In Depth

APAKAH KOMEDI MEMILIKI BATAS?

Sejak lahirnya era dark jokes, banyak dari masyarakat kita yang akhirnya mudah tersinggung atas sebuah komedi. Lantas, apakah sebenarnya sebuah komedi memiliki batasan untuk mencegah ketersinggungan?

title

FROYONION.COM - Komedi. Sebuah bentuk kesenian yang dibentuk melalui sebuah lawakan dengan tujuan untuk menghibur orang. Komedi sendiri awalnya merupakan sebuah genre dari kesenian teater yang berasal dari zaman Yunani Kuno. 

Di zaman sekarang, kita dapat melihat berbagai bentuk atau genre dari komedi, Seperti stikom, komedi grup,  dan salah satu yang populer di era sekarang adalah Stand Up Comedy. 

Stand Up Comedy sendiri merupakan bentuk komedi tunggal saat si pelawak atau komika akan menyampaikan materi komedi dengan cara bermonolog di atas panggung. Materi komedi dalam Stand Up Comedy pun banyak variasinya. Dan dari banyaknya variasi dalam materi Stand Up Comedy, terdapat satu jenis materi yang seringkali menjadi perdebatan di masyarakat umum, yaitu dark jokes

Fenomena berkomedi dengan dark jokes di Indonesia awalnya emang mulai ngetren sejak era duet Coki Muslim. Tapi, keberadaan dark jokes sebagai subgenre dalam Stand Up Comedy sudah ada jauh sebelum adanya Coki Muslim.

Kita sama-sama tahu dark jokes adalah genre komedi gelap yang seringkali menyinggung hal-hal sensitif seperti agama, suku, ras, bencana, dan lainnya. Jadi wajar aja kalau akhirnya muncul ketersinggungan di antara masyarakat, terlebih masyarakat Indonesia. 

Dari adanya ketersinggungan inilah terlahir sebuah perdebatan mengenai batasan dalam berkomedi atau justru sebaliknya, apakah komedi memiliki batasan?

KOMEDI DAN KETERSINGGUNGAN

Pada dasarnya, nggak cuma dark jokes saja yang bisa menimbulkan ketersinggungan. Mau “seaman” apapun sebuah materi komedi, jika ada orang yang merasa tersinggung dengan komedi tersebut, ya maka ketersinggungan ga bisa terelakan.

Tapi  yang harus ditekankan adalah intensi dari seorang komedian mengeluarkan jokes tentunya adalah untuk melucu dan menghibur penontonnya, bukan untuk menyinggung suatu individu atau kelompok tertentu. 

Makanya, setiap sub genre komedi seperti dark jokes, blue jokes, atau lain sebagainya selalu diiringi dengan kata “jokes” ya karena pada dasarnya intensinya adalah untuk melucu, bukan untuk menyindir atau menyinggung individu atau kelompok tertentu. 

Sederhananya, sebuah materi komedi dibentuk dengan tujuan utama untuk melucu, bukan untuk menyindir satu kelompok tertentu. Maka dari itu, jika pada akhirnya terdapat satu individu atau kelompok yang merasa tersinggung dengan komedi yang disampaikan oleh seorang komika atau komedian, hal tersebut sudah diluar kuasa mereka. 

Tapi, di luar kuasa bukan berarti para komika atau komedian tidak bertanggung jawab atas jokes yang mereka keluarkan. Sehingga, penulisan materi komedi pun menjadi hal yang krusial dalam berkomedi.

SENSITIVITAS KOMEDIAN DALAM MEMBUAT MATERI

Penulisan materi komedi pada dasarnya adalah hal yang paling esensial dalam dunia Stand Up Comedy atau bahkan genre komedi lainnya. 

Dan mengutip dari pernyataan Pandji Pragiwaksono dalam wawancaranya bersama Whiteboard Journal. Salah satu kunci penting dalam penulisan materi komedi adalah sensitivitas. Dalam artian, nggak cuma dalam penulisan materi dark jokes saja seorang komedian harus memiliki sensitivitasMelainkan, di setiap era atau waktu seorang komedian sudah harus memiliki sensitivitas dalam penulisan materi komedinya. 

Karena pada dasarnya, agar sebuah jokes dapat diartikan sebagai sebuah komedi syaratnya cuma satu, yaitu lucu. 

Dan di sinilah sensitivitas dalam komedi atau biasa dikenal dengan sense of humour berperan sangat penting dalam penulisan materi komedi. 

Ketika akhirnya seorang komedian menulis sebuah materi komedi, peran sense of humour inilah yang akhirnya secara ga langsung akan menciptakan sebuah “batasan” seorang komedian dalam menulis materi. 

Misalnya, seorang komedian ingin mengangkat sebuah isu sensitif seperti disabilitas. Agar akhirnya isu tersebut bisa ditertawakan, setidaknya seorang komedian harus memiliki sense of humour yang tinggi dalam penulisan materinya, terlebih isu yang dibawakan cenderung bisa menyebabkan ketersinggungan. 

