In Depth

ASAL-USUL SENI BUDAYA ONDEL-ONDEL DI TANAH BETAWI

Masyarakat Betawi tentu familiar dengan rupa ondel-ondel. Tapi lo tahu enggak sih asal-usul budaya ondel-ondel Betawi tersebut?

title

FROYONION.COM - Tiupan angin masuk ke dalam ruangan lewat pintu yang terbuka. Cuaca Kamis itu (12/1) di sekretariat Komunitas Ondel-ondel DKI Jakarta (KOODJA), Kebon Jeruk, Jakarta Barat sedang cerah. Pada kesempatan tersebut, Yogie Achmad As-Syauqie (41) selaku ketua komunitas menceritakan pada Froyonion asal-usul dan penggunaan budaya ondel-ondel Betawi sejak zaman dulu hingga kini.

Di tengah ruangan yang penuh dengan macam-macam bentuk ondel-ondel, Yogie menjelaskan bahwa ondel-ondel dahulu bentuknya lebih menyeramkan, dengan sepasang taring dan mata yang melotot. Bentuk dan rupa ondel-ondel pun dipengaruhi oleh budaya Tiongkok dan Inggris yang telah menyebar hingga ke Indonesia.

BACA JUGA: PAKAIAN ADAT JADI SERAGAM SEKOLAH, LANGKAH  BIAR PELAJAR CINTA BUDAYA DAERAH?

MASUKNYA ONDEL-ONDEL KE INDONESIA

Yogie mengisahkan dulu seorang pedagang Inggris bernama William Scot pada 1605 mengenalkan boneka raksasa di pertunjukan masyarakat Sunda Kelapa. Boneka tersebut digunakan pada pesta iring-iringan kerajaan dan dikenal dengan nama Barongan.

“Barongan pada zaman dulu bermuka seram, mata melotot dan gigi bercaling,” ucap Yogie kepada Froyonion. “Kemudian pada tahun 1970-an pada zaman gubernur Ali Sadikin, Barongan dibuat menjadi lebih berwarna, bermuka cantik dan tidak seram lagi.”

Pada tahun yang sama, nama Barongan oleh pencipta lagu Djoko Subagyo diubah menjadi ondel-ondel, dinyanyikan serta dipopulerkan oleh Benyamin Sueb. Lalu istilah ondel-ondel tersebut digunakan oleh masyarakat Betawi hingga saat ini.

Pada tahun 1974 masih di era gubernur Ali Sadikin, ondel-ondel menjadi primadona pada masanya. Masyarakat melakukan arak-arakan dengan ondel-ondel dan tanjidor untuk menyambut ratu Inggris Elizabeth II dan suaminya pangeran Philip ketika mereka tiba di Jakarta.

Awalnya ondel-ondel digunakan pada pesta perayaan atau penerimaan tamu. Pada acara tersebut, ondel-ondel menari diiringi oleh beragam alat musik yang dimainkan secara bersamaan dan membuat alunan musik yang harmonis.

Acara pesta pada zaman dulu, yang meliputi arak-arakan menggunakan ondel-ondel mengelilingi kampung dan disertai permainan alat musik bertujuan untuk membuat kampung tersebut terhindar dari bencana dan wabah penyakit.  

Yogie menambahkan bahwa dulu arak-arakan dengan ondel-ondel keliling kampung dapat dipercaya dapat menyuburkan tanah, ladang perkebunan dan persawahan. Mereka percaya bahwa ondel-ondel perempuan adalah simbol dewi kemakmuran yang dapat membawa keberkahan bagi para petani.

Hingga saat ini ondel-ondel masih digunakan pada paca besar seperti upacara kenegaraan, peresmian tempat usaha, perayaan acara sunatan, pernikahan, dan ulang tahun anak. Ondel-ondel pada zaman sekarang adalah ikon budaya Betawi dalam tiap acara perayaan sekaligus untuk hiburan anak.

Namun, seiring perkembangan zaman, seni budaya ondel-ondel pun mengalami pasang surut dalam proses pemeliharaannya. Yogie turut menyadari bahwa kini ondel-ondel mulai serupa dengan pengemis. 

Bagi Yogie, penampilan ondel-ondel yang ideal adalah menghadirkan sepasang ondel-ondel (pria dan wanita) dan disertai dengan alat musik yang lengkap. Ada tabuhan, gong, tehyan, keneng dan kecrekan. Jadi tidak bisa penampilan ondel-ondel hanya menghadirkan satu ondel-ondel dan iringan musik oleh pengeras suara. 

Yogie menyebut penampilan ondel-ondel semacam ini merupakan pergeseran nilai budaya. Bahkan bisa disebut sebagai pengemis. Yogie selaku ketua KOODJA dan Dinas Kebudayaan Jakarta bila menemukan fenomena tersebut akan menegur dan memberikan nasihat. 

BACA JUGA: SEBERAPA PENTING ADAT DAN BUDAYA DAERAH  BAGI ANAK MUDA?

MEMAKAI KOSTUM ONDEL-ONDEL UNTUK PERTAMA KALI

Sewaktu kami menanyakan “berapa macam dan bentuk ondel-ondel Betawi?” Yogie mengajak kami melihat 6 ondel-ondel yang terdapat di dalam sekretariatnya. Mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling kecil. Yogie turut menjelaskan bahwa ondel-ondel pria harus berwarna merah dan tampan, lalu ondel-ondel wanita harus putih dan berparas cantik.

Tidak hanya bercerita, Yogia juga mencontohkan cara menggunakan ondel-ondel mulai dari masuk ke dalam tubuhnya hingga gaya menari dari yang paling dasar. Pada momen itu, Yoga menampilkan menari dengan satu kaki dan berputar dengan begitu lincah.

Yogie selaku ketua KOODJA pun mendapat apresiasi sebagai Tokoh Lokal Legendaris kota Jakarta dalam acara Festival Legendaris Grabfood.

Dari yang kami lihat, meski tubuhnya terbuat dari bambu, tapi dengan ukurannya yang cukup besar mungkin ondel-ondel akan tetap terasa berat jika kita menopangnya dengan pundak.

Yogi mengajak kami untuk mencoba masuk ke tubuh ondel-ondel dan menggerakkannya dari dalam, dimulai dari yang berukuran sedang. Satu per satu dari tim Froyonion mencobanya dan menari dengan alunan musik yang Yogie putarkan lewat pengeras suara dalam ruangan.

Sesuai dengan yang kami pikirkan, ondel-ondel ini cukup berat untuk diangkat, apalagi untuk digerakkan. Tim Froyonion mencoba menari bergantian menggunakan kostum ondel-ondel yang memiliki berat 10 kg dan 20 kg.

Kami memperagakan tarian yang sama dengan yang Yogie tampilkan dengan memutar dan gerakan semacamnya. Rasanya cukup menyenangkan dan hal ini adalah sebuah pengalaman baru bagi kami.

Cukup menari dalam durasi 1 lagu, energi kami sudah terkuras habis rasanya. Tidak terbayang seberapa kuat penampil ondel-ondel yang menari sepanjang acara yang berisi dari banyak lagu daerah Betawi. Kami menyadari bahwa melestarikan seni budaya ondel-ondel tidaklah mudah.

Menurut Yogie, ondel-ondel adalah buah karya anak bangsa Sekaligus identitas atau jati diri yang harus dipelihara, dijaga kelestariannya, dan dipertahankan. Saat ini pelestarian ondel-ondel Betawi masih membutuhkan dukungan dari masyarakat maupun pemerintah.

Mengingat begitu lekatnya ondel-ondel dengan kebudayaan Betawi, masyarakat Betawi pun harus mengenal dengan baik asal-usul budaya ondel-ondel Betawi. “Jangan sampai budaya kita direbut dan diakui dulu oleh bangsa asing, baru kita peduli,” ucap Yogie. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Fadhil

Content writer Froyonion, suka pameran seni dan museum, sesekali naik gunung