In Depth

BERKACA DARI KASUS FESTIVAL MUSIK, YUK JAGA IKLIM INDUSTRI!

Lo pasti masih ingat kan kasus festival musik Berdendang Bergoyang beberapa waktu lalu. Kisruhnya bisa bermasalah banget ke depannya lho. Jangan lupa, masih ada tiga event festival musik dengan guest star internasional yang bakal digelar di Jakarta.

title

FROYONION.COM - Efek domino dari kasus festival musik Berdendang Bergoyang di Senayan beberapa hari lalu bisa berakibat fatal, Civs. Perkara ini seharusnya jadi pukulan telak bagi industri festival musik agar berbenah dan nggak cari untung berlebih dari rasa antusiasme masyarakat terhadap pesta hiburan rakyat tersebut. 

Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) khawatir kalau munculnya kasus itu bakal jadi preseden buruk tentang penyelenggaraan festival musik. Hal ini jadi bahaya soalnya hingga akhir tahun nanti masih ada beberapa event besar yang melibatkan musisi papan atas dunia di Indonesia bakal digelar, sebut saja: Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 9-11 Desember, Soundrenaline pada 26-27 November, dan Head in The Clouds (HITC) Jakarta pada 3-4 Desember. 

Kegagalan festival Berdendang Bergoyang kemarin bisa saja membuat event-event tersebut bermasalah dari sisi perizinan ataupun penyesuaian aturan-aturan lain yang seharusnya sudah rampung sejak awal persiapannya. 

Buat lo yang mungkin nggak update soal kasusnya, gue coba rangkumin sedikit ya. Jadi seharusnya tanggal 28,29,30 Oktober kemarin banyak pecinta musik tanah air yang seru-seruan bareng di Istora Senayan, Jakarta. Euforia menikmati konser musik dengan format festival jadi salah satu yang paling favorit di akhir tahun ini.

Apalagi kan selama ini hiburan kita banyak tertahan gara-gara situasi pandemi Covid-19 yang menyerang Indonesia sejak 2020 lalu. 

Singkat cerita, banyak keluhan dari para pengunjung acara gara-gara crowd yang nggak terkendali. Flow perpindahan dari satu stage ke stage lain selama event berlangsung pun berantakan. 

Keluhan ini sempat ramai diperbincangkan oleh netizen di media sosial pada hari kedua penyelenggaraan acara. Banyak yang merasa kapok, dan nggak mau datang lagi ke Berdendang Bergoyang meski sudah punya tiket buat day 2. 

Namun demikian, acara tetap berlanjut di hari kedua tersebut. Tapi nggak sampai selesai. Alasannya polisi menghentikan acara tersebut gara-gara kepadatan pengunjung yang terlalu parah. Menurut polisi banyak juga orang yang pingsan. 

Usut punya usut yee, ternyata panitia acara itu diduga menjual lebih jauh dari kapasitas venue acaranya. Yaa masuk akal sih, makanya kan crowd di festival itu jadi nggak terkontrol. 

Izin untuk gelaran acara itu seharusnya hanya untuk 3 ribu penonton, tapi tiket yang dijual sampai 27 ribu. Polisi pun sudah turun tangan buat mendalami perkara ini. Kasus sudah naik ke tahap penyidikan, artinya ada dugaan pelanggaran pidana yang terjadi. 

WAJIB JAGA IKLIM INDUSTRI

Masalah yang terjadi akibat festival tersebut tentu saja berdampak negatif bagi industri musik di Indonesia. Salah satu contohnya saja, konser Dewa 19 yang seharusnya digelar 12 November ini di Jakarta International Stadium (JIS) harus ditunda hingga Februari tahun depan. 

Balik lagi, penundaan konser itu gara-gara kekhawatiran akan pengamanan acara yang bakal melibatkan puluhan ribu penonton. Polisi pun belum mengeluarkan rekomendasi izin penyelenggaraan acara. 

