseorang, artinya setiap konten yang diakses selayaknya udah jadi tanggung jawab dari masing-masing individu.
Pihaknya cuma menyampaikan kekecewaan, utamanya ditujukan kepada masyarakat yang cuma menggunakan VPN untuk mengakses konten-konten pornografi aja, dan bukan dimanfaatkan untuk hal yang lebih positif.
Dari pernyataan Menkominfo itu, sekarang jadi cukup jelas bahwa pemerintah udah semakin sadar bahwa blokir-memblokir website bukan lagi senjata ampuh yang bisa membungkam praktik penyebaran dan akses ke konten pornografi. Karena VPN selalu bisa jadi andalan untuk meng-counter jerat ‘Internet Positif’-nya Kominfo (nggak cuma pornografi aja, tapi juga judi online, forum jual-beli data, dll).
Hal yang menjadi ketakutan adalah semakin maraknya akses ke konten pornografi di masa yang akan datang. Kira-kira, apa dampaknya?
Dari apa yang telah Menkominfo jelaskan sebelumnya, setelahnya ada beberapa netizen di Twitter yang sempat melancarkan sebuah narasi yang bikin mata melotot, “Negara yang melegalkan kasus pornografi bisa memperkecil kasus kekerasan seksual”.
Apakah pernyataan ini valid? Atau malah sebaliknya?
Dari sebuah artikel Froyonion yang pernah membahas tentang edukasi seks pada bulan Februari yang lalu, Sisil (content creator edukasi seks) menyatakan bahwa anak muda yang teredukasi secara baik tentang seks malah makin kritis dan nggak penasaran lagi sama hal-hal begituan.
BACA JUGA: KENAPA EDUKASI SEKS MASIH DIANGGAP TABU DI INDONESIA?
Secara teori, mungkin pernyataan ini bisa dianggap valid. Menurut gue, semakin dilarang, manusia akan jadi semakin penasaran dan pengen nyobain, terutama hal yang masih tabu, kayak seks.
Sedangkan manusia yang teredukasi dengan baik dan dikenalkan sama suatu hal dengan cara yang tepat, pasti akan jadi lebih aware dan concern sama hal itu. Ibaratnya, udah nggak penasaran lagi deh karena udah tau banyak tentang hal itu.
Tapi dalam praktiknya, legalnya pornografi belum tentu bisa memperkecil angka kasus kekerasan seksual yang terjadi, parahnya malah semakin mendorong terjadinya kekerasan seksual. Kok bisa?
Lewat sebuah jurnal yang dipublikasi oleh Dr. John D. Foubert dari Oklahoma State University, ditemukan fakta bahwa ‘resep rahasia’ dari maraknya kasus pemerkosaan terhadap perempuan disebabkan oleh semakin cepat dan mudahnya akses terhadap pornografi di internet.
Beberapa neurologists juga sempat melakukan penelitian dengan mengamati sel saraf pada otak laki-laki saat sedang menonton film porno. Hasilnya ditemukan bahwa semakin sering seorang laki-laki menonton film porno, maka otaknya akan semakin menganggap bahwa wanita adalah sebuah objek, bukan seorang manusia lagi.
BACA JUGA: RUU TPKS DISAHKAN: KINI KORBAN PELECEHAN SEKSUAL NGGAK PERLU LAGI TAKUT LAPOR
Dr. Foubert juga menjelaskan bahwa adegan seks dalam film porno zaman sekarang kebanyakan berisi agresi fisik dan verbal dari sang aktor pria. Parahnya lagi, aktor wanitanya juga terlihat senang dan suka terhadap perlakuan itu. Dari film porno inilah yang kemudian menjadi contoh bahwa perempuan lebih sering dianggap sebagai objek seksual belaka.
Contohnya di India, dari sebuah studi pada tahun 2015 ditemukan adanya hubungan yang kuat antara peningkatan ketersediaan internet dan peningkatan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Ada sebuah hubungan temporer yang terjadi di antara keduanya, misalnya pada tahun 2005 terjadi peningkatan pelecehan seksual, dan di tahun 2006 terjadi peningkatan ketersediaan internet di negara itu. Para peneliti percaya bahwa kejadian ini bukan sekedar ‘anomali’ atau ketidaksengajaan karena didukung oleh banyak penelitian dengan hasil yang serupa.
Udah nggak terhitung banyaknya kasus kekerasan seksual yang disebabkan karena film porno. Contoh paling baru di negara kita adalah kasus ayah yang tega memperkosa anak kandungnya yang baru berusia 8 tahun hingga tewas di Semarang karena efek dari film porno.
Pada akhirnya, semua akan kembali ke individu masing-masing, Civs. Terlepas dari kuatnya upaya pemerintah dalam memberantas hal ini, kalo nggak didukung dengan kesadaran masyarakat pasti nggak akan berhasil juga.
Rendahnya ketahanan moral dirasa jadi akar masalah yang menyebabkan maraknya akses terhadap konten pornografi di negara kita. Karena nggak peduli seberapa kuatnya usaha pemerintah dalam memblokir konten-konten ini, pihak-pihak tertentu pasti selalu punya cara untuk bisa mengakses dan menikmati konten itu, terlepas dari adanya VPN, Proxy, bentuk apapun yang luput dari kuasa pemerintah.
Nah, kalo Kemkominfo aja udah ‘nyerah’ sama hal ini, artinya tinggal kita aja yang perlu sadar diri. Ke depannya, masih mau akses konten pornografi atau nggak, Civs? (*/)
BACA JUGA: CARA YANG ‘BENAR’ NONTON FILM BIRU