In Depth

GENERASI STRAWBERRY, ISTILAH ANYAR UNTUK MENYEBUT GEN Z YANG DINILAI RAPUH?

Setelah Generasi Sandwich, sekarang ada lagi nih Civs istilah Generasi Strawberry. Apakah lo termasuk di antaranya?

title

FROYONION.COM - Belakangan, ada banyak istilah untuk menyebut tiap generasi yang ada. Kamu pasti pernah dengar istilah Sandwich Generation alias Generasi Roti Lapis. Sekarang, ada lagi nih Civs sebutan baru yaitu Generasi Strawberry

Istilah baru ini merujuk pada generasi muda dengan ketergantungan teknologi tinggi serta kemajuan sosial tapi juga dinilai lemah dan mudah hancur jika diinjak layaknya buah strawberry

Istilah ini turut digunakan oleh Prof. Rhenald Kasali dalam salah satu buku beliau berjudul Strawberry Generation. Menurutnya, Generasi Strawberry ini adalah generasi dengan banyak ide cemerlang dan juga kreativitas yang tinggi. Wah, bagus dong?

Eits, nggak sampai di situ aja Civs. Sayangnya, Generasi Strawberry ini juga gampang banget menyerah, sakit hati, cenderung egois, lamban serta pesimis akan masa depannya. 

Penggunaan istilah Generasi Strawberry pertama kali dilakukan di Taiwan untuk menyebut generasi muda kelahiran setelah 1981 dengan banyak kesulitan menghadapi tekanan sosial. Namun seiring waktu, banyak perdebatan terkait kategorisasi tahun untuk istilah ini. 

Nggak sedikit juga yang memperdebatkan bahwa istilah ini lebih pantas dipakai buat mereka yang memiliki perilaku seperti buah strawberry yang mudah hancur. Kayak gimana sih karakteristik negatif dan positif dari Generasi Strawberry ini sampai faktor-faktor pembentuknya? Simak di bawah ini, Civs.

KARAKTERISTIK GENERASI STRAWBERRY

Nggak semua anak muda bisa dikategorikan sebagai Generasi Strawberry. Harus ada beberapa karakteristik yang dipenuhi supaya seseorang bisa dikatakan termasuk dalam generasi ini. Termasuk di dalamnya adalah karakter positif dan negatifnya. 

Dari segi positifnya, Generasi Strawberry disebut sangat menyukai tantangan dan akan cenderung menghindari rutinitas yang sama atau monoton. Hal-hal yang dinilai baru dan menantang akan dapat membantu karir mereka di masa depannya.

Selain menyukai tantangan, karakter positif dari Generasi Strawberry berikutnya adalah mereka nggak hanya bekerja karena uang. Cara pandang mereka cukup berbeda tentang bekerja, yaitu pengembangan minat dan bakat akan dirasa lebih utama daripada uang. Inilah mengapa generasi ini disebut juga sebagai generasi yang kreatif.

Generasi Strawberry juga dikenal berani menyuarakan pendapatnya dan nggak akan segan mengutarakan ide-ide cemerlang yang dimiliki. Selain itu, karakter positif lainnya dari generasi ini ialah mudah beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Pemahaman mereka cukup baik terkait urusan kemajuan zaman. 

Selain beberapa karakteristik positif di atas, ada juga beberapa karakter negatif yang turut melekat dalam Generasi Strawberry. Pertama, mereka cenderung terjebak dalam zona nyaman. Hal ini nggak lepas dari pola asuh orangtua yang dinilai terlalu memanjakan anak. 

Contoh karakter negatif Generasi Strawberry di dunia kerja adalah banyaknya generasi muda sekarang yang meminta gaji besar tanpa paham betul sejauh mana kapasitas skill yang dimilikinya. 

Karakter negatif berikutnya adalah kurang adanya rasa tanggung jawab yang melekat pada generasi ini atas tindakan salah yang mereka lakukan secara sadar. Bahkan, nggak jarang Generasi Strawberry akan melimpahkan kesalahannya pada orang lain. 

Generasi Strawberry juga memiliki ciri khas lain yaitu mudah menyerah dan rapuh terhadap berbagai tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya. Makanya, generasi ini dikenal sebagai pribadi yang gampang tersinggung dan mengeluh. 

Terakhir, Generasi Strawberry turut memiliki harapan yang nggak realistis, bahkan bisa dibilang memaksakan kehendak. Di dunia kerja, misalnya, mereka kerap dilabeli sebagai pekerja lamban, sombong, egois dan juga suka membangkang. 

