TikTok tak henti-hentinya menjadi trending topic. Setelah baru-baru ini CEO Shou Zi Chew mendapat lampu hijau untuk berinvestasi di RI, isu tak sedap menghampiri terkait misi tersembunyi mereka yaitu ‘Project S’. Apa yang harus pemerintah dan masyarakat lakukan?
FROYONION.COM – Sosial media yang dulunya dianggap hanya sekedar untuk joget-jogetan, kini melesat kilat dibandingkan dengan platform sosial media lainnya. Seiring bertambahnya waktu konten TikTok yang semakin beragam menuai panen atensi. Banyak pengguna yang merasakan manfaat dari aplikasi dengan nama lokal Douyin ini.
Laporan dari Axios Research mengungkap TikTok merupakan platform sosmed tercepat setelah Facebook Messenger yang meraih 1 miliar pengguna aktif. TikTok hanya memerlukan waktu 5 tahun 1 bulan untuk mencapai rekor ini menumbangkan Instagram, WhatsApp, Facebook hingga YouTube.
Kini tercium isu tak sedap dari TikTok, platform yang bergerak di bawah perusahaan IT asal China ByteDance ini diduga punya misi tersembunyi. Asal muasalnya datang dari media Inggris Financial Times. Dikutip dari kumparan.com ‘Project S’ merupakan hidden marketing sekaligus proyek prestisius TikTok.
Kepala E-commerce ByteDance Bob Kang diketahui menjadi pemimpin proyek ini. Caranya dengan mengumpulkan seluruh data transaksi penjualan dalam satu wilayah dan menganalisa produk mana yang paling viral dan laris. Setelah itu mengirimkan produk tersebut dari China langsung ke konsumen yang dituju.
Salah seorang pengguna mencoba fitur Trendy Beat TikTok di Inggris membeli penyikat bulu hewan dan pembersih telinga. Trendy Beat merupakan fitur baru yang menjual produk-produk populer dan viral. Sang penjual terdaftar di Singapura namun barang yang dibeli malah datang dari China.
Anehnya lagi penjual dua produk tersebut adalah Seitu dan If Youuu yang berafiliasi dengan ByteDance selaku perusahaan pemilik TikTok. Wilfred Halim selaku Kepala Anti-penipuan dan Keamanan E-commerce Global TikTok Singapura juga tercatat sebagai Direktur Seitu.
Banyak pengamat dan ahli yang mengatakan Project S ini berpotensi ‘mematikan’ UMKM lokal. Hal ini pasti akan berdampak pada ekonomi nasional. Data perkembangan UMKM 2018-2019 membuktikan bahwa UMKM sebagai pangsa pasar terbesar ekonomi nasional dengan persentase 99% atau 64 juta lebih UMKM.
Selain itu UMKM juga menyerap 97% atau 117 juta tenaga kerja. Bayangkan apabila Trendy Beat meluncur di Indonesia, pasti akan banyak UMKM ‘mati’ sebab TikTok memproduksi dan menjual produknya langsung ke konsumen.
Dalam dunia IT data adalah harta karun terpendam yang semakin diolah akan semakin bermanfaat. Setiap perusahaan memiliki kemampuan untuk mengolah kumpulan data atau istilah kerennya big data. Pengolahan data ini dinamakan big data analytic. Kombinasi big data analytic dan data mining akan menghasilkan banyak manfaat bagi perusahaan.
Salah satunya yaitu perusahaan mampu menganalisis pasar, menentukan target pemasaran dan strategi pemasaran yang tepat. Contoh sederhananya suatu sekolah yang memiliki master data siswa. Dalam master data siswa terdapat data orang tua siswa plus pekerjaannya.
Ternyata dari hasil analisis menunjukkan bahwa 31% orang tua siswa bekerja sebagai PNS pemprov/pemko, 25% TNI/Polri, 19% bekerja sebagai pegawai swasta, 15% wiraswasta dan 10% lain-lain. Nah, dari sebaran data ini manajemen sekolah dapat merumuskan kebijakan strategi untuk target siswa baru.
Salah satunya dengan menggencarkan promosi di instansi-instansi pemerintah atau bekerja sama dengan instansi terkait. Ini masih dari satu bagian kecil dari data siswa saja. Bagaimana dengan data jumbo seperti data transaksi pelanggan e-commerce di seluruh dunia termasuk TikTok? Perusahaan akan mendapatkan banyak informasi baru untuk rencana forecasting penjualan.
Jadi tak perlu heran dengan Project S TikTok, seluruh perusahaan e-commerce atau perusahaan lain juga melakukan hal yang sama. Hanya cara implementasinya yang beda, apakah transparan atau tidak.
Cara diam-diam dan tak etis TikTok inilah yang dikecam oleh pemerintah terutama para pelaku UMKM. Kalau mau gentle langsung saja memproklamirkan diri layaknya Amazon Basics, Shein atau Seitu yang terang-terangan menjual produknya langsung ke pelanggan.
Shou Zi Chew dalam wawancaranya dengan Najwa Shihab mengatakan kurang lebih ada 5 juta UMKM di TikTok dan 2 juta di TikTok Shop. Pemerintah harus bertindak cepat dengan mengatur jangan sampai UMKM gulung tikar dari negeri sendiri. Apalagi TikTok memiliki misi besar menjadikan Project S sebagai toserba palugada. Ini menjadi ancaman nyata bagi ekonomi nasional yang saat ini masih ditopang oleh UMKM.
Pemerintah harus menetapkan regulasi pembatasan terhadap produk impor yang membanjiri marketplace, tidak hanya untuk TikTok melainkan seluruh marketplace di Indonesia. Jika tidak, produk impor akan terus membanjiri tanah air dan berdampak negatif terhadap UMKM.
Pemerintah juga harus memperketat kegiatan ekspor/impor barang terutama yang sudah banyak beredar di dalam negeri. Hal ini berdasarkan studi World Economic Forum (WEF) tahun 2021 lalu.
Hanya 25% produksi hijab yang diproduksi pengusaha lokal, 75% malah produk asing. Padahal setiap tahun masyarakat RI membeli 1 miliar hijab dengan nilai hampir 7 miliar dollar. Pasar Tanah Abang juga semakin diisi oleh produk impor.
Selain itu masyarakat juga harus berperan aktif dengan membeli produk dari e-commerce asli anak bangsa seperi tokopedia, bukalapak, blibli dan e-commerce lainnya yang berkomitmen memajukan UMKM lokal. Membantu penjualan produk lokal dengan cara memviralkan di akun sosmed pribadi atau menjadi dropshipper juga menjadi langkah penting. Ya hitung-hitung membantu UMKM lokal, seperti kata Bos yang diperiksa KPK kemarin “cintailah produk-produk Indonesia”. (*/)