Mendingan jadi kutu loncat atau loyal? Tapi kalaupun loyal harus berapa lama ya?
FROYONION.COM - Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Career Builder menemukan bahwasanya Gen-Z rata-rata hanya sanggup bertahan selama 2 tahun 3 bulan di tempat kerjanya.
Hal yang tidak jauh berbeda pun juga dialami oleh kaum millennial. Rata-rata mereka hanya sanggup bertahan 2 tahun 9 bulan bekerja di satu tempat yang sama.
Memang angka ini lebih baik dibandingkan Gen-Z, tetapi angka ini jauh di bawah Gen-X yang rata-rata memiliki lama bertahan selama 5 tahun 2 bulan.
Bahkan, angka ini jauh di bawah generasi sebelum mereka, alias generasi Baby Boomers yang mampu bertahan lebih dari 8 tahun. Maka tidak mengherankan apabila kedua generasi ini seringkali mendapat julukan sebagai “kutu loncat”.
Alasannya pun beragam, mulai dari tidak cocok dengan rekan kerja, budaya kerja yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka anut, hingga sebagai sarana untuk mempercepat jenjang karier mereka walaupun hingga kini masih belum dapat dipastikan kebenaran atas klaim mereka ini.
Tentunya, langkah yang diambill oleh anak muda Gen-Z ini kontras dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu mereka, yakni para Gen-X dan Baby Boomers yang dapat dikatakan lebih loyal terhadap tempat kerjanya.
Tentunya hal ini memicu pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam benak kita: “Berapa lama kita harus bertahan di posisi pekerjaan kita? Haruskah kita mengikuti budaya Gen-Z, dan Millennials? Haruskah kita kembali lagi ke cara lama seperti apa yang dilakukan oleh para sesepuh kita, yakni para Gen-X dan Baby Boomers?”
Mungkin ini menjadi pertanyaan yang sering muncul di kalangan Generasi Z dan Millennial mengenai seberapa lama kita seharusnya bertahan di satu tempat kerja untuk mencapai suatu kesuksesan. Terlebih lagi, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Deloitte, Generasi Z dan Millennial cenderung mencari pekerjaan yang menawarkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara pribadi. Mereka ingin mendapatkan pengalaman yang berharga dan meningkatkan keterampilan mereka. Hal inilah yang menyebabkan tradisi kerja keras dan bertahan lama ala Baby Boomers dan Gen- X sudah mulai bergeser, dan ditinggalkan.
Meskipun begitu, hingga saat ini belum terdapat studi yang mengungkap secara pasti berapa lama waktu bertahan yang kita perlukan untuk mencapai kesuksesan.
Namun, masih menurut Cheang sang pendiri dan CEO Mc Coaching menyebutkan bahwasanya setidaknya kita harus bertahan di tempat kerja sekurang-kurangnya dua tahun.
Magda mengungkapkan bahwa jangka waktu 2 tahun tersebut bukanlah waktu yang lama dan bukan juga waktu yang terlalu singkat sehingga waktu dua tahun tersebut dianggap tepat untuk menggambarkan bahwa kalian memang berdedikasi, dan tidak mudah goyah terhadap derasnya ‘godaan’ dari luar, serta dengan durasi waktu tersebut Magda menganggapnya cukup lama untuk benar-benar mempelajari suatu unit bisnis dengan baik, sehingga ke depannya dapat mempermudah kalian untuk melakukan transfer pengalaman di tempat kerja yang baru.
Loyalitas, dan dedikasi mungkin dianggap sebagai suatu signature yang telah melekat dengan para generasi X, dan baby boomers. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Deloitte menunjukkan bahwasanya budaya tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh para Millenials dan Gen Z.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah budaya yang dibangun oleh Baby Boomers dan Gen-X tersebut sudah tidak lagi efektif?
Terdapat dua mekanisme mengenai bagaimana lama bekerja dengan tingkat kesuksesan karir seseorang. Pertama, berdasarkan human capital theory menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan akan meningkat seiring dengan peningkatan durasi, dengan demikian kinerja seseorang juga akan mengalami peningkatan juga. Kedua, kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi pertama, dimana seiring dengan peningkatan lama waktu bekerja di suatu tempat akan menyebabkan timbulnya kebosanan, dan juga motivasi yang berkurang. Konsekuensi dari hal ini adalah keuntungan yang diperoleh, berupa keterampilan dan pengetahuan tadi akan diimbangi dengan penurunan motivasi tadi. Dengan demikian, dampaknya akan menjadi semakin ambigu (Ng and Daniel, 2013).
Meskipun Gen-z dan Millenials memiliki kecenderungan untuk menjadi kutu loncat, tetapi tidak ada salahnya juga bagi kita untuk mempertimbangkan alasan untuk bertahan di tempat kita bekerja sekarang.
