In Depth

FENOMENA SHRINKFLATION: KETIKA UKURAN PRODUK SEMAKIN MENGECIL DEMI MENGHADAPI INFLASI

Strategi ini bikin kita sadar kalau produk-produk favorit perlahan mengecil akibat badai inflasi yang tengah melanda perekonomian dunia. Cari tahu akibat & solusinya di sini!

title

FROYONION.COMBayangkan kalian sedang asyik berbelanja di pusat perbelanjaan, lalu menemukan produk kesayangan yang ukurannya mengecil, atau yang paling menyedihkan ternyata isinya sedikit, alias sisanya hanya angin agar produk terlihat besar dan berisi.

Bagaimana perasaan kalian? Kaget, sedih, atau justru jengkel karena menemukan produk baik itu makanan, minuman, kosmetik, dan lain sebagainya yang makin ke sini makin terlihat kecil dan ramping, berbeda saat 10 tahun lalu?

Ya, itulah shrinkflation atau strategi memangkas ukuran produk. Strategi shrinkflation adalah upaya untuk menghadapi kenaikan harga akibat inflasi yang semakin melambung tinggi seperti sekarang. Meski terkadang harga yang dijual tetap sama, perubahan tersebut membuat konsumen merasa rugi.

Di Indonesia, fenomena itu lumrah terjadi di subsektor industri kreatif yaitu kuliner. Seperti disebutkan di atas, mulai dari merampingkan ukuran produk, mengurangi jumlah produk, atau yang paling ekstrem adalah mengurangi kualitas produk yang bisa memengaruhi tekstur dan cita rasa.

Sebenarnya, bisa saja sih produsen untuk menaikkan harga jual produk. Namun, akan muncul masalah baru yang memengaruhi psikologis konsumen karena semakin sensitif terhadap naiknya harga produk. Dampaknya? Konsumen bisa lari ke kompetitor. Apalagi, harga yang ditawarkan lebih murah, plus, kualitas lebih baik.

BACA JUGA: BIAYA PESAN MAKANAN ONLINE MAKIN MAHAL, DINE-IN KEMBALI JADI PILIHAN?

BISNIS MAKANAN DAN MINUMAN SUDAH TAK ASING DENGAN SHRINKFLATION

Strategi shrinkflation PepsiCo
Aksi PepsiCo untuk menekan kenaikan harga produk dengan strategi shrinkflation (Sumber: Intrics)

Berangkat dari pembahasan di atas, sektor kuliner atau bisnis makanan dan minuman menjadi bagian yang tak asing dengan fenomena shrinkflation. Selain istilah tersebut, ada grocery shrink ray (sinar penyusut produk), package downsizing (perampingan kemasan), atau deflasi.

Bila kita sebut merek-merek terkenal yang jadi idola anak-anak Indonesia pada zamannya seperti Momogi, Astor, Better, dan Beng-Beng yang turut mengalami shrinkflation. Ukuran semakin menyusut, bahkan menjadi separuh dari ukuran semula.

Di mancanegara, salah satu strategi shrinkflation yang cukup terkenal adalah merek minuman berkarbonasi Pepsi yang mengurangi ukuran botol semula dari 32oz menjadi berukuran 28oz. Langkah ini dilakukan perusahaan PepsiCo untuk menekan harga jual yang terjadi pada November 2021 - Januari 2022.

Sedangkan, salah satu franchise pizza terkenal Domino’s Pizza di AS sampai-sampai mengurangi kuantitas varian chicken wings dari semula 10 potong menjadi 8 potong. Namun, hal ini tak sampai merugikan konsumen. Pasalnya, harga jual tetap sama yakni sekitar US$ 7,99 akibat naiknya harga daging ayam.

Ada yang diam-diam, ada pula produsen yang secara terang-terangan mengumumkan penerapan strategi ini. Ialah Calbee Inc, perusahaan makanan ringan di Jepang yang menginformasikan pengurangan berat produk sebanyak 10% dan menaikkan harga produk mereka sebesar 10% pasca kenaikan harga barang baku.

