In Depth

KEBEBASAN PERS DI INDONESIA: SOROTAN DARI INSIDEN KTT ASEAN

KTT ASEAN mengungkap tantangan kebebasan pers di Indonesia, menekankan perlunya memperkuatnya demi demokrasi yang kuat.

title

FROYONION.COMKebebasan pers adalah salah satu pilar utama dalam masyarakat demokratis yang berfungsi sebagai penjaga akuntabilitas pemerintah dan pemegang kebenaran. Namun, dalam beberapa kasus, kebebasan pers dihadapkan pada tantangan dan hambatan yang mengancam integritasnya. 

Salah satu contohnya adalah insiden yang terjadi di Indonesia, Pada Rabu, 6 September 2023, Jakarta menjadi tuan rumah KTT ASEAN yang penting, di mana Amerika Serikat (AS) dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bertemu. Namun, acara ini tidak hanya menghasilkan kesepakatan diplomatik, tetapi juga memicu sorotan tentang kebebasan pers di Indonesia.

Sebuah insiden yang mencengangkan terjadi ketika petugas keamanan Indonesia berusaha menghalangi seorang reporter Gedung Putih yang juga seorang warga negara AS keturunan Indonesia, Patsy Widakuswara, untuk meliput pertemuan tersebut. Patsy adalah kepala biro Gedung Putih VOA dan hadir sebagai reporter untuk media cetak dan radio AS yang meliput KTT ASEAN.

Setelah pertemuan antara Wakil Presiden AS Kamala Harris dan Presiden Joko Widodo, Patsy mencoba mengajukan dua pertanyaan, salah satunya kepada Harris tentang kesepakatan nikel AS-Indonesia. Namun, petugas keamanan Indonesia secara fisik menghalangi Patsy, yang akhirnya dipaksa keluar dari acara tersebut.

Reaksi terhadap insiden ini sangat kuat. Pejabat AS membela Patsy dan menekan pihak Indonesia untuk mengizinkannya kembali ke acara tersebut. Mereka menganggap pentingnya keberadaan wartawan pool untuk mewakili banyak organisasi berita.

Kemudian, Josh Rogin, seorang kolumnis di The Washington Post, mengamati peristiwa tersebut dan menganggapnya tidak menciptakan citra positif untuk Jakarta.

Menurut Rogin, "Pertemuan KTT AS-ASEAN memiliki tujuan utama untuk merayakan nilai-nilai bersama, dan jika negara tuan rumah tidak mempertahankan serta mencerminkan nilai-nilai tersebut, hal tersebut dapat merusak seluruh upaya yang dilakukan dalam pertemuan tersebut," ujar Rogin dalam wawancara dengan VOA.

BACA JUGA: PERPRES JURNALISME BERKUALITAS JADI KUBURAN BAGI PELAKU KONTEN DIGITAL DAN MEDIA INDIE

Sementara itu, Didier Saugy, yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif National Press Club di Washington, insiden tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima.

Saugy menyatakan, "Setiap individu harus memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan," saat berbicara dengan VOA.

Dalam pernyataannya kepada VOA, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan keprihatinan mereka terkait peristiwa tersebut dan menyebutkan bahwa mereka akan menghubungi pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ini.

Ia juga menegaskan, "Pers yang bebas dan independen adalah salah satu aspek inti dari demokrasi yang sehat dan sangat penting untuk memastikan bahwa para pemilih memiliki akses informasi yang memadai untuk membuat keputusan yang tepat dan agar pejabat pemerintah bertanggung jawab." Selanjutnya, juru bicara tersebut mengecam ancaman, dan tindakan kekerasan yang ditujukan kepada jurnalis dan profesional media.

Selain itu, komunitas wartawan dan masyarakat luas juga mengecam tindakan petugas keamanan Indonesia. Mereka menganggap insiden ini sebagai tindakan yang merugikan kebebasan pers, nilai penting dalam sistem demokrasi yang merupakan nilai kunci dalam sebuah sistem demokrasi yang sehat.