Penelitian menunjukkan bahwa salah satu alasan utama untuk bertahan di tempat kerja saat ini adalah stabilitas finansial. Terutama di tengah masa-masa sulit seperti saat ini, mempertahankan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang stabil dapat memberikan rasa aman dan kepastian dalam kehidupan sehari-hari. Bagi banyak orang, kenyamanan dan keamanan yang datang dengan bertahan lama di tempat kerja merupakan faktor yang signifikan dalam keputusan mereka.
Selain itu, adanya kesempatan untuk membangun jaringan yang kuat juga menjadi alasan yang kuat untuk bertahan di satu tempat kerja. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, hubungan yang kita bangun dengan rekan kerja dan atasan dapat membuka pintu bagi peluang baru dan pertumbuhan karier di masa depan. Penelitian oleh LinkedIn menunjukkan bahwa banyak kesempatan pekerjaan didapatkan melalui referensi dan jaringan yang telah dibangun selama kita bertahan di suatu tempat kerja.
Selain itu, memperpanjang waktu di tempat kerja juga dapat memberikan kesempatan untuk mendapatkan promosi dan kenaikan pangkat. Penelitian dari CareerBuilder menunjukkan bahwa pekerja yang telah bertahan lama di suatu perusahaan cenderung lebih mungkin untuk mendapatkan promosi dan tanggung jawab yang lebih besar. Dengan membangun reputasi dan keahlian yang solid, kita dapat meningkatkan peluang untuk naik jabatan di tempat kerja yang kita kenal dengan baik.
Selain alasan-alasan tersebut, ada juga faktor pribadi yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan untuk bertahan lama di suatu tempat kerja. Beberapa orang mungkin merasa terikat secara emosional dengan lingkungan dan budaya perusahaan, sehingga mereka merasa nyaman dan bahagia di tempat kerja tersebut. Mereka mungkin merasa terhubung dengan nilai-nilai perusahaan dan merasakan adanya kepuasan pribadi dalam kontribusi yang mereka berikan.
Meskipun penting untuk mempertimbangkan berapa lama kita bertahan, ada juga momen di mana mencari peluang baru menjadi langkah yang bijaksana dalam membangun karier kita.
Pertama-tama, perhatikan kebosanan atau kejenuhan yang muncul dalam pekerjaan kita. Apakah kita merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton dan kurang ada tantangan baru? Menurut penelitian dari Society for Human Resource Management (SHRM), kejenuhan kerja dapat mempengaruhi produktivitas dan kepuasan kita secara keseluruhan. Jika kita merasa bahwa pekerjaan kita tidak lagi memicu semangat dan kreativitas, ini bisa menjadi tanda bahwa kita perlu mencari peluang baru yang menantang. Untuk itulah, Jimmy Rose, mantan Vice President of Employee experience di Cotiviti menyarankan untuk mengevaluasi progress kita setiap 6 bulannya.
Selanjutnya, perhatikan juga apakah ada peluang pertumbuhan dan pengembangan yang terbatas di tempat kerja saat ini. Apakah kita merasa bahwa kemampuan dan potensi kita tidak termanfaatkan sepenuhnya? Studi yang dilakukan oleh Payscale menunjukkan bahwa kurangnya peluang pertumbuhan dapat menjadi salah satu alasan utama seseorang untuk berpindah tempat kerja. Jika kita merasa bahwa tidak ada peluang untuk memperoleh keterampilan baru, tanggung jawab yang lebih besar, atau kenaikan pangkat, maka mungkin saatnya mencari lingkungan baru yang dapat memberikan kesempatan tersebut.
Selain itu, perhatikan juga apakah nilai-nilai dan visi kita sudah tidak lagi sejalan dengan perusahaan tempat kita bekerja. Jika kita merasa tidak cocok dengan budaya perusahaan, tujuan yang tidak sejalan, atau nilai-nilai yang bertentangan, ini dapat mengganggu kepuasan dan motivasi kita dalam bekerja. Menurut penelitian dari Deloitte, kecocokan budaya menjadi salah satu faktor kunci dalam mencari kepuasan kerja jangka panjang. Jadi, jika kita merasa tidak cocok dengan lingkungan kerja saat ini, mencari tempat kerja yang sejalan dengan nilai-nilai kita mungkin merupakan langkah yang tepat.
Selain tanda-tanda tersebut, juga penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor eksternal seperti kondisi pasar kerja dan peluang yang tersedia di industri kita. Jika ada tren perubahan atau peluang yang menarik di luar sana, hal ini dapat menjadi pemicu untuk mencari peluang baru. Misalnya, perkembangan teknologi baru atau kebutuhan akan keterampilan yang spesifik dapat membuka pintu bagi peluang karir yang lebih menarik dan relevan.
Namun, sebelum membuat keputusan untuk pergi, penting untuk melakukan evaluasi diri yang jujur dan merencanakan langkah selanjutnya. Pertimbangkan apakah kita telah benar-benar memiliki keterampilan yang diperlukan dan juga jangan lupa untuk memperluas jaringan yang dapat mendukung perpindahan karier kita. Buat perencanaan yang matang dan mencari peluang baru dengan hati-hati. (*/)