In Depth

4 ALASAN KENAPA TIDAK DISARANKAN UNTUK BERTEMAN AKRAB DENGAN TEMAN KANTOR

Saya kira di umur 37, saya tidak akan menemukan drama kantor yang dulu saya alami di usia 20-an. Namun, ternyata yang namanya masih jadi budak corporate, kita akan selalu bertemu dengan drama dan backstabbing.

title

FROYONION.COM - Sejak 2008 bekerja di dunia kepenulisan, mengawali karier sebagai jurnalis, kemudian akhirnya menjadi content writer di era digital, seperti golongan pekerja pada umumnya, tentu mengalami pasang surut. 

Perpeloncoan sebagai anak baru lulus kuliah pernah saya alami. Harus mencari narasumber sendiri, dianggap tidak kerja karena “hanya” memegang halaman lifestyle bukan hard news, tidak punya kapasitas karena orang daerah, dan lain sebagainya. 

Sampai akhirnya pernah memegang level manajerial namun saya lepas karena toxic. Saya kira, ketika menjadi staf biasa, kondisi sikut menyikut dan “menusuk dari belakang” tidak akan terjadi. Apa yang mau ditusuk dari karyawan yang hanya selevel staf?

Tapi ternyata, pilihan yang saya kira aman dan damai ini tidak serta merta sesuai dengan harapan. Karena yang namanya kita masih kerja dengan orang, akan selalu ada intervensi sesuai dengan apa yang dikatakan filsuf Thomas Hobbes; homo homini lupus; manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. 

Ketika sudah berbenturan dengan kekuasaan, manusia akan melakukan segala cara dan upaya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Tragedi pendakian Everest bisa sekali menjadi contoh, perilaku kejam manusia. Meninggalkan teman seperjalanan supaya bisa summit.

Mungkin saya terlalu jauh mencontohkan Everest, untuk pendakian-pendakian biasa pun, berlaku hal serupa. Coba saja googling sendiri atau lihat di akun-akun pendakian. Banyak teman yang ditinggalkan kemudian berakhir meregang nyawa.

Itu teman di luar pertemanan kantor lho, apalagi kalau hanya dipertemukan oleh perusahaan yang kita sama-sama digaji? Saya pastikan punggung kalian sudah penuh dengan luka “tusukan”.

Tidak mau menjadikan tulisan ini terlalu personal, saya akan merangkumkan, kenapa kita tidak disarankan untuk ‘bestie-an’ dengan rekan kantor:

1. BEKERJA UNTUK DIGAJI, BUKAN UNTUK BERTEMAN

Yap! Kita bekerja untuk digaji dan bukan berteman. Karenanya, semua tawa, candaan, dan jokes yang dibagi selama ini hanyalah untuk memuluskan komunikasi dan interaksi, supaya kerjaan lancar jaya. 

2. PADA AKHIRNYA KITA SEMUA BERSAING

Pada akhirnya pertemanan di kantor tidak akan abadi, kita akan saling bersaing dengan teman kantor untuk mendapatkan kenaikan jabatan dan gaji. Untuk mempertahankan posisinya atau promosi, rekan kerja berusaha menunjukkan persona diri yang baik. Buat ‘si paling menghalalkan segala cara’, dia akan mencari kejelekan kamu dan melemparkan isu supaya namanya yang naik.

3. REKAN KERJA DATANG DAN PERGI

Saya tidak bilang semua teman kerja adalah hubungan sementara, namun seberapa banyak sih pertemanan yang dimulai dari pertemuan di kantor bisa menjadi abadi setelah salah satunya resign? Mungkin kemungkinan persaingan bisa lebih kecil kalau kamu dan teman kerja beda departemen. Tapi, kalau satu departemen, kecil sekali kemungkinan relasi itu akan bertahan lama.

4. GOSIP YANG MENYATUKAN KITA

Saya selalu berasumsi—dan berdasarkan pengalaman dan pengamatan—kalau pertemanan di lingkungan kantor adalah simbiosis mutualisme. Dan kita dipersatukan oleh gosip. Selalu saja ada info-info terbaru seputar si A, B, C, dan pastinya juga ada tentang kamu. Hanya saja kan orang kantor tidak menceritakannya di depan kamu. Kalau cerita di depan bukan gosip namanya.

Lantas, apakah itu artinya kita harus menutup diri dan sama sekali tidak ngobrol dengan teman kantor? Ya enggaklah! Maksudnya ya seperlunya saja, jangan terlalu melibatkan diri dengan gosip-gosip kantor. Kamu tidak akan pernah tahu kapan giliranmu untuk digosipkan. Dan ketika itu terjadi, rasanya sudah pasti tidak menyenangkan

Berelasi dan berkomunikasi di lingkungan kantor harus pintar-pintar, cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Orang jahat dimana-mana mah selalu ada, tinggal kitanya saja, jangan sampai memberi kesempatan dan celah untuk menjadi makanan ego manusia oportunis. 

Tetap semangat di dunia tipu-tipu, lur! (*/)

BACA JUGA: MASIH RAGU BERTEMAN DI KANTOR? TERNYATA ADA BANYAK MANFAATNYA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Ester Pandiangan

Penulis buku "Maaf, Orgasme Bukan Hanya Urusan Kelamin (2022)". Tertarik dengan isu-isu seputar seksualitas.