In Depth

IRONI DI BALIK GEDUNG TINGGI

Kadang kita sering takjub sama berbagai gedung tinggi yang terlihat modern di Jakarta. Tapi, kita lupa kalo sebenarnya Jakarta bukan cuma gedung-gedung tinggi aja, masih banyak daerah yang kumuh yang ketutupan gedung-gedung di Jakarta.

title

FROYONION.COM - Buat kalian yang mungkin belum pernah ke Jakarta, jangan kaget kalo kalian disuguhin pemandangan gedung-gedung tinggi di kanan-kiri kalian. Pemandangan kaya gitu udah jadi makanan sehari-hari buat orang-orang yang nyari duit di Jakarta.

Tapi, di balik gedung-gedung tinggi yang modern dan futuristic, atau gedung-gedung bergaya Eropa dengan pilar-pilar tinggi yang cocok buat dijadiin senderan kalo Jumatan, masih terdapat perkampungan kumuh yang 360 derajat berbeda dengan image ibu kota.

Gedung-gedung tinggi di Jakarta seakan-akan mencoba menutupi ironi yang ada di Jakarta. Di balik gedung-gedung tinggi futuristic, ternyata masih banyak perkampungan kumuh yang jauh dari kata modern dan layak huni.

Tapi asli, kalo lu lagi jalan-jalan di daerah Soedirman-Thamrin, kita bakal disuguhin pemandangan yang bener-bener metropolis banget. Kesan Jakarta sebagai ibu kota beneran kerasa banget di sana. 

Gedung-gedung tinggi, motor-mobil pada klakson-klaksonan, dan orang-orang dengan pakaian rapi pada buru-buru ngejer MRT, udah jadi pemandangan yang biasa kita lihat di ibu kota.

Tapi sayangnya, kita sering banget ga ngeliat apa yang disembunyikan di balik gedung-gedung tinggi tersebut. Faktanya masih banyak banget orang-orang yang hidup susah di balik gedung-gedung tinggi tersebut. 

Kadang kalo kita liat di jalan banyak mobil-mobil mewah pada klakson-klasonan, biasanya bakalan ada satu gerobak kecil yang nyempil di tepi jalan. Kadang kalo kita lagi jalan kita sering liat orang-orang dengan pakaian rapi tapi kita juga bisa liat orang dengan pakaian lusuh yang lagi berusaha buat nyari duit di tepi jalan. 

Kita sering banget nutup mata atas kenyataan yang ada di depan kita. Di Jakarta, yang sering kali kita liat cuma gedung tinggi dan orang-orang dengan gaya keren aja. Kita lupa, di balik gedung tersebut ada pemukiman kumuh yang dijadikan tempat tinggal warga dan banyak dari mereka terlupakan oleh kita.

Sembunyi dalam kata “pembangunan”

Perbedaan yang mencolok ini gampang banget kita temuin di ibu kota tercinta Jakarta, dan uniknya pemerintah kita masih sering nganggep hal tersebut sebagai bentuk dari pembangunan.

Kalau kita ambil penjelasan dari mas Alexander Abe yang merupakan seorang penulis yang aktif dalam menulis berbagai kajian mengenai pembangunan daerah. Di dalam bukunya yang berjudul “Perencanaan Daerah Partisipatif” di tahun 1994, di mana doi bilang kalau pembangunan merupakan proses perubahan sosial yang mencakup seluruh sistem sosial yang terdiri dari politik, ekonomi, infrastruktur, teknologi, dan budaya. Terus adanya kemiskinan dan lingkungan kumuh di Jakarta itu apa? Bagian dari pembangunan?

Ya kaga lah.

Adanya gedung-gedung tinggi dan berbagai macam gedung-gedung mewah di Jakarta dan juga masih banyaknya berbagai lingkungan kumuh, secara langsung nunjukin kalo ini semua bukan suatu bentuk pembangunan. Melainkan bentuk kesenjangan.

Pembangunan dalam bentuk penjajahan

Yang kita temuin di Jakarta ini bisa kita sebut sebagai kesenjangan, di mana yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.

Kalau kita kaitin sama konsep pembangunan yang dijelasin mas Alexander Abe, harusnya pembangunan yang dilakuin disini tuh bisa merata ke semua aspek masyarakat. Kalo pembangunan buat yang di atas doang, ya yang di bawah makin menderita dong.

Yang makin caur, banyak banget “agenda pembangunan” buat si kaya yang harus ngerampas hak-hak orang miskin. Misal, pembangunan apartemen atau berbagai tempat hiburan yang target pasarnya adalah orang-orang kaya. Banyak dari pembangunan tersebut yang harus sampe ngegusur pemukiman masyarakat miskin.

Itu pembangunan atau penjajahan?

Belum lagi, kadang orang-orang yang ngerasa punya kekuasaan lebih memanfaatkan kekuasaannya buat ngancem masyarakat kecil. Ga sedikit dari perusahaan-perusahaan ini nyewa preman buat nebar teror di masyarakat.

Masyarakat yang di bawah bisa apa? Kompensasi yang dikasih juga sering banget ga sesuai dengan apa yang udah dijanjiin. Lama-lama yang gua liat dari gedung-gedung tinggi di Jakarta bukan cuma sebagai benda doang. Tapi sebagai bentuk representasi ego orang-orang kaya yang tinggi dan haus akan cuan.

Pembangunan gedung-gedung di Jakarta juga sering banget lupa buat memperhatikan lahan hijau di Jakarta yang makin berkurang yang akhirnya nimbulin permasalahan abadi Jakarta: banjir.

Ya emang sih, ga bisa dipungkirin juga daerah pemukiman pinggiran juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di Jakarta.

Tapi, menurut Balai Besar Wilayah Ciliwung Cisadane adanya fakta yang nunjukin bahwa kurangnya daerah resapan air di Jakarta jadi bukti bahwa adanya gedung-gedung ini jadi salah satu penyebab utama banjir di Jakarta. Gimana air ujan mau ngalir, kalo ketutupan ma tiang beton?

Daerah pinggiran juga bagian dari jakarta

Ya pada akhirnya, semua balik lagi ke duit. Adanya gedung-gedung tinggi di Jakarta punya tujuan buat narik investasi asing, dan juga buat nunjukin “wajah” ibu kota tercinta ke dunia internasional.

Tapi, ga adil kalo gedung-gedung tinggi di Jakarta doang yang dianggep sebagai representasi dari ibu kota. Mau lu nolak dan se-denial apapun, daerah pinggiran deket bantar kali atau rel kereta api yang yang ditutupin gedung-gedung di Jakarta, juga bagian dari ibu kota.

Sampe kapan pun, daerah pinggiran ini justru yang ngegambarin impian masyarakat Indonesia. Dari daerah pinggiran sering banget muncul mimpi-mimpi yang sebenernya udah ada di depan mata mereka. Yaitu, hidup layak.

Ternyata, saking tingginya gedung di Jakarta, bukan cuma daerah pinggiran doang yang ketutupan. Tapi, nutupin harapan orang-orang dengan kelas berbeda buat hidup dengan ngikutin peradaban atau sekadar hidup layak.

Setinggi apapun gedung yang lo bikin ga akan pernah nutupin fakta bahwa, masih banyak masyarakat-masyarakat kecil yang hidup kesusahan di balik gedung-gedung tersebut.

Pembangunan yang harusnya membahagiakan semua unsur masyarakat, justru sering banget bikin sengsara masyarakat. Gedung tinggi ini ga akan selamanya nutupin kesenjangan yang terjadi di ibu kota, ada saatnya perkampungan kumuh ini bakal menjadi representasi nyata dari ibu kota. (*/ Radhyt)


 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop