Meskipun telah menjadi senior Abang None Jakarta, Wandha Dwiutari tetap semangat menggelorakan budaya Betawi bagi generasi muda.
FROYONION.COM - Dengan sorotan lampu yang memudar dan riuh tepuk tangan meriah dari penonton yang semakin reda, Wandha Dwiutari, seorang None Jakarta Utara tahun 2012, memberikan penampilan yang mengesankan sebagai penutup pertunjukan lenong bertajuk Jakartaku Semangatku. Menyertai alunan musik gambang kromong khas Betawi, dia melantunkan lagu Gang Kelinci dengan suara yang merdu dan penuh keceriaan, memenuhi ruangan dengan kegembiraan yang meluap-luap.
Melalui lagu Gang Kelinci yang ia pilih, Wandha Dwiutari berhasil menyampaikan pesan kegembiraan dan kebersamaan yang menjadi ciri khas budaya Betawi. Suaranya yang merdu dan ekspresif, disertai dengan gerakan tari yang memikat, berhasil menarik perhatian penonton dan membuat mereka terhanyut dalam suasana yang penuh kebahagiaan.
Tak hanya itu, dengan penampilan akhir yang memukau ini, Wandha Dwiutari tidak hanya membangkitkan semangat budaya Betawi, tetapi juga memberikan inspirasi kepada generasi muda untuk menjaga dan menghargai warisan budaya bangsa sendiri. Dia menjadi contoh nyata bahwa melalui dedikasi, cinta, dan semangat, siapapun dapat menjadi pelaku yang berperan penting dalam memajukan dan melestarikan kekayaan budaya daerah.
Meskipun kita mengenal Wandha Dwiutari sebagai seorang None Jakarta Utara 2012 yang seakan-akan melekat erat dengan identitas masyarakat Betawi, jangan terkecoh. Di balik semangatnya yang menggema untuk memperjuangkan budaya Betawi kepada generasi muda, sebenarnya Wandha bukanlah seorang keturunan Betawi, melainkan Sunda.
Namun, perbedaan latar belakang tersebut tidak menjadi penghalang. Malahan, dengan latar belakang yang berbeda itu, Wandha seolah ingin menunjukkan kepada kita Indonesia yang sebenarnya. Wandha telah menciptakan sebuah cerita yang luar biasa dengan dedikasinya yang tak tertandingi dalam membawa budaya Betawi kepada dunia, terkhususnya para generasi muda. Ia adalah inspirasi nyata tentang bagaimana keberanian dan cinta yang tulus dapat melewati batasan etnis.
Momen penutupan Jakartaku Semangatku menjadi panggung bagi Wandha untuk menyebarkan keceriaan. Ketika ia menyanyikan lagu legendaris Gang Kelinci, suasana terasa semakin syahdu dengan alunan musik gambang kromong yang mengiringinya. Kehadirannya membawa harmoni suara yang memukau dan meluluhkan hati para penonton, mempersembahkan momen kebahagiaan yang tak terlupakan.
Budaya Betawi mendapatkan tempat spesial di hati Wandha.
“Apa ya, semuanya suka. Tapi menurutku yang paling susah itu lenong”, ujar Wandha dalam percakapan hangat dengan awak media. Ia menuturkan kegemarannya terhadap segala aspek budaya Betawi, khususnya seni pertunjukan lenong yang dianggapnya sebagai salah satu yang paling sulit dan menantang.
Lenong, dengan dialog ceplas-ceplos dan humor khasnya, menjadi daya tarik yang tak terbantahkan bagi Wandha. Ia mengakui bahwa mempelajari dan memainkan karakter dalam lenong merupakan suatu tantangan yang memerlukan ketangkasan, improvisasi, dan keterampilan dalam menyampaikan dialog yang mengocok perut penonton. Keahlian ini tidak hanya memperkuat daya tarik seni lenong, tetapi juga menjadi sarana untuk memperdalam pemahaman dan penghargaan terhadap kebudayaan Betawi yang kaya.
Selain lenong, Wandha juga menyukai seni pantun, sebuah bentuk puisi tradisional yang terkenal dalam budaya Betawi. Ia terpesona dengan keindahan kata-kata yang berirama dan kiasan yang terdapat dalam pantun, yang mampu menyampaikan pesan dengan elegan dan penuh kecerdasan. Baginya, seni pantun adalah bentuk kejelian dalam berbahasa dan merupakan bagian penting dari warisan budaya yang patut dilestarikan. Maka tak mengherankan apabila ia seringkali mengaplikasikannya tatkala ia sedang menjadi pembawa acara.
Dalam semangat kolaborasi budaya, Wandha mengajak generasi muda untuk mencintai dan melestarikan warisan budaya Indonesia, khususnya budaya Betawi. Ia percaya bahwa melalui pemahaman dan keterlibatan aktif, kita dapat menjaga keberlanjutan serta kekayaan budaya kita.
Wandha meyakini bahwa cinta terhadap budaya tidak hanya harus termanifestasikan dalam bentuk menjadi pemain seni atau penggiat budaya. Sebagai contoh, melalui partisipasi dalam menonton event budaya seperti Jakartaku Semangatku, generasi muda dapat memperluas wawasan mereka tentang keindahan dan keunikan budaya Betawi. Dalam acara tersebut, mereka dapat menikmati pertunjukan seni, mendalami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan menjadi bagian dari perayaan yang meriah.
Wandha melihat adanya peningkatan minat generasi muda terhadap budaya. Ia menganggap hal ini sebagai suatu hal yang positif dan menggembirakan. Semakin banyak generasi muda yang tertarik dan terlibat dalam melestarikan budaya, semakin besar pula peluang bagi keberlanjutan dan pengembangan warisan budaya tersebut. Wandha merasa bangga dan bersyukur bahwa meskipun sudah menjadi sosok yang sangat senior, ia masih dilibatkan dalam berbagai event budaya Betawi. Hal ini menjadi bukti bahwa semangat dan kontribusi seseorang dalam menjaga budaya tidak tergantung pada usia, tetapi pada kecintaan dan dedikasi yang dimiliki.
Dengan kolaborasi antara generasi muda dan tokoh-tokoh senior seperti Wandha Dwiutari, diharapkan budaya Betawi dan budaya Indonesia secara keseluruhan dapat terus hidup, berkembang, dan menginspirasi generasi mendatang. Melalui upaya bersama, kita dapat menjaga warisan budaya sebagai kekayaan bangsa yang tak ternilai, memperkaya identitas kita sebagai warga negara Indonesia, dan membangun hubungan yang lebih kuat antargenerasi dalam upaya memajukan kebudayaan kita. (*/)