Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation kembali menghadirkan pagelaran seni Indonesia. Kali ini turut menggandeng Ariel Tatum sebagai pelakon utama yang mengisahkan hidup seorang penari Ronggeng Gunung asal Jawa Barat.
FROYONION.COM - Tak banyak orang tahu bahwa jauh sebelum adanya Tari Jaipong dari Jawa Barat, ada sebuah tarian sakral bernama Ronggeng Gunung.
Berasal dari daerah Ciamis dan Pangandaran, Ronggeng Gunung adalah sebuah tarian yang sudah eksis sebelum Indonesia merdeka. Sebelum nama ‘Ronggeng’ dikenal, para penari itu disebut sebagai ‘Kembang Bale’.
Para Kembang Bale ini adalah perempuan yang ditunjuk untuk menari dan melantunkan tembang yang berisi doa untuk memperlancar proses panen. Peran mereka sungguh penting bagi masyarakat kala itu, sampai-sampai pertunjukan tari itu bisa berlangsung selama 10 hari berturut-turut.
Namun, seiring berkembangnya zaman, profesi sebagai Kembang Bale tak lagi ‘seksi’.
Keadaan ekonomi yang semakin menghimpit membuat para Kembang Bale harus membelokkan karier mereka. Ada yang meninggalkan tari sama sekali, tapi ada juga yang berbelok menjadi penari Ronggeng.
Oleh karena itu pula, tradisi Ronggeng Gunung semakin meluntur–hingga kini hanya tersisa 2 penari saja. Fakta miris ini kemudian dilirik oleh Pradetya Novitri, yang kemudian berinisiatif untuk membuat pertunjukan “Sang Kembang Bale” bersama Titimangsa dan Bakti Budaya Djarum Foundation.
BACA JUGA: HARI KEBAYA NASIONAL DIPERINGATI PERTAMA KALI, FILM ‘KEBAYA KALA KINI’ MENJADI PENGINGAT
Pradetya, atau yang akrab disapa Tya, pernah menyaksikan pertunjukan Ronggeng Gunung sebelumnya.
Tepatnya tahun 2010, ketika ia masih remaja. Tarian itu dibawakan hingga dini hari di sebuah festival bernama Nyiar Lumar, di kawasan Kawali, Ciamis. Bukan suatu hal aneh sebenarnya bagi Tya untuk menyaksikan pagelaran budaya di kota kelahirannya ini. Namun malam itu, Ronggeng Gunung seakan punya jiwanya sendiri.
“Saya ingat sekali ada seorang ibu-ibu yang menari dan menyanyikan sebuah tembang. Lalu ada api unggun dan para penari laki-laki menari dan mengelilingi api unggun itu. Saya nggak tahu itu apa, tapi sekujur tubuh saya merinding,” jelas Tya.
Bertumbuh dewasa, Tya mendapat informasi bahwa budaya dari kota kelahirannya ini terancam punah.
BACA JUGA: TRIBUTE TO RENDRA: RINDUNYA PERISTIWA KEBUDAYAAN DAN EKOSISTEM KESENIAN YANG SEHAT
“Karena saya tidak mau melihat Ronggeng Gunung ‘mati’, maka saya ajukan untuk Ronggeng Gunung ini dibawa ke panggung pertunjukan. Awalnya karena saya ditantang oleh Titimangsa memproduseri suatu projek, lalu saya teringat ingatan masa kecil saya saat pertama kali menonton Ronggeng Gunung.
Setelah melakukan riset hingga 2 kali, akhirnya kami yakin untuk membawa tradisi ini kembali hidup. Terlebih setelah mendengar cerita dari dua pelaku Ronggeng Gunung yang tersisa, Bi Raspi dan Bi Pejoh,” tutur Tya saat diwawancarai tim Froyonion.com.
BACA JUGA: WANDHA DWIUTARI DAN SEMANGAT GELORAKAN BUDAYA BETAWI DI BALIK JAKARTA SEMANGATKU
“Mengangkat tema Ronggeng Gunung berdasarkan biografi pelaku atau pewarisnya sendiri, Sang Kembang Bale ini sangat rumit secara keaktoran. Karena beban terbesarnya akan ada di pundak Ariel sebagai aktor yang memerankan. Dia harus bermonolog, menari, menyanyi, sekaligus berakting di panggung,” tambah Heliana Sinaga sebagai sutradara.
Sempat terlibat pada pementasan “Sukabumi 1980”, Ariel Tatum kembali digandeng pada produksi ke-79 Titimangsa ini.
Walau sudah memiliki pakem-pakem tarian Jawa, bagi Ariel tarian Ronggeng Gunung sangat berbeda karena bertumpu pada kaki. Namun dibanding tariannya, Ariel mengaku cukup struggle untuk mempelajari cara bernyanyi Ronggeng Gunung.
“Teknik yang dipakai di sini adalah throat singing. Jujur susah banget dan aku paling deg-degan setiap latihan nyanyi. Makanya selama 5 minggu latihan ini, aku coba terus supaya bisa lancar dan nyaman nyanyinya, supaya bisa kasih yang terbaik di panggung nanti,” tutur Ariel.
Sebagai pemeran utama, Ariel akan melakukan monolog selama 1 jam 20 menit, dibarengi dengan menari, menyanyi, serta akting.
BACA JUGA: MENGENAL FIFI FIRMAN MUNTACO, PEMILIK SANGGAR YANG MELESTARIKAN BUDAYA BETAWI HINGGA SAAT INI
Tentu bukan hal yang mudah untuk menggabungkan 4 elemen seni pertunjukan ini. Namun karena didukung oleh banyak pihak termasuk Rachmayati Nilakusumah sebagai koreografer dan arahan dari Heliana Sinaga, Ariel optimis bahwa pertunjukan “Sang Kembang Bale” bisa berjalan dengan lancar.
“Sang Kembang Bale” akan dipertunjukkan secara langsung di NuArt Sculpture Park, Bandung, pada 10-11 Agustus 2024. Informasi tiket dapat mengunjungi www.titimangsa.com. (*/)