Creative

RUANG KREATIF TARI JAIPONG BERSAMA ROSMALA SARI DEWI DI TAMAN INDONESIA KAYA

Taman Indonesia Kaya (TIK) memang tak pernah sepi, terutama saat weekend. Pada awal Juli ini Rosmala Sari Dewi mengajak masyarakat ber-Jaipong di Panggung TIK.

title

FROYONION.COM Dibangun sejak tahun 2018, Taman Indonesia Kaya sudah lekat di hati masyarakat Kota Semarang. Melengkapi pergerakan Djarum Foundation sejak didirikannya Galeri Indonesia Kaya di Grand Indonesia Jakarta, kiblat kegiatan kesenian lain pun berdiri sebagai tiang kedua di Kota Semarang. 

Bahkan, kini Taman Indonesia Kaya pun mengambil intisari ideologi kesenian yang sudah ada di Galeri Indonesia Kaya. Seperti yang ditunjukkan oleh kedatangan Rosmala Sari Dewi, sebuah seni yang bebas untuk rakyat pun bisa dirasakan tanpa perlu mengeluarkan biaya.

Secara umum, produk ideologis Indonesia Kaya adalah kesenian berkualitas yang dapat dinikmati masyarakat luas. Siapapun boleh mempertunjukkan bakat seni melalui Indonesia Kaya, baik di Galeri Indonesia Kaya (GIK) ataupun di Taman Indonesia Kaya (TIK). Para pelaku seni yang hendak mempertunjukkan kepiawaiannya dalam mengolah estetika tentunya harus melalui kurasi tim kreatif Indonesia Kaya sebelum berkegiatan.

Namun demikian, Indonesia Kaya juga memiliki program ruang kreatif yang dilakukan setiap bulan. Program ini bertujuan mendekatkan seniman profesional dengan masyarakat luas. Para seniman sengaja didatangkan ke Taman Indonesia Kaya untuk kemudian berbagi kiat sukses di dunia estetika. Tak jarang bahkan, merek akan membagikan formula seni miliknya. 

Formula seni yang dimaksud adalah ciptaan orisinal, sebuah masterpiece, yang membuat seorang seniman dikenal sebagai dirinya saat ini. Hal itu dilakukan pula oleh Rosmala Sari Dewi di Taman Indonesia Kaya Semarang dengan memainkan gending Pasundan berjudul Gandrung Bandung.

Irama Gandrung Bandung menjadi sebuah rangkaian musical dalam kreasi Tari Jaipong yang dipopulerkan Rosmala Sari Dewi. Pada kesempatan kali ini, yakni bertepatan tanggal 1-2 Juli 2023, Rosmala Sari Dewi membuka dua jenis kelas secara beruntun. 

Kelas pertama yakni pukul 09.00 – 12.00 WIB untuk peserta umum yangmasih awam dengan Tari Jaipong dan kelas kedua pukul 14.00 – 17.00 WIB untuk peserta yang sudah berpengalaman dalam bidang seni tari.

Tidak ada Batasan usia yang paten dalam program ruang kreatif yang menghadirkan Rosmala Sari Dewi ini. Namun demikian, setelah dilakukan observasi langsung di lokasi pada saat acara berlangsung, peserta yang datang rata-rata usia pelajar hingga mahasiswa untuk kelas pertama. 

Mulai dari kisaran usia 12 tahun mereka sudah bisa ikut dalam kegiatan tersebut. Sementara itu, untuk kelas kedua usia peserta lebih variatif, bahkan berjarak sangat panjang. Mulai dari pelajar hingga perempuan paruh baya ikut serta dengan berbekal pengalamannya di dunia seni tari.

Teteh Mala, begitulah sapaan akrab untuk Rosmala Sari Dewi, tidak membatasi pengalaman peserta harus didasari oleh Tari Jaipong. Mereka yang sudah menari dalam berbagai jenis boleh dianggap sebagai penari berpengalaman. Itulah salah satu hal yang menyebabkan jarak usia peserta pada kelas kedua sangat beragam. 

Sejatinya kegiatan ini bisa diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia yang berkehandak datang ke Semarang. Namun demikian, terlihat animo peserta yang hadir mayoritas datang dari masyarakat Semarang Raya, mulai dari Demak, Kudus, Kendal, Ungaran, Ambarawa, dan Kota Semarang sendiri. Hal itu menjadi salah satu sebab postur penari yang hadir lebih banyak diwarnai oleh desain penari Jawa. 

Dalam istilah Tari Jaipong ada yang dinamakan dengan rengkuh. Istilah tersebut menyasar pada desain tubuh yang memposisikan paha sebagai titik tumpu hingga membuat punggung tampak melengkung seperti sebuah busur. Posisi ini menandakan optimalisasi tubuh dalam melakukan serangkaian gerakan Tari Jaipong. 

“Pada masanya posisi rengkuh dianggap sebagai teknik mempercantik tubuh oleh para penari Jaipong, namun sekaligus memiliki potensi pengubahan bentuk dasar tulang belakang apabila tidak diperhatikan dan diseimbangkan dengan serangkaian olahraga lainnya,” ungkap Sekarini, salah satu peserta berpengalaman dalam Tari Jaipong yang juga menjadi peserta dalam kegiatan Ruang Kreatif bersama Rosmala Sari Dewi.

BACA JUGA: BELAJAR TARI TRADISIONAL BERMODAL GADGET LEWAT EXPREZI

“Berlatih bersama Teh Mala kali ini membuat tubuhku ingat kembali dengan posisi rengkuh itu. Udah hampir tiga tahun gak menari karena sekarang udah jadi ibu dan banyak fokus ke anak, mumpung suami libur saya bisa dititipin anak ke suami,” ungkap ibu muda yang masih berusia 20 tahunan tersebut.

Seperti yang dialami Sekarini, beberapa peserta lainnya pun seirama dalam hal rasa untuk mengikuti kegiatan tersebut. Mereka pun berkeinginan untuk memperoleh banyak ilmu setelah sekian lama tidak berkesenian secara aktif. Lebih-lebih dalam kelas kedua banyak penari berpengalaman yang masih muda, seperti kalangan mahasiswa dari Universitas Negeri Semarang. 

Mahasiswa-mahasiswa tersebut kebetulan berasal dari Program Studi Pendidikan Seni Tari sehingga tak ayal banyak pula ilmu yang mereka berikan untuk peserta lainnya. 

Rosmala Sari Dewi pun bersyukur dengan kedatangan banyak peserta berpengalaman tersebut. Hal ini terutama berkaitan dengan transfer ilmu, sebuah barter yang bisa menguntungkan masing-masing peserta dalam kegiatan tersebut. 

Uniknya, kegiatan yang bersifat pelatihan terkhusus peserta yang mendaftar tersebut pun menjadi tontonan masyarakat sekitar yang datang ke Taman Indonesia Kaya. 

Mereka ikut menonton bagaimana Teteh Mala secara aktif mengajarkan sebuah masterpiece kepada para peserta. Bahkan, di akhir jam pelatihan seni tari, Rosmala Sari Dewi sempat mempertunjukkan kepiawaiannya dalam memainkan koreografi Tari Jaipong dengan musik Gandrung Bandung.

Melihat hal itu, tak ayal para peserta pun ingin Teteh Mala hadir lagi di Taman Indonesia Kaya bulan depan. Namun, tentunya harus mengantri dengan para seniman lain yang sudah terdaftar dalam list kegiatan Taman Indonesia Kaya di Kota Semarang. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Hamdan Mukafi

Selamanya penulis