In Depth

FENOMENA PERBUDAKAN DI LANGKAT: DULU DIJAJAH BELANDA, SEKARANG DIJAJAH SAUDARA SEBANGSA

Kasus perbudakan di Langkat makin bikin gua berpikir, sebagai negara kita secara de jure memang udah merdeka. Tapi sebagai rakyat, kita belum merdeka secara seutuhnya dari penjajah baru.

title

FROYONION.COM - Indonesia dan korupsi, dua hal yang kayanya ga bisa terlepas satu sama lain. Gua pribadi, jujur ga akan kaget kalau ada kasus korupsi di Indonesia dan mungkin sama dengan kalian semua. Dari data Indeks Persepsi Korupsi (CPI) pada tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 102 dunia sebagai negara paling bersih dari korupsi dari 180 negara yang diurutkan berdasarkan tingkat korupsi di sektor publik.

Kasus korupsi yang mungkin masih diingat-ingat oleh masyarakat mungkin adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh Juliari Batubara yang mengkorupsi dana Bansos Covid-19. Tapi, baru-baru ini ada salah satu korupsi yang nyatanya membuka fakta baru mengenai orang-orang yang memiliki kekuasaan di Indonesia, yaitu kasus korupsi Bupati Langkat.

Gua pribadi ga kaget kalau ada kepala daerah yang ditangkep KPK gara-gara korupsi, kaya buat gua hal tersebut bukanlah hal baru. Tapi, adanya penemuan saat OTT dilakukanlah yang justru lumayan bikin gua kaget dan marah.

Saat OTT dilakukan di rumah dari Bupati Langkat, ditemukan sebuah kerangkeng atau penjara yang disinyalir digunakan untuk “memenjarakan” para pekerja lahan sawit di sana. Penjara yang kita kenal digunakan untuk menahan orang-orang yang bersalah secara hukum dan biasanya berada di kantor polisi, bisa kita temuin di rumah seorang pemimpin suatu daerah. Hal yang biasa kita liat di film-film bertemakan kerajaan, nyatanya benar terjadi di kehidupan nyata.

Kerangkeng ini sudah ada sejak 10 tahun yang lalu, dan orang-orang yang ditahan diduga merupakan para pekerja lahan sawit milik Bupati Langkat. Selain ditahan, para pekerja ini diduga mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, seperti disiksa, tidak diberi akses untuk keluar, tidak diberi makanan yang layak, dan tidak mendapat gaji sepeser pun. Dan ini semua terjadi di era modern yang mana di era ini kita semua sudah merdeka sebagai negara. Tapi dengan adanya penemuan ini gua jadi bertanya-tanya, apakah kita benar-benar sudah merdeka? Apakah kita sebagai masyarakat sudah merdeka?

KERJA RODI SAMA BANGSA SENDIRI

Nyatanya kita masih terjajah, bukan oleh negara lain melainkan oleh negara kita sendiri. Adanya korupsi, penyelewengan kekuasaan, dan adanya fakta perbudakan yang dilakukan oleh Bupati Langkat adalah bukti kalau kita masih terjajah. Merdeka dalam KBBI memiliki arti bebas, bebas dari penjajahan, perbudakan dan lain sebagainya. Tapi nyatanya, kita belum bebas. Nyatanya kita masih dijajah oleh orang-orang yang merasa punya kekuasaan dan ironisnya, yang menjajah adalah orang kita sendiri, orang Indonesia.

Sebagai negara, kita pernah dijajah. Tapi apakah kita belajar dari penjajahan tersebut? Apakah kita berubah menjadi negara yang benar-benar merdeka sepenuhnya? Engga. Kita, secara perlahan justru menerapkan penjajahan itu sendiri.

Perbudakan yang kita temui di Kabupaten Langkat adalah bukti kalau negara kita ga ada bedanya dengan jaman kolonial dulu. Apa bedanya Bupati Langkat sama Daendels yang sama nerapin kerja paksa? Keduanya sama-sama orang yang memegang kekuasaan suatu daerah dan sama-sama nerapin kerja paksa terhadap rakyatnya sendiri.

Dan fakta bahwa hal tersebut dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan yaitu Bupati, bikin gua tambah marah. Orang yang seharusnya mengayomi, melindungi, dan hadir sebagai representasi suatu daerah, justru melakukan hal keji yang dilakukan buat keuntungan dirinya sendiri.

Kita semakin tambah paham bahwa Kerja Rodi di era Daendels atau Romusha di era Penjajahan Jepang masih terjadi sampai di era sekarang. Para pekerja yang seharusnya mendapatkan haknya justru harus menerima perlakuan keji.

Perbudakan ini juga sebenernya terjadi di sekitar kita, banyak orang-orang yang over work tapi engga dapetin upah yang sesuai. Banyak orang-orang yang kerja di suatu tempat tapi hak-hak ga terpenuhi. Seperti hak untuk cuti, tunjangan, dan lain sebagainya.

Sebagai pekerja, kita ga bisa apa-apa. Kita seringkali dipaksa untuk terus menuruti keinginan orang yang berkuasa atas kita. Dan secara ga langsung dan tanpa kita sadari, kita udah diperbudak.

BUKAN SALAH BELANDA

Selain perbudakan kita juga masih dijajah oleh para penguasa-penguasa negara ini. Balik ke paragraf awal, korupsi. Korupsi merupakan sebuah budaya yang sudah melekat di Indonesia sejak era kolonial, tepatnya sejak zaman VOC. Setelah kita merdeka, apakah korupsi menghilang atau setidaknya berkurang? Engga, justru korupsi makin menjadi-jadi pasca kemerdekaan.

Yang paling mengakar di pikiran kita mungkin di pada Era Orde Baru di mana korupsi bahkan dilakukan oleh keluarga orang nomor satu di Indonesia, yaitu oleh para Keluarga Cendana.

Apakah pasca runtuhnya era Orde Baru, muncul sebuah perubahan? Well, mungkin secara kasat mata memang ada upaya, tapi ya kayanya masih sia-sia. Di era reformasi ini masih banyak kasus korupsi yang bahkan masih bersinggungan dengan kasus para Keluarga Cendana.

Para pemegang kekuasaan di Indonesia ga pernah belajar dari pengalaman pahit menjadi korban penjajahan. Seakan-akan, bukannya belajar dan berubah menjadi lebih baik, kita justru melakukan balas dendam atas perlakukan yang terjadi di era kolonialisme. Ironisnya, balas dendam tersebut dilakukan kepada masyarakat sendiri.

Lantas, buat apa negara ini merdeka kalau kita sebagai masyarakat masih terus merasa terjajah? Sebagai negara kita ga pernah belajar dari pengalaman. Kita udah tau gimana rasa sakitnya menjadi negara yang dijajah, berbagai hak kita dirampas, menjadi korban perbudakan, dan berbagai hal keji lainnya, tapi ironisnya kita malah ga belajar dari pengalaman pait tersebut. Dan sebaliknya, kita justru perlahan mencoba mengulangi pengalaman masa lalu sebagai negara terjajah, yang membedakan sekarang cuma pelakunya. Yang justru lahir dari orang-orang kita sendiri. (*/Photo credit: Hussain Badshah)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop