In Depth

JELANG  WORLD CUP QATAR 2022, APAKAH SEPAK BOLA MASIH MENJADI OLAHRAGA RAKYAT?

World Cup Qatar 2022 sebentar lagi akan dimulai. Tapi, dibalik perayaan empat tahunan tersebut, nyatanya banyak kontroversi dan tragedi yang terjadi dalam tahapan persiapannya.

title

FROYONION.COM - Minggu 20 November nanti, ajang terbesar dalam olahraga sepak bola akan diselenggarakan. Piala Dunia alias World Cup Qatar 2022, menjadi salah satu event yang ditunggu-tunggu para fans sepak bola di penjuru dunia. 

Sepak bola sendiri merupakan olahraga yang paling digemari di penjuru dunia. Mulai dari harga yang murah, mudah dimainkan, dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. Makanya, wajar aja sepak bola banyak orang menilai bahwa sepak bola adalah olahraga rakyat. 

Pemaknaan olahraga rakyat ini bukan tanpa alasan. Sepak bola sebagai cabang olahraga nyatanya dapat dinikmati dan dimainkan oleh semua orang. Makanya ga heran kalau sepak bola seringkali dianggap sebagai olahraga rakyat. Ya karena semua orang bisa menikmati tanpa harus dibeda - bedakan baik dari ras, suku, status sosial  maupun hal lainnya. 

Tapi perlahan, gua merasa makna tersebut mulai terkikis. Lo yang sering nonton bola pastinya pernah liat banner di salah satu pertandingan sepak bola yang berbunyi “Created by the poor, stolen by the rich.” Banner, tersebut gua rasa cukup relevan dengan sepak bola di era sekarang, di mana orientasi dari sepak bola perlahan berubah menjadi bisnis semata, dan hal tersebut terlihat dari banyaknya kontroversi yang ada di World Cup Qatar 2022

KASUS KORUPSI 

Salah satu isu yang mencuat jelas World Cup Qatar 2022 adalah kasus korupsi dan kemanusiaan. Di mulai dari penunjukan Qatar sebagai tuan rumah World Cup yang akhirnya melahirkan berbagai tudingan akan korupsi yang dilakukan oleh negara tersebut guna menjadikan mereka tuan rumah World Cup. 

Karena gini, Qatar pada umumnya adalah negara dengan iklim tropis yang ekstrim dan ekosistem sepak bola mereka ga terlalu baik. Namun, mereka tetap ditunjuk sebagai tuan rumah World Cup 2022. Dari adanya hal ini, banyak tudingan yang mengatakan adanya suap atau kasus korupsi guna memenangkan Qatar sebagai tuan rumah World Cup 2022 mengalahkan Amerika Serikat, Australia, dan Korea Selatan. 

Nama - nama pejabat FIFA yang terseret mulai dari Sepp Blatter yaitu mantan Presiden FIFA, dan Michel Platini mantan Presiden UEFA diduga menerima suap. Meskipun terbukti ga bersalah, adanya tudingan ini jelas merusak citra sepak bola sebagai olahraga rakyat. Kenapa demikian?

World Cup sebagai ajang tertinggi sepak bola pada dasarnya adalah pesta rakyat. Karena pada dasarnya sepak bola sendiri adalah olahraga rakyat. Olahraga yang dapat dinikmati oleh semua orang, dan ketika olahraga tersebut tercoreng melalui kasus korupsi guna melancarkan kepentingan satu pihak tertentu, jelas hal tersebut merusak esensi dari sepak bola itu sendiri. 

Yes, memang kasus tersebut tidak terbukti. Tapi adanya kasus korupsi lain dalam dunia sepak bola gua rasa membuat orang cukup skeptis dengan putusan yang mengatakan tidak ada kasus korupsi dalam penyelenggaraan World Cup Qatar 2022. 

BACA JUGA: BADAI CEDERA HANTAM PIALA DUNIA

TRAGEDI KEMANUSIAAN

Kontroversi dan ironi lain dalam penyelenggaraan World Cup Qatar 2022 adalah banyak isu - isu kemanusiaan yang terkuak selama proses pembangunan dan persiapan World Cup Qatar 2022. Isu kemanusiaan pertama yang ditemukan adalah mengenai mahalnya tarif untuk mendapatkan pekerjaan di sana. Mengambil data dari Amnesty International, banyak para pekerja yang berasa dari Nepal, Bangladesh, dan India yang mana mereka berusaha keluar dari garis kemiskinan justru harus membayar dana sebesar US$500 - US$4.300 kepada agen guna mendapatkan pekerjaan tersebut. 