Kebebasan pers  adalah fondasi penting dalam sistem demokrasi. Hal ini memungkinkan media untuk berperan sebagai pengawas pemerintahan, memeriksa tindakan pemerintah, dan menjaga akuntabilitas publik. Selain itu, kebebasan pers juga memberikan akses informasi yang luas kepada masyarakat, memungkinkan partisipasi yang lebih baik dalam proses demokrasi.

Mengutip dalam buku "Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi" yang ditulis oleh Henry Subiakto dan Rachmah (2012), kebebasan pers memiliki potensi untuk menghasilkan pemerintahan yang cerdas, transparan, dan bijaksana. Hal ini karena melalui kebebasan pers, masyarakat memiliki akses ke berbagai informasi, termasuk evaluasi kinerja pemerintah, yang pada gilirannya menciptakan mekanisme untuk menjaga keseimbangan kekuasaan, mengawasi tindakan pemerintah, dan memungkinkan partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses demokrasi.

Salah satu dasar hukum yang mengatur kebebasan pers di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28 UUD 1945 telah dengan jelas mengatur hak kebebasan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat, dan berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Landasan ini kemudian diperkuat oleh Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945 yang lebih lanjut mengukuhkan hak-hak tersebut.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjadi payung hukum yang lebih rinci untuk kebebasan pers di Indonesia. UU ini menekankan pentingnya kemerdekaan pers sebagai unsur kedaulatan rakyat dan sebagai elemen penting dalam kehidupan demokratis. UU ini juga menegaskan bahwa pers harus menjalankan peran dan fungsi mereka dengan profesionalisme, mendapatkan perlindungan hukum, dan bebas dari campur tangan atau tekanan dari pihak manapun.

Kebebasan pers di Indonesia adalah wahana komunikasi massa yang penting dalam menyebarkan informasi, membentuk opini, dan menjaga ketertiban dalam masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai demokrasi, perdamaian, dan keadilan sosial. Dengan demikian, kebebasan pers bukan hanya hak, tetapi juga tanggung jawab besar yang harus dijalankan dengan bijak dan etika yang tinggi.

Namun, kondisi kebebasan pers di Indonesia sendiri telah menjadi perhatian. Menurut laporan terbaru dari Reporters Without Borders (RSF) yang dirilis pada Hari Kebebasan Pers Sedunia tanggal 3 Mei 2023, Indonesia saat ini menduduki peringkat ke-108 dari 180 negara dalam hal kebebasan pers. Ini menandai peningkatan peringkat sebanyak sembilan tingkat dibandingkan tahun sebelumnya, di mana Indonesia berada di peringkat 117. Meskipun ada peningkatan dalam peringkat tahun ini, data tersebut tetap menunjukkan bahwa tingkat kebebasan pers di Indonesia masih lemah. Terkait insiden di KTT ASEAN ini memicu pertanyaan serius tentang perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.

Pada akhirnya, insiden yang terjadi di pertemuan KTT ASEAN dan AS di Jakarta pada 6 September 2023 menunjukkan bahwa kebebasan pers adalah pilar utama dalam masyarakat demokratis yang berfungsi sebagai penjaga akuntabilitas pemerintah dan pemegang kebenaran. 

Perlindungan bagi wartawan dalam menjalankan tugas mereka juga sangat penting untuk memastikan keberlangsungan kebebasan pers. Sebagai negara demokrasi, menjaga kebebasan pers adalah tanggung jawab penting Indonesia. Ini bukan hanya tentang hak untuk menyuarakan pendapat, tetapi juga tentang memastikan bahwa media dapat menjalankan tugasnya dengan bebas tanpa tekanan atau hambatan. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Abdillah Qomaru Zaman

Lulusan Ilmu Politik, freelance penulis dan pelatih silat.