Dengan penundaan diharapkan pihak penyelenggara dapat mengoptimalkan sarana dan prasarana kegiatan agar nggak makan korban. Sekretaris Jenderal APMI Emil Mahyudin pun mengamini kalau masalah Berdendang Bergoyang sangat berpengaruh buat keseluruhan industri.

Emil pun bersama dengan seluruh stakeholders terkait, baik dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta kepolisian sedang merumuskan jalan tengah untuk menanggulanginya. 

Intinya adalah agar event-event besar di akhir tahun ini tidak terganggu. 

Masalahnya, kata dia, penundaan atau pembatalan festival sekelas DWP, HITC, ataupun Soundrenaline juga bakal berdampak buruk bagi negara Indonesia.  

APMI sih mengatakan kalau mereka bakal memperjuangkan keberlangsungan tiga acara besar tersebut. Kata doi, banyak manfaat sebenarnya yang diraih dari penyelenggaraan acara tersebut. Dia meminta supaya kita ataupun pemangku kebijakan nggak menggeneralisir semua festival musik bermasalah. 

"Iklim industri jadi nggak kondusif, pertumbuhan ekonomi jadi terganggu. Ini asosiasi sedang berdiskusi dengan Kemenparekraf dan Polri untuk menanggulanginya," kata Emil saat dihubungi. 

Menurutnya, penundaan acara bertaraf internasional itu nantinya bisa meruntuhkan kepercayaan musisi dan managementnya terhadap Indonesia sebagai destinasi untuk 'manggung' dengan pangsa pasar yang tinggi. 

Fyi, tiga event besar seperti DWP, HITC, dan Soundrenaline itu bakal diisi sama banyak musisi dunia yang sangat berprestasi dan terkenal. Misalnya saja, Martin Garrix, Zedd dan Yellow Claw di DWP; lalu Weezer, Mura Masa hingga Secondhand Serenade di Soundrenaline, dan banyak musisi terkenal lainnya di bawah label 88rising di acara HITC Jakarta nanti. 

Harus jadi pertimbangan kalau ketiga event itu membawa banyak keuntungan bagi Indonesia. Salah satunya yang pasti adalah menarik minat para turis mancanegara untuk menikmati musisi tersebut di Indonesia. 

Nama baik industri musik Indonesia pun nantinya juga bakal jadi perhitungan di kancah internasional. 

Emil mengungkapkan kalau bukan hal mudah untuk memboyong para musisi ternama itu ke tanah air. Banyak proses birokrasi dan kepentingan lainnya yang rumit. 

Makanya dia pun berharap agar setiap event yang sudah direncanakan itu dapat berjalan. Pembatalan, kata dia, cuma bakal merusak momentum baik bagi industri musik di Indonesia.

Meski demikian, Emil tetap mendorong agar ada perbaikan proses administrasi dan regulasi perizinan untuk event-event serupa. Sehingga, nggak ada lagi tuh masalah-masalah yang jadi preseden buruk ke depan kayak apa yang dilakukan sama promotor Berdendang Bergoyang.

"Lihat saja, di region cuma Indonesia yang didatangi banyak artis luar sekarang. APMI mengusulkan seluruh event bisa berjalan, melalui perbaikan regulasi perizinan dan disiplin administrasi promotor," tambahnya lagi. 

Sebenarnya ya, masalah festival musik ini perlu jadi perhatian bersama. Bukan cuma bagi pemerintah, tapi promotor seharusnya bisa lebih bijaksana lagi dalam menggelar suatu acara. Di tengah antusias masyarakat yang tinggi terhadap pagelaran festival musik, jangan sampai ada kekecewaan yang timbul cuma gara-gara segelintir tindakan buruk. (*/)

BACA JUGA: ASOSIASI PROMOTOR MUSIK: 'FESTIVAL MUSIK YANG RICUH BAKAL DIKENAI SANKSI SOSIAL'

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Michael Josua

Cuma mantan wartawan yang sekarang hijrah jadi pekerja kantoran, suka motret sama nulis. Udah itu aja, sih!