Lebih lanjut, dari sumber yang sama. Para pekerja di World Cup Qatar 2022 pun nyatanya hidup di tempat yang tidak layak. Nyatanya para pekerja untuk persiapan World Cup Qatar 2022 harus beristirahat di kamar yang kumuh, sempit, dan tidak aman. Lebih parahnya lagi, dalam satu kamar tersebut berisikan 8 orang atau lebih dan hanya terdapat kasur susun. Padahal, aturan di Qatar mengenai kesejahteraan pekerja mengatakan bahwa penggunaan kasur susun adalah hal yang dilarang. 

Permasalah upah pun menjadi masalah yang dapat di highlight. Beberapa pekerja dijanjikan upah sebesar US$300 sebulan oleh para agen. Tapi pada kenyataannya, mereka hanya menerima upah sebesar US$190 dalam sebulan. Dan ketika mempertanyakan haknya kepada agen, para pekerja ini malah mendapatkan ancaman berupa pembatalan visa. Dan bukan itu saja, selain gaji mereka dibayarkan dengan jumlah yang tidak sesuai, nyatanya dalam pembayaran gaji pun seringkali terjadi keterlambatan. Sehingga, para pekerja kesulitan untuk bertahan hidup dan sulit mengirimkan uang tersebut kepada keluarga mereka. 

Dan puncak dari permasalahan isu kemanusiaan ini adalah banyaknya kasus kematian para pekerja World Cup Qatar 2022. Dari data yang gua ambil dari otoritas Qatar dan kedutaan, setidaknya terdapat 5.927 migran asal India, Bangladesh, Nepal, dan Srilanka yang meninggal dunia pada periode 2011 - 2020, dan 824 migran asal Pakistan yang meninggal dunia pada periode 2010 - 2020. Yang mana periode tersebut adalah periode pembangunan World Cup Qatar 2022. Penyebabnya selain karena alasan alamiah, nyatanya adanya eksploitasi pada pekerja pun menjadi salah satu penyebab banyaknya nyawa yang melayang selama pembangunan World Cup Qatar 2022.

Sakit rasanya ketika kita mengetahui fakta bahwa untuk menyelenggarakan sebuah “perayaan” dibutuhkan nyawa untuk “persembahan”. Dan dengan adanya korban jiwa dari para pekerja ini, rasanya makna olahraga rakyat pun makin terkikis dari dunia sepak bola. Bagaimana caranya sebuah olahraga rakyat justru harus menghabisi nyawa dari seorang rakyat? 

MASIHKAN SEPAK BOLA MENJADI OLAHRAGA RAKYAT?

Dengan rentetan kasus dan kontroversi yang terjadi, nyatanya World Cup Qatar 2022 akan tetap diselenggarakan. Sehingga gua pun mempertanyakan, apakah dengan adanya dugaan kasus korupsi yang terjadi, adanya isu kemanusiaan selama pembangunan, sampai ke hilangnya nyawa para pekerja kita masih menganggap sepak bola sebagai olahraga rakyat? 

Ironisnya, iya. 

Nyatanya, kita masih menganggap sepak bola sebagai olahraga rakyat, dan piala dunia adalah puncak dari perayaannya. Kasus - kasus yang terjadi ini nyatanya hanya menjadi angin lalu. Korupsi dan hilangnya nyawa para pekerja hanya dianggap sebagai bagian dari pengorbanan untuk sebuah perayaan. Kita sebagai pecinta sepak bola pun rasanya terhipnotis dengan ajang perayaan empat tahunan tersebut. Kita melupakan fakta, bahwa nyatanya kita merayakan sesuatu hal di atas penderitaan dan bahkan kematian seseorang. 

Dengan rentetan kontroversi dan tragedi, nyatanya euforia terus terjadi. Setahun yang lalu para pecinta sepak bola masih cukup aktif dalam menyuarakan adanya kontroversi dalam penyelenggaraan World Cup Qatar 2022. Tapi sekarang? Rasanya banyak dari mereka yang sudah melupakan hal tersebut. (*/)

BACA JUGA: BAGAIMANA FANATISME DAPAT MERUSAK SEPAK BOLA INDONESIA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop