
Temenan itu emang kudu bisa apa aja. Termasuk jadi temen curhat yang asyik. Ini yang harus dihindari agar jadi temen curhat yang ideal.
FROYONION.COM - Buat kamu yang punya teman dekat, pasti sering dong mendengarkan keluh-kesah dari teman yang sedang punya masalah keluarga, asmara, pekerjaan, atau tugas sekolah yang terasa sangat berat.
Sebagai makhluk sosial, berbagi masalah hidup kepada orang lain merupakan hal yang lumrah dilakukan untuk meringankan beban pikiran dan perasaan. Oleh sebab itu, peran sebagai teman curhat sangat penting bagi orang di sekitar kita, termasuk kamu juga memerlukannya.
Bahkan, melansir laman Psychology Today, penelitian menunjukkan bahwa bercerita perihal masalah yang dihadapi dan berbagi emosi negatif dengan orang lain dapat meredakan stres, mengurangi tekanan fisik dan emosional, serta memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Sebesar itulah manfaat yang bisa kamu berikan untuk orang lain melalui cara yang sederhana. Tapi, apa kamu sudah merasa cukup pantas disebut sebagai teman curhat yang baik? Karena nyatanya nggak semudah yang dibayangkan, lho. Tergantung bagaimana cara kamu menanggapinya.
Jangan sampai respon yang kamu berikan, malah menambah beban dan membuat teman kamu nggak mau lagi menceritakan masalahnya. Berikut ini 4 kebiasaan yang sebaiknya kamu hindari agar kamu bisa menjadi teman curhat yang baik.
"Kamu mah masih mending, coba bayangin kondisi aku ...." Pernah ngomong begini ke teman kamu yang lagi cerita masalah hidupnya? Jika iya, kebiasaan seperti ini harus dihilangkan!
Tanggapan dengan mengadu nasib seperti ini sering banget kita temukan, baik di dunia nyata maupun media sosial. Kamu mungkin merasa masalah yang teman kamu hadapi sepele, dan kamu mulai membandingkan kondisi mereka dengan orang lain atau dirimu sendiri.
Dengan membandingkan nasib dengan orang lain, kamu berharap mental teman kamu akan lebih kuat. Mereka akan kembali percaya diri dan merasa bersyukur atas kehidupan yang lebih beruntung dari orang lain. Padahal nyatanya nggak sesimpel itu.
Kamu mesti paham kondisi mental setiap orang berbeda-beda. Jadi kamu nggak bisa menjadikan kuatnya mental kamu sebagai tolok ukur untuk mental orang lain. Masalah yang menurut kamu ringan, bisa jadi berat untuk teman kamu. Apalagi jika kamu belum pernah berada di posisi mereka saat ini.
Orang belum selesai cerita, eh, malah dipotong. Kalo mau dengerin curhatan teman, tunggu sampai mereka selesai bicara dulu. Setelah itu, kamu baru bisa memberi tanggapan.
Diam dan menyimak saat orang lain bicara merupakan etika dasar yang seharusnya dipahami oleh setiap orang. Siapa pun yang bicara, terlepas sedekat apa hubunganmu dengannya, mereka hanya ingin ceritanya didengarkan.
Beri waktu luang untuk teman kamu bercerita sepuasnya sampai merasa lega, dan setidaknya beban mereka bisa sedikit berkurang.
Teman kamu mungkin sudah terlalu lama menahan beban masalahnya selama ini dan meluapkan emosi negatif yang mereka pendam melalui curhatannya padamu. Jangan rusak mood mereka yang berusaha melepas segala penat di hati dengan menyela tanpa permisi.
Nggak semua kalimat positif bisa berdampak baik untuk orang lain. Kamu yang suka ngasih motivasi dan kalimat penyemangat untuk orang lain, mulai sekarang harus lebih berhati-hati.
Kamu pernah dengar istilah toxic positivity? Kalo kamu sering memaksakan diri atau orang lain untuk tetap berpikir dan bersikap positif meski dalam keadaan yang sulit, inilah yang disebut toxic positivity.
Kamu nggak perlu maksain teman kamu buat tetap semangat dan positif thinking saat menghadapi masalahnya, karena mereka juga perlu melepaskan emosi negatif yang dipendam.
Marah, kecewa, sedih, itu normal, kok. Justru bagus kalo teman kamu bisa mengekspresikan berbagai emosi itu. Sederhananya sih, nggak masalah kalo teman kamu merasa nggak baik-baik aja. Belum lagi, toxic postivity ini juga punya dampak buruk yang cukup mengkhawatirkan.
Tinjauan medis oleh Jacquelyn Johnson, PsyD. dari laman Medical News Today menjelaskan bahwa, toxic positivity dapat membuat harga diri menjadi rendah; sulit mengungkapkan perasaan dan meminta bantuan; mengabaikan ancaman masalah; menganggap remeh kesedihan; dan gangguan komunikasi.
Bukan berarti berpikir positif itu salah. Hanya saja nggak semua masalah bisa diselesaikan hanya dengan berpikir positif. Terkadang bersikap jujur dengan perasaan sendiri juga perlu untuk membuat hati dan pikiran sedikit lebih tenang.
Ini nih yang paling ngeselin. Kamu mungkin orang yang banyak bicara dan suka berbagi setiap hal yang kamu ketahui kepada orang lain. Sah-sah saja, selama nggak nyeritain curhatan teman kamu, ya.
Walaupun kamu nggak diminta untuk merahasiakannya, kamu mesti paham jika masalah pribadi nggak pantas dijadikan topik obrolan dengan orang lain, karena bisa jadi ada hal sensitif bahkan aib yang seharusnya menjadi rahasia antara kamu dan dia.
Kamu perlu ingat, alasan teman kamu menceritakan masalahnya, karena mereka percaya sama kamu. Seharusnya kamu menjaga kepercayaan itu. Membangun kepercayaan itu sulit, tapi menghancurkannya hanya dalam sekejap mata.
Kalo sudah terjadi, mau menyesal pun percuma, kamu sudah gagal jadi teman yang bisa memegang kepercayaan. Kebiasaan mana nih yang sering kamu lakukan? Atau pernah semuanya? Sudah saatnya berubah! Mulai sekarang, kamu bisa memperbaiki diri dengan kebiasaan yang lebih baik saat teman kamu berbagi masalah hidupnya.
Paling dasar sih, cukup dengan fokus mendengarkan curhatan mereka. Adanya kamu di samping mereka sudah sangat berarti, meskipun kamu nggak ngasih saran atau kalimat motivasi.
Jika kondisinya memang sangat rapuh, kamu bisa memberikan pelukan hangat untuk sedikit menguatkan mereka. Selamat! Kamu sudah pantas disebut sebagai teman curhat yang baik. (*/)