Karena gini, apabila pada akhirnya materi yang dibawakan ternyata nggak lucu, orang-orang cenderung akan menganggap materi yang disampaikan sebagai bentuk hinaan sehingga mengecap komedian tersebut sebagai orang nir empati yang ga bermoral.  

Beda cerita apabila materi dengan isu sensitif tersebut ditulis dengan rasa sense of humour yang tinggi. Penonton pun akan menganggap materi tersebut sebagai materi komedi yang memang ditujukan untuk komedi aja. Karena apa yang disampaikan emang lucu, dan sesuai dengan fakta yang ada. 

Karena gini, yes materinya ternyata memang lucu, tapi apabila materi yang disampaikan ga sesuai dengan keadaan di dunia nyata atau konsep yang ada. Ya komedian tersebut buat gua gagal dalam menyampaikan jokesnya

Makanya, dibutuhkan pengetahuan dan juga sensitivitas ketika komedian menulis sebuah materi. Karena ya lucu aja, kalau ternyata seorang komedian justru ga paham dengan isu yang mereka angkat sebagai sebuah materi komedi.

Sehingga pada akhirnya bukan hanya sensitivitas dalam komedi aja yang dibutuhkan, melainkan sensitivitas komedian terhadap isu yang ingin mereka angkat. Setidaknya, mereka harus paham dengan isu apa yang ingin mereka bicarakan, sebelum akhirnya isu tersebut dapat ditertawakan. 

PEMAHAMAN AUDIENS MENGENAI APA YANG MEREKA TONTON

Lantas bagaimana dengan POV kita sebagai penonton dari sebuah komedi yang kerap kali merasa tersinggung dengan sebuah materi komedi yang dibawakan?

Pada akhirnya, salah satu hal yang akhirnya membuat komedian membuat “batasan” dalam komedinya, adalah penonton komedi itu sendiri. 

Pada akhirnya banyak komedian yang melakukan “self-censorship” karena merasa audience akan merasa tersinggung dengan materi komedi yang akan mereka bawakan. Tapi di sisi lain, kita sebagai penonton pun ingin melihat komedian bisa bebas secara bebas membawakan materi komedinya. 

Dan disini lah, pemahaman audiens mengenai apa yang sedang mereka tonton sangat diperlukan. Kita, sebagai penonton harusnya udah paham. Alasan kita menonton acara komedi pada dasarnya untuk tertawa, bukan untuk tersinggung. 

Dan apabila kita sudah bisa memahami akan hal tersebut, asli komedi yang kita tonton akan jauh lebih lucu. Kenapa? Ya karena kita menonton dengan rasa ingin dihibur, sehingga apapun materi komedi yang disampaikan, akan terasa lucu karena pada dasarnya kita paham internsi dari komedian menyampaikan materinya adalah untuk berkomedi. 

Beda cerita kalau pada akhirnya kita menonton sebuah acara komedi dengan rasa takut si komedian akan menyinggung persoalan yang ga kita sukai. Tentunya, sebagai penonton kita nggak akan merasa enjoy dalam menonton acara komedi tersebut.

ADAKAH BATASAN DALAM KOMEDI?

Jadi, kembali ke pertanyaan awal. Adakah batasan dalam komedi dan juga dimana batas dalam berkomedi?

Well, pada akhirnya komedi secara ga langsung memiliki “batasan” dalam artian, “batasan” ini terbentuk karena situasi tertentu. 

Komedian pada dasarnya akan menciptakan sebuah “batasan” dalam penulisan materi komedi apabila komedian tersebut tidak menemukan sense of humour dari keresahan atau isu yang ingin mereka angkat. Karena, kalau nyatanya sebuah materi ga ada sense of humournya, apakah materi tersebut masih bisa dikatakan sebagai materi komedi? Enggak kan. 

Komedi juga pada akhirnya memiliki batasan tergantung dengan audience dimana komedian tersebut akan tampil. Di beberapa kesempatan, nyatanya komedian rata-rata memiliki jenis materi tertentu yang disesuaikan dengan audience yang akan menonton mereka.

Untuk audiens yang notabenenya masyarakat umum dan sifatnya dipublikasikan ke berbagai platform, beberapa komedian cenderung memilih untuk membatasi materi komedi yang mereka keluarkan, atau biasa disebut dengan self-censorship.

Beda cerita, apabila audiensnya adalah penikmat komedi dan tidak dipublikasikan atau acara tersebut adalah acara yang eksklusif dan juga bersifat offline. Para komedian cenderung akan bebas menyampaikan apapun materi komedi yang mereka miliki. 

Pada akhirnya menurut gua, komedi memang memiliki batasan pada situasi tertentu. Dan batasan komedi ini pada akhirnya disesuaikan dan dikembalikan ke si komedian tersebut. 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop