In Depth

APA SEJARAH DI BALIK LAHIRNYA TRADISI MUDIK LEBARAN?

Mudik Lebaran merupakan salah satu tradisi yang selalu ada setiap Idul Fitri. Namun, kenapa ya tradisi ini bisa muncul? Dan bagaimana bisa terus awet hingga sekarang? Untuk tahu lebih jelasnya, Yuk baca di sini!

title

FROYONION.COM - Mudik Lebaran sudah menjadi bagian dari tradisi tahunan masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang beragama Islam. Ini telah menjadi tradisi yang sangat melekat bahkan ditunggu-tunggu oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya wilayah perkotaan.

Tradisi mudik sebenarnya sudah berjalan sejak lama. Itulah mengapa amat melekat dalam diri orang Indonesia. Akan tetapi, kenapa ya tradisi mudik Lebaran bisa berlangsung sangat lama dan bahkan awet hingga hari ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita tarik ke belakang hingga ke zaman yang sangat jauh. Mudik sebenarnya sudah dimulai sejak zaman kerajaan dulu kala.

KERAJAAN MAJAPAHIT 

Terdapat teori yang menyebutkan bahwa mudik sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia sejak zaman Majapahit juga Mataram Islam.

Jadi dulu sekali kerajaan Majapahit telah membentang luas bahkan hingga ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya. Dalam wilayah kekuasaan yang luas tersebut pemerintah pusat atau Majapahit sendiri memutuskan untuk mengirim para pejabatnya di berbagai daerah kekuasaan mereka.

Dalam area kekuasaan tersebut akan terbagi dalam wilayah-wilayah tertentu yang dipimpin oleh pejabat tersebut sehingga segala aturan dan urusan kenegaraan masih secara langsung di bawah kepemimpinan raja.

Oleh karenanya, penting bagi para pemimpin/pejabat di wilayah Sri Lanka misalnya untuk kembali menghadap raja dalam peristiwa-peristiwa tertentu.

Secara otomatis pejabat tersebut akan kembali menghadap raja di suatu waktu atau saat dibutuhkan. Makanya akan ada perjalanan yang cukup jauh demi kembali menghadap sang raja, sekaligus kembali ke kampung halaman mereka.

Inilah yang menjadi cikal bakal dari fenomena mudik, atau setidak menjadi asumsi yang mengaitkannya dengan sejarah fenomena mudik.

KERAJAAN MATARAM ISLAM

Asumsi lain menegaskan bahwa tradisi mudik juga terjadi akibat kebiasaan yang lahir dari Kerajaan Mataram Islam. Pada kurun waktu 1613 sampai 1645 wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat.

Pada kurun waktu in Mataram Islam telah menguasai kurang lebih sepertiga pulau Jawa. Nah pada masa ini para pejabat yang dikirim untuk memimpin berbagai wilayah kekuasaan mereka biasanya akan dipanggil untuk menghadap raja pada bulan Syawal.

Bagi yang belum paham, bulan Syawal sendiri adalah bulan setelah bulan Ramadhan. Oleh karenanya waktu-waktu inilah beririsan dengan waktu Idul Fitri atau momen Lebaran.

Selain menghadap raja, para pejabat ini akan menjadikannya sebagai ajang untuk bertemu atau berkumpul dengan “handai taulan” atau keluarga.

Jadi kedua asumsi inilah yang menjadi dasar dari lahirnya tradisi mudik mudik Lebaran.

TERMINOLOGI

Bersumber dari artikel yang didapat dari website UGM seorang antropolog dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Prof. Heddy Shri Ahimsa-Putra mengatakan: 

“(Mudik) berasal dari bahasa Melayu yaitu “udik”. Konteksnya pergi ke muara dan kemudian pulang kampung. Saat orang mulai merantau karena ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan hingga sekarang saat mereka kembali ke kampungnya,” tulis beliau.

Masih menurut akademisi tersebut, istilah “mudik” ini mulai dikenal secara luas pada sekitar tahun 1970-an. Saat masa Orde Baru, pemerintah pusat negara Indonesia memfokuskan pembangunan pusat pertumbuhan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan.

Karena fokus pembangunan ini membuat arus atau gelombang urbanisasi semakin membesar, masyarakat memilih pindah ke area perkotaan demi menetap dan mencari penghasilan di sana.

Beliau menuturkan juga mereka yang memilih menetap di area perkotaan salam waktu yang lama lepas dari para kerabatnya hal ini yang memunculkan rasa rindu pada diri mereka.

Akhirnya mereka menunggu waktu libur panjang untuk melepas rasa rindunya. Dan momen yang paling tepat adalah libur panjang Hari Raya Idulfitri.

Dikarenakan mayoritas negara Indonesia adalah umat muslim sehingga hari raya yang paling tepat adalah Idulfitri. 

Prof. Heddy menuturkan bahwa berbeda dengan negara-negara Barat yang masyarakatnya banyak memilih untuk pulang ke kampung halamannya pada saat perayaan Thanksgiving atau Natal.

Jadi hal inilah yang memicu mudik Lebaran menjadi sebuah tradisi. Ditambah dengan konsep Idulfitri yang mengharuskan mereka bersilaturahmi dan bermaaf-maafan antar sesama muslim, maupun yang bukan.

Dengan demikian, waktu tersebut sangat tepat untuk seseorang mengunjungi keluarga atau kerabat mereka sambil liburan dan merefresh pikiran dari pekerjaan dan kehidupan kota.

Selain itu sebenarnya media pun bertanggung jawab atas melekatnya fenomena ini pada diri masyarakat Indonesia. 

Karena saat gelombang mudik mulai terjadi, media selalu menganggap bahwa ini adalah fenomena menarik dan memutuskan menyiarkannya secara nasional.

Dan hal ini berlangsung terus-menerus. Yang membuat tradisi ini melekat dan sulit dilepas oleh masyarakat Indonesia.

Hal ini ditambah oleh fakta bahwa area perkotaan yang majemuk membuat gelombang arus mudik terlihat secara signifikan, contohnya ketika Jakarta menjadi sangat sepi saat Hari Raya Idul Fitri terjadi. Tentu media akan semakin tertarik menyiarkannya.

Lagi pun mudik bukan hanya melulu soal Lebaran/Idulfitri, namun berlaku juga pada hari raya lain seperti Natal dan juga tahun baru sehingga akan selalu ada gelombang mudik setiap tahun.

Itulah sejarah dan alasan mengapa tradisi mudik bisa sangat melekat pada masyarakat kita. Dan melekat bukan secara budaya saja tetapi juga emosional. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khalid Asmadi

Seorang mahasiswa di jurusan Ilmu Komunikasi, katanya sih suka baca buku filsafat, cuma ga pinter pinter amat. Pengen jago ngegambar biar bisa bikin anime.