In Depth

ADU KEPAHITAN HIDUP ANTARA GEN X DAN GEN Z: BUKANNYA SALING SUPPORT MALAH LOMBA BANDING-BANDINGIN

Zaman terus berkembang dan banyak perubahan terjadi pasti ada perbedaan cara buat survive, tapi kok pola pikir masih gitu-gitu aja. Emangnya sesusah itu buat sharing pengalaman dan saling support tanpa harus gontok-gontokan?

title

FROYONION.COM - Media sosial lagi rame nih, ada banyak orang yang lagi bahas tentang perbedaan zaman atau generasi. Ada banyak yang berpendapat kalau anak-anak generasi sekarang atau Gen Z ini bukan generasi petarung, cengeng, mental tempe, dikit-dikit mental health, dikit-dikit healing, dikit-dikit work life balance, depresi, stres, burnout, kurang bersyukur, dan masih banyak lagi. Apa iya Gen Z isinya kekurangan-kekurangan doang?

Tempo hari pas gue buka Twitter buat update informasi sekaligus mengisi kegabutan gue, nggak sengaja gue ketemu sama salah satu utas (thread) milik Bu Evi Mariani. Beliau ini adalah seorang jurnalis dan penulis di The Jakarta Post, The Guardian, serta Co-founder dan Executive Director di Project Multatuli. 

Emang keren beliau ini dan akunnya juga udah centang biru di Twitter, Civs. Pas gue kepoin akunnya, beliau sering share banyak topik bahasan di akunnya entah itu dari sumber lain yang beragam atau dari perspektif beliau sendiri tentang suatu fenomena.

Thread beliau yang kebetulan gue baca ini adalah tentang kondisi dan tantangan yang dihadapi Gen Z di masa sekarang ini. Dari munculnya banyak isu mental health, disebut cengeng sama generasi pendahulu, dan kondisi negara sekarang yang membuat Gen Z disebut cengeng. 

Beliau berpendapat kalau Gen Z jadi seperti sekarang itu gara-gara 2 hal, lingkungan semakin rusak dan bikin cemas plus ada ketimpangan parah di ekonomi dan kekuasaan.

SESI DEBAT NETIZEN

Kadang kalau dipikir-pikir, bener juga apa yang Bu Evi Mariani ini sampaikan. Emang di zaman sekarang ini semua hal nggak bisa ditebak menurut gue, banyak hal-hal random dan abstrak yang terjadi dan beneran ada. 

Misal, ambil contoh aja kasus Mr. Sambo ya kan, dengan kekuasaan dan jabatan tinggi bisa-bisanya sampai membunuh anggotanya sendiri dan di belakangnya banyak yang membantu, kok bisa coba. 

Contoh gampang lagi, banyak anggota dewan yang menggebu pengen mencalonkan diri jadi DPR, katanya bakal mensejahterakan rakyat, eh giliran udah dipilih rakyat malah makan uang rakyat hadeh emang kadang-kadang ente. Ini juga jadi bukti kalau yang dikatakan Bu Evi benar, ada ketimpangan di kekuasaan.

Thread ini mengundang banyak komentar dari netizen. Ada netizen yang kontra dan mayoritas adalah para gen X, sedangkan Gen Z lebih pro dengan perspektif yang dikatakan Bu Evi Mariani. 

Nah, dari sini muncul gontok-gontokan sesama netizen, gen X vs Gen Z ceritanya. Mulai panas nih antar netizen gara-gara banyak yang berkomentar juga dan lebih banyaknya emang saling "show off" di zamannya masing-masing.

Gue ambil beberapa cuitan balasan yang menurut gue saling merepresentasikan zaman dan generasinya masing-masing. 

Gue menemukan cuitan balasan dari akun yang bernama @qinkqonk seperti ini pendapatnya, "Mikirnya terlalu jauh. Anak muda mana yg ngomongin air makin kotor? Yang ada malah ribut soal galon sekali pakai vs galon isi ulang. Cuaca dan iklim? Ga usah jauh2. Jaman dulu kita sekolah jalan kaki naik sepeda/angkot. Jaman skg mintanya motor sendiri2". 

Cuitan dari akun ini lebih memberikan perspektif sebagai gen X. Gen Z nggak mau kalah kali ini, ada yang memberikan pendapat juga dari perspektif Gen Z di zaman sekarang. 

Ada cuitan balasan dari akun @okyjellydrnk yang mengatakan, "Anak jaman sekarang dituntut sempurna, harus bisa hard skills, soft skills, sampe dituntut skills khusus buat maap sekedar interview loh. 

Akhirnya anak anak ini ngejar “kesempurnaan” tersebut, tapi sulit bgt, belum lagi masalah internal keluarga mereka kayak sandwich gen". Dari sini kita bisa lihat, kalau akun ini memberikan perspektif dari kacamata Gen Z.

Nggak cuma 2 akun yang memberikan pendapatnya tentang perbedaan zaman antara gen X dan Gen Z. Total ada 410 cuitan balasan di thread pertama Bu Evi Mariani ini. Hal yang bikin gue heran selama ini adalah netizen kita ini suka banget kalo debat atau gontok-gontokan di media sosial. 

Mungkin emang itu sebagai sarana diskusi, tapi dengan 410 balasan cuma 10% yang ngasih perspektif netral dan bisa dibilang win-win solutions. Ada sisi kelebihan kekurangan di zaman gen X dan Gen Z yang sama-sama ditampilkan, diakhiri dengan kesimpulan sebenarnya harus berbuat apa untuk menghadapi zaman sekarang.

"GUE CENTERED" BIKIN PUYENG

Netizen yang bersuara di media sosial emang berusaha memberikan pendapat dari perspektifnya. Kenyataannya, lo pasti juga sering ketemu sama komentar-komentar netizen yang maksa perspektifnya, dia yang paling benar. Padahal per kepala punya masing-masing perspektif, tapi masa iya pendapat atau perspektif yang sifatnya positif atau membangun susah disuarakan?

Masyarakat kita ini cenderung banyak yang “gue centered”, dalam artian orang-orang ini ngerasa dia yang paling segalanya. Gue paling benar, gue paling pertama, gue paling tahu semua hal, gue paling menderita, gue paling pintar, gue paling ganteng, gue paling cantik, dan gue paling yang lainnya. 

Sama halnya dengan cuitan balasan di thread Bu Evi Mariani nih, di satu sisi gen X ngerasa kalau "gue yang paling kuat dan tahan banting menghadapi kepahitan hidup di zamannya". Di satu sisi Gen Z juga ngerasa beda nih zamannya, "gue yang paling menderita gara-gara kondisi kehidupan zaman sekarang semakin abstrak dan susah ditebak". 

Lo bayangin nih ya Civs, kalau 410 orang tadi punya "gue centered" masing-masing, kira-kira bahasan dan masalahnya selesai nggak tuh? Ketemu nggak kesimpulan dan solusinya? Apa malah bakal menimbulkan masalah baru?

Katakanlah satu orang dengan latar belakang ekonomi dan pendidikan serba pas-pasan, head to head sama satu orang yang dari kecil hidupnya udah enak serba kecukupan gara-gara bapak dan ibunya kaya, kira-kira sama nggak Civs masalah hidupnya? 

Ya pasti beda, di satu sisi mikir besok makan apa, di satu sisi lainnya mikir besok menu makannya apa. Dari hal itu aja udah bakal keliatan banyak bedanya Civs, apalagi mau bandingin zaman nih, bandingin generasi ya bakal seabrek nggak selesai-selesai kalau mau bandingin.

Gen X, generasi yang udah ngerasain manis pahitnya kehidupan di zamannya, ya gue akui mereka hebat bisa bertahan dengan berbagai masalah di zaman itu. Tapi nggak bakal relate juga kalau semua aspek dan cara survive gen X di zamannya ini ditarik ke zaman sekarang, pasti juga ada banyak perubahan. 

Gen Z, generasi yang baru ngerasain manis pahitnya kehidupan setengah porsi dari gen X, gue akui mereka juga hebat bisa survive dan adaptif dengan semua aspek kehidupan yang abstrak, cepat banget perubahannya, dan nggak bisa ditebak. 

Bahkan kadang-kadang masalah yang sama aja nih, nggak bisa lempeng diselesein dengan satu cara saking abstraknya, harus ganti-ganti cara lagi. 

Sama konsepnya dengan gen X, kalau semua aspek dan cara survive di zaman sekarang diterapin ke zaman gen X, pasti ada yang nggak relate juga Civs. Karena banyak perbedaan seperti kondisi lingkungannya, masalah-masalah yang muncul, adaptasi budaya-budaya baru yang jadi dasar perubahan perilaku seseorang, nilai tukar mata uang yang berpengaruh ke tingkat kebutuhan hidup, mindset, dan stigma-stigma baru yang muncul buat gantiin stigma lama.

DIBIKIN ENJOY, SEDERHANA, DAN NGGAK RIBET

Nah dari banyaknya perbedaan antara zaman gen X dan Gen Z, harusnya bisa saling kolaborasi nih. Gen X yang udah nggak diragukan pengalamannya bisa sharing, misal cara menghadapi resesi yang belakangan gencar di media tentang resesi di tahun 2023 yang notabene anak Gen Z masih ada yang kurang pengalaman. 

Sebaliknya juga Gen Z bisa sharing ke gen X, misal tentang pola asuh orang tua di zaman sekarang biar anak nggak kena mental gara-gara pola asuh yang kurang relate buat anak-anak zaman sekarang. 

Setelah sharing-sharing, kan bisa nih antara gen X dan Gen Z memberikan tips and tricks masing-masing, hasilnya mungkin bakal ngurangin gontok-gontokan yang nggak ada ujungnya kalau dibandingin dan yang lebih penting sama-sama dapat manfaat kan. Misal kolaborasi ini berhasil, mungkin bakal meminimalisir tuh yang namanya orang tua gaptek dan anak muda kena isu mental health dan disebut cengeng.

Intinya tuh sebenarnya bukan kita bandingin siapa yang paling benar, paling pintar, paling pengalaman, dan paling kuat. Kolaborasi aja udah Gen X dan Gen Z buat menghadapi permasalahan sekarang yang semakin abstrak. Emangnya nggak capek banding-bandingin tapi nggak ada solusinya dan cuma jadi angin lalu doang? 

Lo bisa mulai dari lingkungan terdekat lo Civs. Kalau gue sendiri emang biasanya ngobrol di lintas generasi, jadi gue nyerap pengalaman dari generasi terdahulu gue tapi di sisi lain gue ngasih perspektif nih kalau anak muda tuh polanya seperti apa, biar lawan bicara gue juga dapat pengalaman dan pengetahuan baru Civs. 

Pokoknya zaman sekarang tuh harus perbanyak relasi, interaksi, sharing, dan kolaborasi biar kita semakin banyak tahu bukan sok tahu. Goodluck buat lo semua yang baca artikel ini Civs! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ade Bagus Mahendra

HR People Development. Anak rantau. Karyawan swasta yang suka baca dan nulis.