CARA MENGHADAPI INFLASI TANPA SHRINKFLATION

Inflasi memang tidak bisa dihindari oleh produsen yang berbisnis di sektor industri kreatif. Mengharapkan kestabilan keuntungan di tengah badai inflasi, sebagai salah satu caranya adalah dengan strategi shrinkflation

Tapi, di balik cerdiknya strategi itu, produsen bakal menemui masalah dilematis. Misalnya, di satu sisi, kenaikan harga bahan baku akan memengaruhi biaya produksi, di sisi lain, konsumen bakal kecewa jika produsen menaikkan harga jual produk.

Sebagai jawaban, di bawah ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan produsen dan juga konsumen ketika menghadapi badai inflasi, yaitu:

1. MENCARI BAHAN BAKU ALTERNATIF

Bahan baku alternatif dapat menjadi langkah pertama untuk menghadapi inflasi ketimbang harus melakukan shrinkflation. Caranya dengan mencari supplier atau pemasok bahan baku yang menawarkan harga lebih terjangkau dengan kualitas lebih baik.

Perlu kalian catat bahwa inflasi yang sedang terjadi dapat memengaruhi harga impor bahan baku. Oleh karena itu, hindari mencari pemasok bahan baku impor dan mulai menggantinya dengan dengan bahan baku lokal. Selain harga yang bersahabat, kalian turut mendukung perekonomian lokal.

2. MENURUNKAN OMZET ATAU KEUNTUNGAN

Ternyata, alasan mengapa konsumen lari ke kompetitor adalah kualitas produk yang lebih bagus. Tentu saja, ini akibat strategi shrinkflation yang tak jarang menurunkan kulitas produk. Akhirnya, loyalitas konsumen menjadi korban, sehingga produsen kehilangan kepercayaan pelanggan.

Mulai sekarang, jangan ragu untuk menurunkan keuntungan biarpun hanya selisih Rp1000 dari setiap keuntungan yang didapatkan. Dengan begitu, loyalitas konsumen akan kembali dimenangkan oleh produsen dan bisa bersaing lagi dengan para kompetitior.

3. MENGEFISIENSI KOMPONEN BIAYA LAIN

Maksudnya adalah mengurangi biaya-biaya ekstra seperti promosi berbayar, iklan berbayar, dan biaya diskon besar-besaran atau yang kita kenal sebagai strategi bakar duit. Sebagai jalan keluar, produsen dapat memanfaatkan pemasaran media sosial.

Cara tersebut terbilang efisien dalam mengompres biaya-biaya lain. Sehingga, jika produsen berhasil, maka akan banyak konsumen yang tertarik membeli produk tanpa harus menurunkan kualitas produk, apalagi merampingkan ukuran produk.

4. MENGURANGI JUMLAH PRODUKSI

Jika biasanya produsen menghasilkan 100 produk dalam waktu sehari, mulailah untuk mengurangi sedikit jumlah produksi. Meskipun terdengar sepele. Cara ini menjadi alternatif selain mengandalkan strategi shrinkflation. Di samping itu, produsen tetap untuk menjaga kualitas produk dan loyalitas konsumen.

Selain melalui keempat cara di atas, tim Froyonion.com sempat mengubungi Farras, konsultan pemasaran di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Menurutnya, ia sangat menyarankan produsen untuk mencari bahan baku alternatif.

“Untuk produsen atau penjual, bisa pakai bahan baku alternatif yang manfaatnya untuk menekan biaya produksi. Walaupun kualitas nggak benar-benar sama, minimal ini bisa jadi cara yang bagus daripada shrinkflation,” tulis Faras melalui wawancara daring kepada Froyonion.com.

Tapi, jika produsen tak ingin kehilangan kualitas produk dan kepercayaan konsumen, salah satu cara yang terbilang adil adalah lewat kenaikan harga produk yang diimbangi dengan konsistensi kualitas produk.

“Menurutku, kenaikan harga itu cukup solutif selama kualitasnya nggak berubah. Jadi, pembeli bisa memahami kalau memang ada harga untuk kualitas yang bagus,” timpalnya.

Sejauh ini, bagaimana menurut kalian? Pilih produk yang terkena shrinkflation tapi kualitas tetap bagus, atau pilih produk alternatif tapi kualitas sebelas dua belas dengan kompetitor? (*/)

BACA JUGA: 5 TIPS MENGEMBANGKAN UMKM ALA CO-FOUNDER & CMO OF HIJACK SANDALS, FAHMI FAISAL

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Lukman Hakim

Penulis lepas yang menuangkan ide secara bebas tapi tetap berasas