PEMICU GENERASI STRAWBERRY

Masih dari buku Strawberry Generation karya Prof. Rhenald Kasali, ada beberapa faktor yang memicu munculnya Generasi Strawberry. Faktor utama nggak jauh-jauh dari didikan orangtua. Pola asuh yang terlalu overprotective, memanjakan serta terus menerus ikut campur pada apa yang dihadapi anak akan membentuk ketergantungan anak pada orangtua dan sulit memutuskan baik buruk untuk dirinya sendiri. 

Pemicu berikutnya adalah labelling atau nama panggilan yang kerap diberikan oleh orangtua pada anaknya. Walau hanya sepatah kata yang diucapkan oleh orangtua, baik negatif maupun positif, ternyata bisa berdampak luar biasa, terutama jika kata tersebut diucapkan berulang-ulang kali. 

Sebagai contoh adalah orangtua yang menyebut anaknya dengan kata-kata seperti pemalas, nakal, susah diatur, dan lain-lain yang akan berefek kepada pola pikir anak di masa depannya. Anak akan merasa kurang percaya diri dan cenderung enggan berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya.

Bukan hanya labelling negatif, labelling positif juga sama berbahayanya. Memanggil anak si paling pintar, misalnya, secara terus menerus akan membuat anak besar kepala dan merasa dirinya selalu benar, sehingga sulit menerima kenyataan saat ada anak-anak lain yang lebih pintar darinya di luar sana.

Pemicu terakhir munculnya Generasi Strawberry ialah self-diagnose yang dilakukan tanpa pendampingan dari ahlinya. Contoh yang paling umum adalah diagnosis mandiri seputar kesehatan mental. Anak-anak muda bisa dengan mudah mendiagnosis dirinya mengalami gangguan mental tertentu hanya dari sepotong informasi yang didapatnya dari mesin pencari.

Kemudahan dalam mendapatkan informasi di era digital seperti sekarang ini nggak dibarengi dengan literasi yang cukup. Akibatnya, banyak anak muda yang menelan semua info yang diperolehnya secara mentah-mentah tanpa menggali lebih dalam kebenarannya. Ketika terjadi sesuatu dalam diri mereka, mereka akan langsung bertanya pada Google atau pengguna internet yang ditemui secara random di dunia maya, bukannya langsung berkonsultasi ke ahlinya. 

MENJADI GENERASI STRAWBERRY YANG TANGGUH

Walau memiliki beberapa karakteristik negatif, tapi kita nggak bisa menutup mata juga kalau Generasi Strawberry memiliki banyak karakteristik positif yang bisa lebih dikembangkan lagi. Kecakapan dalam menggunakan teknologi terbaru, misalnya, atau sikap mereka yang terbuka akan tantangan, inovatif serta kreatif. 

Generasi Strawberry bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi apabila mendapat stimulus serta dukungan dalam jumlah cukup. Solusi yang bisa dilakukan untuk menjadi generasi strawberry yang lebih baik di antaranya adalah membekali diri dengan literasi yang lebih baik, terutama literasi digital. 

Generasi ini terutama tidak boleh terburu-buru melakukan self-diagnose, melainkan harus memvalidasi informasi yang diterima dengan cara memperbanyak membaca referensi. Berkonsultasi dengan orang yang sudah ahli di bidangnya juga bisa dilakukan. 

Pola asuh serta dukungan dari orangtua juga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter Generasi Strawberry. Orangtua harus dapat menjadi role model bagi anak-anaknya serta bersikap tegas akan semua konsekuensi yang dilakukan si anak. Anak juga sebaiknya dibiarkan untuk mengeksplorasi aneka hal sembari senantiasa mengedukasi mereka akan hal-hal baru yang dipelajarinya di dunia luar. 

Terakhir, sistem pendidikan juga harus berbenah karena tiap generasi pasti memiliki keunikannya tersendiri, termasuk dalam cara transfer ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, tenaga pendidik dapat menyesuaikan cara mereka mengajar dengan sikap kreatif dan eksploratif yang dimiliki Generasi Strawberry

Pada dasarnya, tiap generasi pasti memiliki kekurangan serta kelebihannya tersendiri, nggak terkecuali Generasi Strawberry ini. Poin terpenting adalah bagaimana generasi terdahulu serta generasi masa kini bisa saling bahu membahu menciptakan peradaban yang lebih baik. Setuju, Civs? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read