In Depth

4 ALASAN UTAMA YANG BIKIN GEN Z SUSAH MENDAPAT PEKERJAAN

Dengan usia yang produktif, seharusnya membuat peluang Generasi Z meraih pekerjaan semakin mudah. Namun faktanya tidak demikian, ada 4 faktor yang membuat Generasi Z susah mendapatkan pekerjaan.

title

FROYONION.COMBerdasarkan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terlihat adanya perubahan signifikan dalam serapan kerja dan durasi mendapatkan kerja bagi lulusan baru (fresh graduate) antara tahun 2017 dan 2022. 

Pada periode September 2016 hingga Agustus 2017, terdapat 5,8 juta lulusan dari berbagai jenjang pendidikan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 1,2 juta orang atau sekitar 21,9 persen berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai atau buruh di sektor formal.

Namun, situasi ini berubah pada periode September 2021 hingga Agustus 2022. Jumlah lulusan meningkat menjadi 7,1 juta orang, tetapi yang diterima bekerja di sektor formal turun drastis menjadi hanya 967.806 orang atau 13,6 persen dari total lulusan. 

Penurunan persentase ini mengindikasikan bahwa lulusan tahun 2022, yang sebagian besar terdiri dari generasi Z, mengalami kesulitan yang lebih besar dalam mendapatkan pekerjaan di sektor formal.

BACA JUGA: GEN Z DAN PENGARUHNYA PADA TREN DUNIA KERJA TAHUN 2024

Perbandingan data ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, dimana peningkatan jumlah lulusan tidak diikuti dengan peningkatan serapan kerja di sektor formal. 

Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan dengan kebutuhan industri, perubahan struktur ekonomi, atau bahkan dampak dari perkembangan teknologi yang mengubah dinamika pasar kerja.

Banyaknya faktor tersebut membuat Gen Z kehilangan pekerjaan dan harus berpangku tangan di usia yang terbilang produktif. 

Gen Z tidak lagi bisa memaksimalkan potensi mereka di usia yang produktif. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi Gen Z tidak mendapatkan kerja, ada 4 faktor besar yang sangat mempengaruhi Gen Z tidak mendapatkan pekerjaan. 

1. PILIH-PILIH PEKERJAAN

Hasil penelitian terbaru dari Randstad Workmonitor pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa sebanyak 58 persen atau lebih dari separuh pegawai Gen Z berusia 18 hingga 24 tahun cenderung lebih memilih berhenti kerja daripada terus bekerja dalam pekerjaan yang tidak mereka nikmati atau yang tidak sesuai dengan minat mereka. Penelitian ini menunjukkan preferensi unik generasi terbaru dalam dunia kerja.

Fenomena ini mencerminkan perubahan signifikan dalam nilai dan harapan generasi Z terkait pekerjaan. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung mengutamakan stabilitas kerja dan keamanan finansial, Gen Z lebih memprioritaskan kepuasan pribadi dan kesejahteraan emosional. Mereka mencari pekerjaan yang tidak hanya memberikan penghasilan, tetapi juga memberikan makna dan kebahagiaan.

Menurut penelitian tersebut, banyak dari anggota Gen Z yang lebih memilih menganggur daripada merasa tidak bahagia dalam pekerjaan yang tidak mereka sukai. Ini menunjukkan bahwa bagi mereka, kepuasan kerja dan keseimbangan kehidupan kerja jauh lebih penting daripada hanya memiliki pekerjaan. Mereka lebih mengutamakan kenyamanan hidup, daripada hanya mendapatkan penghasilan dari suatu pekerjaan.

2. TERLALU BANYAK MENUNTUT

Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z memiliki ekspektasi tinggi terhadap lingkungan kerja, termasuk aspek fleksibilitas, keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, serta makna dan tujuan dalam pekerjaan. 

Mereka tidak hanya mencari pekerjaan yang stabil, tetapi juga pekerjaan yang memenuhi aspirasi pribadi dan profesional mereka. 

Ekspektasi ini bisa membuat mereka lebih selektif dalam memilih pekerjaan, yang pada akhirnya mempersempit peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Dalam beberapa kasus yang viral misalnya, ada Gen Z yang menuntut gaji tinggi karena merupakan Fresh Graduate, ataupun banyak isu mengenai mental health yang dihubungkan langsung ke bidang pekerjaan. 

Tuntutan tersebut yang seringkali membuat Gen Z tidak mendapat posisi di lingkungan kerja. Mereka tersingkirkan karena tuntutan yang mereka buat. 

Pada prinsipnya, perusahaan menginginkan laba yang berlimpah dengan mengeluarkan beban produksi sekecil mungkin. Sedangkan tuntutan yang dibuat Gen Z, seringkali membuat beban perusahaan semakin besar, dan terpaksa mereka harus dikeluarkan untuk mengurangi beban tersebut. 

3. MINIM PENGALAMAN KERJA

Meskipun mereka dikenal memiliki keahlian teknologi dan adaptabilitas yang tinggi, kurangnya pengalaman praktis di dunia kerja membuat mereka sering kali kalah bersaing dengan kandidat yang lebih berpengalaman. 

Perusahaan cenderung mencari karyawan yang sudah memiliki pengalaman kerja yang relevan, yang bisa langsung memberikan kontribusi tanpa memerlukan banyak pelatihan tambahan.

Permasalahan ini sering disinggung di media sosial yang mengatakan bahwa terdapat banyak persyaratan untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Mulai dari yang harus berpenampilan menarik sampai mempunyai pengalaman kerja yang mumpuni. Dan pada akhirnya, faktor itulah yang menjadikan Gen Z kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. 

Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang perusahaan, sebenarnya alasan suatu perusahaan membuat kebijakan semacam itu tidak sepenuhnya dikatakan sebagai satu hal yang salah. 

Banyak perusahaan yang mempertimbangkan risiko dan biaya pelatihan ketika mempekerjakan karyawan baru tanpa pengalaman kerja. Proses pelatihan untuk mempersiapkan karyawan agar bisa menjalankan tugas-tugas mereka dengan efisien membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit. 

Perusahaan seringkali lebih memilih kandidat yang sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, daripada menginvestasikan waktu dan uang untuk melatih karyawan yang belum berpengalaman.

4. BUDAYA KERJA YANG KURANG DISUKAI

Kekurangan daya serap tenaga kerja dari Gen Z di sektor formal bukan hanya karena standar gaji yang tidak memenuhi ekspektasi mereka, tetapi juga karena adanya pergeseran makna bekerja dalam kelompok usia tersebut, di mana pekerjaan tidak lagi dianggap harus berada dalam lingkungan kantor fisik. 

Sebagian besar Gen Z lebih memilih model kerja fleksibel yang memungkinkan mereka bekerja dari mana saja (Work From Anywhere) atau dari rumah (Work From Home).

Tidak sedikit dari mereka yang merasa lebih nyaman dan produktif dengan fleksibilitas semacam ini, yang sering kali lebih mudah ditemukan di industri kreatif. 

Hal ini mencerminkan preferensi Gen Z terhadap keseimbangan kehidupan kerja dan kebebasan untuk mengatur waktu serta tempat kerja mereka sendiri, yang mereka anggap sebagai elemen penting dalam kepuasan kerja dan kesejahteraan pribadi. Sehingga hal ini yang membuat Gen Z sulit mendapatkan kerja. 

Itulah 4 faktor yang menyebabkan Gen Z sulit mendapatkan pekerjaan. Mulai dari faktor internal, dimana Gen Z lebih mengutamakan kenyamanan dalam bekerja hingga faktor eksternal seperti perusahaan yang lebih memilih kandidat yang lebih berpengalaman. Semua faktor tersebut membuat Gen Z sulit untuk mendapatkan pekerjaan. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Muhammad Nur Faizi

Reporter LPM Metamorfosa dan menjadi Junior editor di Berita Sleman.