In Depth

GIMANA JADINYA KALAU CUTI UNLIMITED ADA DI INDONESIA?

Microsoft bikin kebijakan buat kasih cuti unlimited ke karyawannya. Sejenak mungkin hal ini tampak menggiurkan, tapi menurut lo kebijakan ini cocok nggak sih kalau ada di Indonesia, Civs?

title

FROYONION.COM - Banyak kebijakan pekerja atau karyawan di luar negeri, khususnya Amerika yang mungkin sekilas bikin lo bakal ngiri kalau dengarnya. Misalnya, belakangan lagi ramai juga diperbincangkan soal aturan waktu istirahat karyawan di perusahaan raksasa teknologi Microsoft.

Dalam hal ini, perusahaan tersebut ternyata ngasih hak cuti yang tak terbatas a.k.a unlimited buat para pekerja mereka. Keistimewaan itu disebut sama Microsoft sebagai 'Discretionary Time Off'. Meskipun ada sejumlah persyaratan, tapi benar nggak kalau aturan itu bikin lo para budak korporat Indonesia melongo dan pengen jadi TKI di Microsoft? 

Kalau kata Chief People Officer Microsoft, sebagaimana dikutip The Verge, kebijakan ini sih dilakukan gegara kantor teknologi tersebut mencoba transformasi dengan memodernisasi kebijakan liburan jadi lebih fleksibel. Aturan tersebut pun sudah berlaku sejak 16 Januari 2023 kemarin. 

Nah, buat lo tahu juga nih. Meski ada cuti tak terbatas, Microsoft juga nawarin jatah 10 hari libur perusahaan dan beberapa alternatif lain seperti cuti sakit dan kesehatan mental, cuti tugas juri di pengadilan atau berkabung. Kalau jatah cuti lo nggak dipakai, lo tetap bisa menang banyak cuy. Soalnya jatah itu nggak bakal hangus dan diganti bayaran kompensasi pada bulan April.

Tapi kira-kira kebijakan cuti unlimited ini efektif nggak sih ya buat diterapin? Apalagi kalau kita berkaca sama negara berkembang kayak di Indonesia ini. Apakah hal tersebut bakal match dengan culture dan kebudayaan lokal sebagaimana lo rasakan sehari-hari? 

KARYAWAN ENGGAN AMBIL CUTI

Sebelum perspektif lokal, sejumlah bacaan yang gue temuin banyak yang berpendapat kalau nyatanya masih ada karyawan yang ogah mengambil jatah cuti dari perusahaan. Fyi, Microsoft bukan perusahaan pertama dan satu-satunya yang ngasih cuti unlimited ke karyawannya. 

Perusahaan kayak LinkedIn, Oracle, hingga Netflix juga menawarkan kebijakan serupa. 

Dilansir dari bbc, disebutkan kalau cuti tanpa batas memang sebuah kebijakan yang lazim dilakukan buat perusahaan rintisan ataupun perusahaan teknologi. Tapi sadar nggak lo kalau misalnya karyawan bisa aja enggan ambil jatah cuti mereka yang tak terbatas itu karena beban tanggung jawab kerjaan. 

Seringkali mungkin cuti jadi terasa nggak cuti gegara ada tugas yang masih harus dikerjakan dari manajer ataupun klien lainnya. 

Banyak negara-negara maju yang ternyata punya karyawan ambis juga loh. Kayak misalnya, karyawan di Amerika Serikat dinilai lebih sedikit ngambil liburan dibanding karyawan negara-negara maju lainnya.

Kalau menurut Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD/Organisation for Economic Co-operation and Development), pada 2021, ditemukan fakta kalau pekerja di AS bekerja 1.791 jam per tahun. Dalam kajian mereka, ternyata masih ada pekerja di 11 negara lain yang jauh lebih lama waktu kerjanya cuy.

Misalnya, Meksiko di urutan pertama dengan 2.127 jam; Costa Rica dengan 2.073 jam; lalu Kolombia selama 1.964 jam. Sementara, Jerman berada di peringkat terakhir dengan 1.349 jam. 

BACA JUGA: KERJA SEWAJARNYA AJA, JANGAN SAMPAI JADI 'TOXIC PRODUCTIVITY'

GIMANA JADINYA KALAU DI INDONESIA? 

Kalau data dari goodstats menyimpulkan rata-rata waktu kerja di Meksiko itu sekitar 43,3 jam/pekan atau setara 8,67 jam/hari. Di negara itu, biasanya pekerja memulai tugasnya pada sekitar pukul 08.00 hingga 18.00 atau 19.00, lebih lama kan dari rata-rata pekerja Indonesia ngantor? 

Negara tetangga kita juga mirip-mirip Civs. Singapura punya waktu kerja sekitar 43 jam/pekan atau 8,6 jam/hari. 

Tapi sebenarnya kalau dibandingin sama Indonesia, waktu kerja itu nggak jauh beda sih. Kita kan biasanya diharuskan kerja 40 jam/pekan atau 8 jam/hari. Mayoritas jam kerja dimulai dari pukul 09.00 hingga 17.00. Belum lagi tuntutan tugas yang banyak bikin mungkin lo para budak korporat seringkali harus lembur dan extra time. 

Cuma selain dari waktu kerja, coba kita buka pikiran lebih jauh lagi. Gue coba identifikasi beberapa masalah pekerja di Indonesia yang sebenarnya bikin culture cuti unlimited itu jadi nggak cocok buat diterapkan di sini. 

Pertama, skills yang nggak di upgrade. Seberapa banyak dari kita yang rajin buat terus ngambil course atau pelatihan di luar dari apa yang difasilitasi oleh kantor? Ini jadi satu pertanyaan refleksi buat kita semua dalam berkarir. Apalagi, jadi bahaya juga karena mungkin banyak perusahaan yang nggak terlalu ngasih concern peningkatan mutu karyawannya dengan rajin memberikan pelatihan dan upgrade skill yang mumpuni.

BACA JUGA: APAKAH PERLU KERJA DUA KALI LEBIH GIAT UNTUK BISA DIAPRESIASI?

Memang sih, nggak secara keseluruhan kita semua mungkin begitu. Tapi, kadang kita perlu sadar juga kalau mungkin banyak skills yang nggak kita kuasai lebih lanjut sehingga meningkatkan value dan mutu kita. Kalau kata anak zaman sekarang, ngambil course itu jadi investasi 'leher ke atas'. 

Selain hal itu, kalau kita berkaca juga pada tenaga kerja perusahaan konvensional di Indonesia mungkin masih banyak yang diisi dengan sumber daya yang minim pengetahuan dan penguasaan teknologi. Jadi sebenarnya faktor menyeimbangkan kemampuan dan keahlian secara merata jadi lebih penting dibandingkan ngasih cuti unlimited. 

Kedua, ketersediaan dan persaingan kerja di Indonesia itu bisa dibilang sangat ketat cuy. Penambahan jumlah penduduk yang sangat eksponensial pasti bakal berasa di masa mendatang jadi persaingan di industri. Data sensus penduduk pada 2020 lalu aja mencatatkan kalau ada peningkatan 32,56 juta jiwa dibandingkan 10 tahun sebelumnya, tahun 2010. 

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fuziyah saja pada Desember 2022 kemarin mengakui kalau memang sektor tenaga kerja di Indonesia masih banyak tantangannya. Kata doi, banyak sarjana yang nganggur karena nggak sesuai kebutuhan pasar. 

Makanya, jangan nggak mengagetkan kalau di industri atau kantor bakal banyak lo ketemu orang-orang kompeten yang mungkin ambisius dan sangat bersaing. Alasannya sederhana, semua orang butuh bertahan di kerjaannya masing-masing. Apalagi dengan banyaknya isu PHK belakangan ini jadi motivasi tersendiri buat siapapun pekerja nggak mau ketinggalan. 

Dengan sikap 'ambis' itu, lo yakin dapat jatah cuti yang banyak masih laku keras? Mungkin ternyata cuti bukan satu-satunya yang dibutuhkan tenaga kerja di Indonesia, kan. 

Terakhir, lo yakin nggak kalau ada kebijakan yang bisa nge-match sama alasan di balik cuti unlimited tersebut. 

Dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja yang terakhir diteken Presiden Joko Widodo pada akhir 2022 kemarin saja pemerintah terlihat mendorong supaya lo pada lebih produktif dalam bekerja. Makanya kan sekarang diatur batas minimal libur dalam sepekan jadi satu hari, supaya korporasi bisa menyesuaikan kebutuhannya. 

Balik lagi, menurunkan jumlah pengangguran dan menampung pekerja baru jadi alasan dibalik itu semua. Belum lagi, gue sih nggak percaya kalau ada pengusaha di Indonesia yang bermurah hati ngasih cuti tak terbatas buat karyawannya.

Lagian kalau cuti itu bisa diambil secara tak terbatas, lo yakin nggak bisa tetap bertanggung jawab sama kerjaan? Makanya kan, aturan ini mungkin nggak bakal cocok buat diterapkan di tanah air sekarang ini Civs. (*/)

BACA JUGA: 5 KEBIASAAN BURUK YANG PERLU DITINGGAL DI DUNIA KERJA 2023

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Michael Josua

Cuma mantan wartawan yang sekarang hijrah jadi pekerja kantoran, suka motret sama nulis. Udah itu aja, sih!