In Depth

DAMPAK KERUSAKAN ALAM, CUACA PANAS BELAKANGAN INI MEMANG BIKIN WASWAS (ECO-ANXIETY)?

Perubahan iklim dan global warming yang terus mengintai ternyata punya dampak nyata bagi kesehatan mental anak muda, namanya eco-anxiety. Gimana ya mengatasinya?

title

FROYONION.COM - Kesadaran akan pentingnya keberlangsungan lingkungan seharusnya jadi salah satu concern utama di kalangan anak muda sekarang ini. Harus disadari bersama, kalau kerusakan lingkungan akibat gaya hidup yang ‘urakan’ sudah bukan khayalan belaka. Kini, manusia bisa benar-benar merasakan dampak signifikannya. 

Salah satu hal yang mungkin kita rasakan belakangan ini adalah gelombang panas yang terjadi di mana-mana. Bukan cuma di Indonesia saja, tapi dunia mencatat fenomena ini terjadi di banyak negara hingga Asia Selatan. Beberapa negara bahkan telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40°C. 

Di Indonesia sendiri, suhu harian bisa mencapai 37,2°C di Ciputat. Data ini dirilis langsung oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menganalisis situasi beberapa hari terakhir. Tren pemanasan global ini disebabkan perubahan iklim yang terus terjadi.

Nah, ternyata global warming yang terus terjadi ini berdampak secara tidak langsung pada kesehatan mental anak muda. Kementerian Kesehatan pada Januari tahun ini merilis sebuah artikel bertajuk: Fenomena “Eco-Anxiety” pada Generasi Muda

Melalui tulisan tersebut, dijelaskan jika eco-anxiety menimbulkan kesadaran di tengah anak muda Indonesia untuk  peduli lingkungan terus bertumbuh. Penyebabnya ya itu tadi, banyak kejadian extreme yang kini dirasakan secara langsung. Fenomena itu yang kemudian menyebabkan kecemasan di tengah anak-anak muda. 

BACA JUGA: CARA KREATIF MASYARAKAT SIAK BUAT GALAKKAN KESADARAN LINGKUNGAN

FYI, anxiety atau gangguan kecemasan itu sendiri merupakan istilah kedokteran yang lazim digunakan. Eco-anxiety sendiri hingga kini belum dikategorikan sebagai suatu penyakit klinis. Hanya saja, The American Psychological Association (APA) telah menyebutkan jika  kondisi eco-anxiety ini sebagai ‘a chronic fear environmental doom’ atau rasa takut akan kehancuran lingkungan. 

Dari berbagai penelitian, gangguan emosional ini bisa berdampak sama buruknya seperti gangguan kecemasan lainnya. 

Psikolog klinis forensik dari Universitas Indonesia (UI) Kasandra Putranto menyebutkan jika eco-anxiety bahkan bisa mengganggu kualitas hidup penderitanya bahkan hingga depresi. Mungkin masalah ini terdengar tidak nyata ya? Tapi keilmuan psikologis mencatat jika banyak manusia yang bisa benar-benar merasakan kecemasan karena faktor eksternal —seperti kondisi alam— dan memengaruhi kehidupannya kelak nanti.

“Dampak terbesar dari eco-anxiety bisa memicu stres, kecemasan, rasa takut, rasa putus asa, bahkan depresi. Kondisi ini secara lebih lanjut juga bisa mengganggu kualitas hidup,” kata Kasandra saat berbincang dengan tim Froyonion.com, Selasa (25/4). 

Bukan hanya itu saja, Kasandra menyebutkan jika kecemasan yang berlebih tentunya akan berdampak pada bagaimana hubungan interpersonal dan kesejahteraan emosional seseorang. 

BACA JUGA: KENAPA ECO-FRIENDLY FASHION RAMAH LINGKUNGAN TAPI TAK RAMAH DOMPET

Dengan begitu, memang sebenarnya bisa kita simpulkan eco-anxiety ini nggak kalah mengerikan dari penyakit gangguan kecemasan yang lain. Apalagi, hingga sekarang ini kerusakan lingkungan terus terjadi dan berdampak banyak banget di tengah kehidupan masyarakat, kan? 

