Esensi

KETIKA YOLO DAN FOMO BIKIN GEN Z RENTAN TERJERAT PINJOL

Mengapa milenial dan Gen Z sering terjebak masalah keuangan? Gaya hidup YOLO dan FOMO ternyata membawa mereka pada keputusan finansial yang buruk, lho. Baca selengkapnya di sini!

title

FROYONION.COM - Kalau dibandingkan dengan Baby Boomers dan Gen X, generasi milenial dan Gen Z dianggap punya kondisi ekonomi yang lebih sulit. Menurut studi yang diterbitkan di American Journal of Sociology pada September 2023, salah satu alasannya adalah gaya hidup.

Milenial dan Gen Z sering menjalani gaya hidup kelas menengah yang lebih mewah dibandingkan generasi baby boomer di usia yang sama. Dengan konsep ekonomi baru dan kebebasan mengelola uang, mereka sering kali menghabiskan lebih dari yang bisa mereka tanggung.

Dr. Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan hal yang serupa. Menurutnya, milenial dan Gen Z lebih banyak menghabiskan uang untuk kesenangan daripada menabung atau berinvestasi.

Kalau sudah kepepet, mereka sering memilih jalan pintas dengan meminjam dari pinjaman online (pinjol). Meski awalnya terlihat membantu, pinjol bisa menjadi masalah besar jika tidak mampu membayar.

"Banyak generasi muda yang terjebak pinjol karena hutang untuk kebutuhan konsumtif dan keperluan yang tidak bijaksana," katanya, dikutip dari rilis di laman Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (12/6/2024).

SELAIN ITU, APA MASALAH KEUANGAN MILENIAL DAN GEN Z?

Bukan cuma pinjol, kedua generasi ini juga sering menghadapi masalah keuangan seperti investasi bodong. Kiki, panggilan akrab Friderica, mengatakan penyebabnya bisa berkaitan dengan prinsip hidup You Only Live Once (YOLO) dan Fear Of Missing Out (FOMO).

YOLO sering dikaitkan dengan menikmati hidup secara maksimal dan bebas, dengan pemikiran bahwa hidup hanya sekali. Sedangkan FOMO membuat seseorang merasa tertinggal kalau tidak mengikuti tren. Ini sering dipicu oleh media sosial, di mana mereka meniru influencer atau idolanya.

Media sosial juga jadi tempat penyebaran informasi pribadi yang luas. Ini bisa sangat berbahaya jika tidak disadari, misalnya mengunggah KTP, alamat rumah, dan informasi pribadi lainnya yang bisa dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab. Karena ingin mengikuti idola mereka, FOMO bisa membawa generasi muda terjebak dalam investasi bodong.

Kiki dengan tegas mengatakan bahwa YOLO dan FOMO adalah dua prinsip hidup yang perlu diperhatikan. Karena dengan iming-iming yang menggiurkan, Gen Z dan milenial bisa jadi korban masalah keuangan.

"Prinsip tersebut membawa generasi muda pada keputusan buruk, salah satunya tidak menyiapkan dana darurat," kata Kiki.

WAKTUNYA BELAJAR MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN

Jadi, apa yang bisa dilakukan milenial dan Gen Z? Jawabannya, menurut Kiki, adalah belajar perencanaan keuangan dengan benar.

Dengan jumlah Gen Z dan milenial yang mencapai lebih dari setengah penduduk Indonesia, di masa depan mereka adalah pemain penting dalam ekonomi negara. Jadi, mereka harus dibekali pemahaman keuangan yang memadai.

Sayangnya, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) oleh OJK pada tahun 2022 mencatat bahwa generasi muda Indonesia memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang sangat rendah. Untuk penduduk berusia 15-17 tahun, tingkat literasi keuangan hanya 43% dan inklusinya 69%.

"Angka itu jauh di bawah tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional yang mencapai 49,7 persen dan 85 persen," ujarnya.

Kiki menekankan pentingnya peningkatan literasi dan inklusi keuangan bagi generasi muda, agar mereka tidak mudah terjerat investasi bodong dan pinjol ilegal.

PENGALAMAN MENGELOLA UANG DI TENGAH TEKANAN SOSIAL

Untuk mendapatkan pandangan lebih dalam tentang fenomena ini, wawancara dengan dua individu dari Gen Z yang berbagi pengalaman dan pandangan mereka tentang pengelolaan keuangan di tengah tekanan sosial dan tren modern. 

Amelia, seorang pegawai swasta berusia 24 tahun, mengaku bahwa tekanan dari media sosial sangat mempengaruhi pola pengeluaran keuangannya.

“Jujur aku pribadi FOMO banget lihat teman-teman dan influencer yang hidupnya glamor parah dan seru, jadi ada dorongan buat ngikutin gaya hidup itu. Aku sendiri pernah merasa FOMO, kayak pas ada tren baru atau gadget baru yang semua orang beli,” ujar Amelia saat diwawancarai, Rabu (12/06/2024).

Amelia mengakui bahwa ia pernah mengalami masalah keuangan akibat gaya hidup ini. “Waktu itu aku beli banyak barang karena diskon besar-besaran, tapi aku pakai kartu kredit dan akhirnya ngutang haha. Stres sih karena harus bayar bunga yang besar. Aku juga pernah kegoda buat investasi yang ternyata bodong,” jelasnya sambil tertawa.

Ia mengakui bahwa itu terjadi sebelum mendapat nasihat dari orang tua dan mengenal perencanaan keuangan. Namun saat ini, Amelia lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang dan selalu berpikir dua kali sebelum membeli sesuatu.

Sementara itu, Dimas, seorang mahasiswa berusia 22 tahun, juga mengakui bahwa prinsip YOLO sering membuatnya terjebak dalam masalah keuangan.

“Banyak dari temen gue, termasuk gue yang tergoda dengan prinsip YOLO. Kita pengen nikmatin hidup sekarang juga tanpa terlalu memikirkan masa depan,” kata Dimas.

Dimas menceritakan pengalamannya meminjam uang dari pinjaman online untuk membeli gadget terbaru dan dipakai untuk bersenang-senang.

“Awalnya kelihatan mudah, tapi ketika harus membayar kembali dengan bunga yang tinggi, gue akuin gue kesulitan. Ibarat gali lubang tutup lubang, gitu aja terus,” ungkapnya.

Ia mengaku bahwa ia kapok terlibat utang piutang, apalagi melakukan pinjaman online. Untuk saat ini, Dimas mulai membuat anggaran bulanan dan berusaha untuk menabung secara rutin.

“Sekarang, gue lebih selektif buat ngeluarin uang dan lebih fokus di kebutuhan daripada keinginan,” tutupnya.

Nah, itulah cerita dari Amelia dan Dimas tentang tantangan keuangan yang dihadapi generasi milenial dan Gen Z. Jadi, jangan mudah tergoda oleh tren dan tekanan media sosial, ya. Mulai bijak mengelola uang dan belajar literasi keuangan! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Abdurrahman Rabbani

Cuma buruh tinta yang banyak cita-cita.