In Depth

KOK BISA MENGKRITIK PEMERINTAH MALAH DAPAT LAPORAN POLISI?

Menyampaikan kritik di negara sendiri memang agak lain. Bukannya dijawab dengan data dan fakta justru dilaporkan ke Polisi karena dituduh menyebarkan hoaks. Mau heran tapi ini Indonesia.

title

FROYONION.COM - Seorang pemuda yang bernama Bima Yudho Saputro viral di lini masa setelah kontennya di laporkan ke pihak berwajib. Dalam video yang beredar tersebut berisi kritikan kepada pemerintah provinsi Lampung atas segala ketimpangan yang terjadi. Alih-alih mendapat jawaban positif dari pemerintah setempat, beliau malah terancam pidana.

Fenomena ini tentu mencederai proses demokrasi bangsa kita. Katanya negara ini adalah negara yang memberikan kebebasan rakyatnya untuk mengkritik. Tapi faktanya tidak demikian. Agak ngeri-ngeri sedap juga bangsa kita ini. 

Adapun yang menjadi isi kritik dari Bima ialah pertama ia mengkritik kota baru yang sudah di gagas Provinsi Lampung. Sampai hari ini proyek tersebut mangkrak dan tidak jelas ujung nasibnya. Padahal anggaran yang sudah dikucurkan untuk proyek ini angkanya sangat besar.

Kedua beliau mengkritik tentang jalan di Lampung yang kualitasnya tidak seperti yang seharusnya. 1 kilometer bagus, 1 kilometer berlubang. Bukannya dibenahi secara maksimal, jalanan hanya ditempel seperti permainan ular tangga. 

Ketiga, Bima menyebut pendidikan kota lampung juga sangat sengkarut. Sistem pendidikan yang tidak bagus membuat masyarakat Lampung lebih gemar kuliah ke luar kota dibanding di dalam kota. Lalu ia juga menyinggung carut marut budaya orang dalam ketika proses penerimaan mahasiswa baru dilakukan. 

Lalu yang keempat ialah tentang provinsi Lampung yang hanya bergantung pada pertanian. Menurutnya hasil pertanian tersebut tidak maksimal dan tidak membuat masyarakat Lampung sejahtera. Harga yang fluktuatif menjadi faktor mengapa hal tersebut terjadi. 

Konten yang berjudul “Alasan Lampung Gak Maju-Maju” ini sudah ditonton oleh jutaan mata. Banyak yang menyesalkan mengapa proses pelaporan Bima ke Polisi harus terjadi. Tentu masih banyak cara yang lebih elegan untuk menjawab kritik, bukan malah sebaliknya. 

UU ITE DAN PASAL KARET

Dengan gampangnya saat ini, siapa saja bisa melaporkan Anda jika merasa dirugikan dengan kritik secara terbuka. Padahal kritik itu itu menyehatkan, ucap Presiden Jokowi. Lalu mengapa sesama anak bangsa masih kaku dan terusik dengan kritik?

Jika kita telaah laporan yang dilayangkan oleh salah seorang pengacara di Lampung, maka Bima diduga menyebarkan konten hoaks atau berita bohong. Pada pasal 45A ayat (1) UU ITE disebutkan, “setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar”.

Pasal ini merupakan pasal karet yang sering digunakan oleh orang lain untuk memukul lawan politiknya. Penggunaan pasal ini bukan sekali dua kali terjadi tetapi sudah berulang. Jadi, kasus pelaporan tersebut sudah basi dan ujung-ujungnya mungkin nanti akan tabayun.

Kita juga mungkin berharap agar laporan tersebut dicabut saja karena hanya akan memojokkan pemerintah. Yang Mas Bima butuhkan saat ini tentu jawaban atas kritiknya karena berdasarkan video tersebut Mas Bima berbicara dengan data bukan dengan khayalan semata. 

Jika saja data acuan Bima itu mengandung unsur kebohongan maka silahkan dibuka data yang real time. Dari data itu bisa sama-sama kita uji siapa yang berbohong. Andaikata data itu benar, maka Bima berhak sebagai whistle blower yang harus sama-sama kita dukung secara moral.

TAK BISA MENJAWAB KRITIK 

Pemerintah yang dikritik oleh siapapun khususnya dari anak muda sepertinya tak pernah belajar. Dulu pada zaman orde baru kritik tidak hanya dilarang, berekspresi pun sangat dibatasi. Om Indro yang melawan kritik dengan komedi halus aja dibuat was-was pada masa itu. 

Hari ini kebebasan itu sebenarnya ada tapi pemerintah tetap saja tak bisa menjawab kritik dengan fakta mereka. Yang mereka bisa lakukan adalah diam seribu bahasa. Menggunakan tangan orang lain untuk membungkam kritik adalah cara lama yang sudah usang.

Pelaporan yang diterima oleh Bima tentu membuka mata kita khususnya anak muda yang akan menjadi tonggak estafet bangsa ini. Bukankah pelaporan tersebut hanya akan menimbulkan insinuasi negatif bahwasanya politik itu kejam dan kotor? Wajar kalau anak muda alergi dan pasrah dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah.

Ketika seseorang mengkritik, maka itu adalah luapan ketulusan hati mereka untuk perubahan menuju arah kebaikan. Kritik tercipta dari proses pengamatan secara pribadi dan data dari suatu penelitian. Pemerintah menjanjikan A tapi mengapa janji itu tidak ditunaikan?

Mungkin ditunaikan tapi tidak diselesaikan seperti kasus Hambalang atau Kota Baru yang disebut oleh Bima. Kritik melahirkan sebuah tanda tanya besar bagi masyarakat Lampung dan masyarakat luas. Kebijakan pemerintah yang seperti ini patut kita duga jangan-jangan ada oknum yang bermain di dalamnya. 

Proses interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya kan lewat kritik. Bila kritik dibungkam, menyampaikan opini malah di laporkan, kira-kira mau kemana bangsa kita? Sebagai anak muda kita tentu sepakat bahwa ini adalah langkah mundur peradaban demokrasi di tanah air.

PROTECTION VISA DARI AUSTRALIA

Setelah mendapat informasi bahwa Bima dilaporkan ke Polisi maka beliau langsung merespon laporan tersebut dengan sebuah foto yang bertuliskan Protection Visa. Saat ini diketahui yang bersangkutan sedang menempuh pendidikannya di Australia. Tentu ditangannya ada visa sebagai pelajar atau student visa subclass 500

Protection Visa adalah pemberian visa bagi seseorang yang merasa keamanannya terancam jika kembali ke negeri asal. Bima mengkonfirmasi hal ini jika saja ia merasa terintimidasi dan pemerintah Indonesia terus mengejarnya atas pelaporan polisi tersebut. Bila pengajuan ini diterima oleh pemerintah Australia maka Bima akan sangat sulit disentuh oleh hukum yang berlaku di Indonesia.

Apa yang dilakukan oleh Bima ini bak di film laga. Saat Anda dicari-cari oleh pemerintah Anda sendiri maka solusinya adalah mencari suaka. Dari pada habis di negeri sendiri lebih baik selamat walau jauh dari kampung halaman.

Kritik yang dibuat oleh Bima memang mengandung risiko yang besar. Nama baiknya ikut terseret dan laporan pidana ini akan membahayakan sekolahnya. Tetapi apa yang ia lakukan akan menjadi moodboster bagi kita bahwa jangan takut selagi Anda benar.

Bima juga mengkritik dengan data sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Kritik yang tak berbasis data memang bisa juga tetapi kekuatan argumen tanpa data akan sangat mudah dipatahkan. Cara seperti ini tentu cara anak muda banget.

UU ITE yang berlaku di Indonesia sepertinya perlu untuk direvisi kembali. Jangan sampai aturan yang dibuat malah mempersulit kita sendiri. Di sisi yang lain mengkritik dengan data yang palsu juga sama berbahanya. Oleh karena itu pemerintah dan yang terhormat DPR perlu untuk menyusun undang-undang ITE. 

Dari kasus Bima kita bisa belajar bahwa menyampaikan pendapat di negeri ini belum benar-benar dijamin kemanannya. Kritik yang dijawab dengan pelaporan ke polisi sangat mengganggu agenda reformasi kita. Seorang muda yang belajar berargumen harus diberangus oleh cara-cara yang tidak berkenan. Kasus ini semoga tidak sampai lanjut dan segera dicabut. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Sony Ruben

Freelancer sekaligus mahasiswa Hukum di UT. Sedikit menulis dan banyak jalan-jalan…