Tapi untungnya, gangguan kecemasan ini bisa berdampak positif loh. Kasandra menjelaskan jika dengan adanya kegelisahan terhadap lingkungan, kita bisa jadi lebih proaktif untuk berkontribusi bagi kelestarian alam. 

KEGELISAHAN = MOTIVASI 

Menurut Kasandra, jika eco-anxiety dikelola dengan baik maka akan timbul dorongan positif bagi tiap individu untuk mengambil tindakan. Nyatanya, banyak aktivitas di era sekarang ini yang bergerak di isu-isu lingkungan. 

Maka dari itu, sebenarnya tidak sulit bagi anak muda untuk berkontribusi positif apabila merasa gelisah akan keadaan lingkungan yang semakin memburuk ini. 

Beberapa hal yang bisa dilakukan, khususnya untuk mengatasi eco-anxiety versi Kasandra: 

1. Mengedukasi diri tentang lingkungan

2. Mengambil kegiatan yang mendukung lingkungan

3. Bergabung dengan komunitas isu lingkungan

4. Mengisi waktu luang dengan kegiatan positif seperti olahraga dan meditasi

5. Mencari bantuan profesional jika eco-anxiety sudah mengganggu kegiatan sehari-hari. 

Sekarang ini pun organisasi nirlaba yang giat melakukan aksi pemulihan terhadap lingkungan juga nggak terbatas dan semakin banyak. Dulu mungkin kita tahu beberapa organisasi seperti World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, Greenpeace Indonesia, WALHI, dan lainnya. 

Tapi seiring dengan kegelisahan yang terus memuncak, makin banyak kini anak muda yang bergerak dalam kelompok-kelompok kecilnya untuk berdampak bagi alam. Sebut saja misalnya Pandawara Group. Lima pemuda yang tergabung dalam satu kelompok ini berani tanpa ragu mengambil sampah-sampah di berbagai lokasi dan bantaran sungai. 

Kisah yang akhirnya menginspirasi banyak orang itu pun nyatanya telah berdampak lebih luas lagi. Tentu saja hal tersebut dibantu oleh pengembangan teknologi dan platform media sosial yang semakin luas. Walhasil, penyebaran informasi terkait kelestarian alam bisa dikemas menarik dan membuat makin banyak anak muda tergerak hatinya. 

Sebenarnya, cinta lingkungan juga bisa dilakukan dengan menyalurkan hobi yang kalian punya. Misalnya, hobi diving yang dimiliki Swietenia Puspa Lestari hingga akhirnya mendorong dia untuk membuat yayasan Penyelam Lestari Indonesia atau ‘Divers Clean Action’. 

Tenia, panggilan akrabnya, dalam wawancara bersama ABC News pada 2021 lalu mengungkapkan jika kegelisahan terhadap lingkungan muncul seiring dengan hobinya tersebut yang mulai terganggu. 

Ketika menyelam, semakin banyak sampah di dasar lautan dibanding ikan-ikan cantik yang berwarna-warni. 

Oleh sebab itu, dia pun menggabungkan hobi dan latar belakangnya di ilmu teknik lingkungan untuk menggagas gerakan cinta lautan. Mereka menyelam untuk mengambil sampah di dasar laut dan membersihkan pesisir. 

Tapi, sama seperti apa yang dilakukan Pandawara Group, aksi sebatas itu tidak akan cukup untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan secara besar-besaran.

Perlu peran serta warga dan masyarakat sekitar sehingga tidak membuang sampah sembarangan. Awareness akan dampak berbahaya dari kerusakan lingkungan perlu terus digalakan. 

BACA JUGA: GOOGLE DOODLE, HAPUS EMAIL, DAN MAKAN SAYUR: MANA YANG LEBIH EFEKTIF TANGKAL PERUBAHAN IKLIM?

Mengutip kata Tania, “Kita butuh solusi yang radikal, kebijakan yang radikal,” 

Makanya, di tengah fenomena eco-anxiety di kalangan anak muda ini kita nggak bisa cuma sebatas gelisah saja. Yuk bergerak dan ambil langkah nyata untuk berdampak bagi kelestarian alam! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Michael Josua

Cuma mantan wartawan yang sekarang hijrah jadi pekerja kantoran, suka motret sama nulis. Udah itu aja, sih!