Saat mengunjungi Jepang pertama kali, sejauh mata memandang, mungkin hanya ada satu–bahkan tidak ada kotak sampah sama sekali. Meskipun begitu, mengapa kota-kota di Negeri Matahari Terbit itu masih tetap bersih? Simak penjelasannya.
FROYONION.COM - Culture shock, itulah yang dirasakan saat pertama kali mengunjungi Jepang. Bukan hanya budaya antre serta budaya tepat waktu saja, tetapi juga mengapa keberadaan kotak sampah di negara-negara maju Asia Timur–seperti Jepang–sangat sedikit, sekalipun begitu, jalanan mereka masih tetap bersih?
Bagi kita yang tinggal di Indonesia–terutama di perkotaan, kotak sampah jadi hal yang sering kita lihat di sudut jalan perkotaan.
Kita memang tidak terbiasa membawa sampah bersama kita untuk kita buang sesampainya di rumah. Melainkan, kita terbiasa untuk langsung mencari keberadaan kotak sampah dan langsung membuangnya sesegera mungkin.
Kebiasaan masyarakat Indonesia ini nyatanya cukup berbeda dengan negara Jepang. Mereka terbiasa membawa sampah yang mereka hasilkan, terkadang hingga mereka pulang ke rumah masing-masing. Ada semacam personal boundaries, bahkan untuk hal sepele macam kotak sampah.
Sekalipun menemukan kotak sampah di pinggiran japan, bisa jadi hal itu dimiliki oleh kedai ramen, atau toko kelontong setempat. Kalian akan merasa nggak enak untuk membuang sampah di tempat itu, atau bisa jadi, malah ditegur oleh sang pemilik kotak sampah karena telah membuang sampah di kotak sampah ‘pribadi’ mereka.
Bukan tanpa sebab, ada alasan kuat yang mendasari sedikitnya–bahkan absennya kotak sampah di sudut-sudut Jepang, terutama di kota besar seperti Tokyo.
Ada sebuah tragedi kelam yang membuat Jepang menarik kotak-kotak sampah dari berbagai sudut ruang publik. Tragedi itu dikenal dengan sebutan “Tokyo Subway Sarin Attack”.
Kelompok ‘Sekte Kiamat’ dengan nama ‘Aum Shinrikyo’ mengorkestrasikan serangan kepada masyarakat yang berada di stasiun kereta bawah tanah Tokyo pada Maret 1995. Sekte ini menyebarkan gas beracun / gas ‘sarin’ yang menewaskan 13 orang, serta melukai ribuan orang lainnya.
Serangan simbolis ini sengaja diarahkan ke Tokyo Subway, karena perkeretaapian Jepang dianggap sebagai mesin penggerak perekonomian Jepang.
Berkat serangan gas beracun itu, seluruh kotak sampah di Jepang–bukan hanya yang berada di stasiun, ditarik oleh pemerintah karena dianggap dapat menyembunyikan senjata / alat-alat yang berkaitan dengan terorisme.
Hingga detik ini, nyaris 30 tahun setelah tragedi mematikan itu, masyarakat serta pemerintah Jepang masih menegakkan aturan tentang kotak sampah di ruang publik.
Keberadaan tong sampah di beberapa sudut stasiun di Tokyo memang masih ada saat ini, tetapi kebanyakan kotak sampah ada yang dibuat transparan, lalu dikategorikan sesuai jenis sampah sehingga menekan peluang terjadinya hal-hal terorisme untuk kembali terjadi.
Kota di Jepang, khususnya di Tokyo, memiliki 23 ‘area’ spesial yang dikenal dengan Tokyo’s 23 Wards, di mana masing-masing wards, ataupun kota di dalamnya memiliki aturan masing-masing mengenai pengelolaan sampah.
Secara umum, warga Jepang ‘berkewajiban’ untuk membawa tas / dompet khusus untuk menyimpan sampah ketika sedang berpergian, dan kemudian menyortir sampah-sampah tersebut ke dalam berbagai jenis kantong sampah ketika sudah kembali ke rumah.
Toilet umum pun memiliki sistem yang berbeda-beda. Mayoritas memiliki bidet / shower otomatis, yang dilengkapi dengan air dryer sehingga tidak membutuhkan toilet paper.
Lalu, ada juga beberapa toilet lainnya yang hanya menyediakan toilet paper untuk keperluan BAB, dan toilet paper itu berbahan khusus yang boleh dibuang dan di-flush ke dalam toilet.
Untuk perokok, Jepang menyediakan bilik khusus merokok di beberapa sudut jalan. Bahkan, masyarakatnya pun rela antre hanya untuk merokok di bilik tersebut ketika sedang jam istirahat makan siang. Perokok pun didorong untuk membawa dompet khusus abu rokok ketika di luar rumah, dan tidak boleh menjentikkan puntung rokok sembarangan.
Dengan beberapa alasan serta faktor tersebut, wajar saja jika kotak sampah jarang sekali kita temui saat berkunjung ke Jepang. Bahkan menurut Bloomberg, masyarakat Jepang menghasilkan setengah jumlah limbah / sampah rumah tangga di US, bahkan tingkat daur ulang sampah jauh melebihi Inggris. (*/)