Meluruskan arti kata ’skena’ dan menyarankannya untuk dimasukkan ke dalam KBBI.
FROYONION.COM - Banyak yang mengatakan skena adalah mereka yang memakai sepatu Docmart. Selain itu ada juga yang lebih spesifik mengatakan kalau skena identik dengan tato kupu-kupu. Tapi dari banyaknya konten yang beredar soal ‘skena’. Selalu saja penjabarannya hanya berputar tentang persoalan outfit dan tampilan luar.
Jimi Multhazam dalam sebuah gigs-nya bersama Morfem juga ikut mengomentari ramainya perbincangan tentang skena.
"Tapi yang nulis tentang skena itu pengetahuannya skena-nya (sekenanya) aja." Kata Jimi Multhazam. Jadi memangnya ‘skena’ itu apa, sih?
Skena yang semula dimaknai sebagai sebuah perkumpulan orang yang memiliki minat dan kesukaan yang sama, perlahan sedikit bergeser. Meskipun memiliki makna tersebut, kata skena baru-baru ini umumnya lebih sering ditujukan untuk skena musik.
Meski begitu, skena bisa mencakup banyak komunitas lain tidak hanya musik. Kemudian skena bisa juga dikatakan sebagai sebuah komunitas. Seperti skena grafiti, skena skateboard, skena BMX dan lainnya.
Skena dalam musik adalah bagian dari tumbuhnya ekosistem musik. Di dalamnya diisi oleh para penggemar dari tiap band, dan tumbuh sebuah ekosistem musik. Seperti merchandise band, rilisan fisik, dan juga jadwal gigs di tiap kota.
Dengan begitu, perkembangan band dan genre tersebut akan terus tumbuh dan berkembang. Apalagi setiap kota memiliki ciri khas musisi dan genre masing-masing.
Biasanya yang paling sering disematkan dengan istilah ‘skena musik’ adalah musik-musik indie atau underground yang jarang diketahui orang banyak, tapi tetap tidak selalu seperti itu sebetulnya.
Kita akan menemukan para penggemarnya hanya apabila band tersebut manggung. Setidaknya ada beberapa genre musik yang sering digunakan dengan penggunaan kata skena. Seperti skena punk, skena metal, skena emo, skena indie pop, dan lain macamnya.
Sering juga kata skena digunakan bersamaan dengan nama kota di Indonesia. Seperti skena musik Bekasi, skena musik Semarang, skena musik Jogja, dan skena-skena musik kota lain.
Misalnya skena musik Bekasi, mengutip dari instagram kolektif Kedutaan Besar Bekasi. Ternyata musik Bekasi sedang ramai diisi oleh musisi-musisi indie pop.
Namun lain lagi apabila kita membicarakan yang disebut skena Bekasi, ini lebih luas cakupannya. Tidak hanya dalam klasifikasi musik saja, bisa berupa fashion, otomotif, olahraga, bahkan musik sekalipun.
Ada beberapa yang mengartikan bahwa kata ‘skena’ adalah akronim dari Sua, Cengkrama, dan Kelana. Dalam kasus ini, kita sepertinya sama-sama harus sepakat bahwa tidak semua kata harus ada akronimnya. Biar saja kata ‘skena’ berdiri sendiri tanpa ada embel-embel akronim di dalamnya.
Kata ‘skena’ lebih masuk akal apabila berasal dari serapan kata scene dalam bahasa Inggris. Rolling Stone dalam beberapa artikel musiknya kerap menyematkan kata scene disandingan dengan genre musik.
Seperti punk scene pada artikel Vancouver’s Punk Scene Blows Up. Lalu ada metal scene pada artikel berjudul See Metallica, Exodus Reminisce on San Francisco’s Eighties Metal Scene. Pun pada rock scene di artikel berjudul A Bold New Alt-Rock Scene Is Brewing in Mexico’s Noisy, High-Powered Underground.
Akibat dari ramainya penggunaan istilah skena dimana-mana, banyak orang yang masih bertanya-tanya arti dari istilah tersebut. Melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bawah naungan Kemendikbud Ristek sudah semestinya memasukkan kata skena ke dalam KBBI.
Tujuannya agar orang awam yang ingin tahu arti secara resminya bisa dengan mudah mencarinya di KBBI. Sudah semestinya menjadi tugas Badan Bahasa untuk menjelaskan kata-kata gaul yang sudah menjadi alat komunikasi sehari-hari. Karena kata-kata tersebut juga bagian dan Bahasa Indonesia. Sudah seharusnya kita mengenal kata-kata serapan lain dan difasilitasi tempat untuk memahaminya, salah satunya melalui KBBI.
Skena musik yang menumbuhkan ruang ekosistem bagi para musisi, turut serta menumbuhkan perekonomian bagi band dan para musisi. Biasanya setiap band atau musisi selalu merilis official merchandise mereka sebagai pemasukan tambahan. Seperti misalnya kaos, kerap kali design kaos ini berupa gambar cover album mereka, atau desain khas band dan musisi tersebut.
Tapi ada saja ‘polisi skena’ yang mengomentari orang-orang yang memakai kaos band kebanggaannya. Umumnya mereka disuruh menyebutkan tiga lagu dari band tersebut, jika tidak tahu maka akan dicap sebagai poser.
Padahal, selagi kaos yang dipakai adalah official merchandise dari band tersebut ya sah-sah saja. Justru mereka ikut mensupport dengan membeli kaos original.
Bisa saja desainnya bagus, karena kaos kan untuk dipakai, jadi penting untuk melihat bagus atau tidaknya desain kaos yang ingin dipakai. Kecuali kaosnya punya speaker sendiri, jadi bisa setel lagu di situ, baru tuh harus hapal satu album.
Jadi skena tidak hanya orang yang pakai kaos oversize, tato kupu-kupu dan sepatu Docmart. Karena banyak kok dari mereka yang pakai sepatu Converse ataupun Vans. Banyak dari mereka yang kaosnya nggak oversize dan tak punya tato.
Semua tergantung pada skena apa yang dimaksud, musik, skate, atau apa?
Jangan sampai ujaran yang bermakna negatif tentang skena justru malah berimbas merugikan kepada ekosistem itu sendiri. Setiap orang bebas untuk menyukai apapun dan siapapun tanpa harus terjebak dalam satu stereotip yang itu-itu saja. (*/)