Di tengah banyaknya bidang dan komunitas-komunitas seni yang udah mulai kenal sama kondisi sekarang, komunitas Jamuga asal Garut ini justru baru eksis di tengah pandemi. Bagaimana kelanjutan perjuangannya? Simak terus, Civs.
FROYONION.COM – Pandemi Covid-19 masih melanda negeri ini. Sudah pasti dampaknya mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, khususnya bidang kesenian. Adanya wabah ini berbagai kegiatan yang menyangkut kesenian tentu saja nggak bisa dilaksanakan kayak biasanya.
Mungkin lo sebelumnya ketika pengen menggelar pensi di sekolah gampang-gampang aja buat ngelaksanainnya, walaupun sebenarnya nggak segampang yang dikira sih. Tentu perlu adanya persiapan matang demi berlangsungnya sebuah pensi yang megah atau kegiatan kesenian yang bagus.
Tapi pada masa pandemi ini jadi ada beban tambahan kalo pengen bikin kegiatan seni atau pensi. Yang mana hal itu bikin lo tambah ribet buat wujudinnya.
Kalo kekeh pengen ngelaksanain kegiatan kesenian yang berpeluang menciptakan kerumunan, perlu adanya izin dari lembaga terkait. Belum lagi soal protokol kesehatan yang harus banget ketat. Kalo protokol kesehatan ini nggak diperhatiin, acara semacam pensi nggak bisa terlaksana. Karena auto nggak dapet izin.
BACA JUGA: EKSISTENSI PENSI: NGGAK ‘MATI’ MESKI PANDEMI
Dari kondisi semacam itu, semua bidang harus banget pinter-pinter adaptif. Pokoknya bidang apa aja kalo nggak beradaptasi di masa sulit ini pasti udah susah ‘gerak’. Mau itu bidang ekonomi, pendidikan, sosial, bahkan kesenian. Kalo nggak bisa beradaptasi dan nggak muter otak; berusaha nemuin cara bertahan di masa sulit ini, sudah pasti bakal gagal.
Kabar baiknya sekarang ini sudah banyak yang adaptif bertahan di tengah pandemi – karena sudah hampir dua tahun juga masa iya nggak beradaptasi. Namun, di tengah banyaknya bidang dan komunitas-komunitas seni yang udah mulai kenal sama kondisi sekarang, komunitas Jamuga asal Garut ini justru baru eksis di tengah pandemi.
Beberapa waktu lalu gue dikasih kesempatan buat ngobrol bareng Kang Ari Kpin, ketua sekaligus salah satu pelopor berdirinya komunitas seni ini. Kang Ari Kpin pun mengajak beberapa rekannya pada sesi ngobrol bareng ini.
Untuk mengawali perbincangan, Kang Ari Kpin memperkenalkan bahwa Jamuga sendiri merupakan komunitas yang bergerak di bidang seni dan budaya, yang memiliki tujuan untuk bermanfaat bagi masyarakat dan melestarikan budaya Indonesia khususnya Sunda.
Komunitas ini berdiri pada tahun 2020 lalu, saat genting-gentingnya kondisi Indonesia akibat pandemi. Meski baru lahir dan berusaha ‘meraba’ keadaan, tapi komunitas ini berhasil menjuarai salah satu kompetisi karya seni musik virtual Ngasun Patra Jilid 3, yang diselenggarakan oleh PT. Gudang Garam.
Pada lomba itu mereka menampilkan lagu yang berjudul Pajajaran Sirna. Komunitas Jamuga berhasil mencuri perhatian juri, hingga akhirnya mereka dinobatkan sebagai grup yang membawa gelar juara satu pada kompetisi tersebut.
Lagu yang disajikan merupakan mahakarya mereka sendiri. Yang mengisahkan tentang kerajaan Pajajaran. Tentu saja hasil manis ini menjadi sesuatu hal yang sangat membanggakan, khususnya untuk masyarakat Garut sendiri.
Dari pencapaian istimewa komunitas Jamuga, seolah memberikan pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia, bahwa pandemi Covid-19 bukan sesuatu hal yang harus ditakuti dan menjadi halangan. Seharusnya masa-masa sulit ini kita jadikan sebagai momentum untuk berpikir kreatif dan mendobrak semua keadaan sulit.
Kang Ari Kpin kemudian menjelaskan, bahwa Jamuga nggak cuma bergerak pada bidang karya seni musik aja, tapi juga pada bidang lain seperti teater, film, puisi, silat, seni rupa, bahkan pada bidang sosial.
Untuk sebuah komunitas yang baru berdiri, menurut gue komunitas Jamuga ini cukup produktif. Apalagi kehadirannya di tengah pandemi, yang mana kondisi ini cukup sulit untuk melakukan banyak hal. Namun, Jamuga seakan mematahkan persepsi itu, dan itu terbukti dengan beberapa karya film pendeknya yang berjudul Bentik Curuk Balas Nunjuk dan Alak Paul.
Dengan menggunakan alat seadanya, kemampuan sebisanya dan memanfaatkan warga sekitar untuk menjadi para tokoh di dalam cerita, mereka cukup sukses membuat sebuah film pendek. Karyanya itu mereka unggah ke channel YouTube Panggung Virtual.
“Beberapa perjuangan yang dilakukan itu setidaknya membuahkan hasil berupa karya-karya yang masih harus dipoles dengan pembelajaran dan proses. Sehingga terwujudnya pengalaman yang matang, dan dapat menciptakan karya yang lebih spektakuler lagi.” Ucapnya, Kamis (25/11/21).
Di akhir sesi interview, Kang Ari Kpin menuturkan harapan-harapannya untuk komunitas Jamuga dan juga untuk kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia.
“Saya berharap agar komunitas seni Jamuga ini terus berjaya dan melestarikan budaya-budaya Indonesia, khususnya Sunda. Dan juga semoga kesenian dan budaya Indonesia tetap terus lestari dan dapat dirasakan oleh generasi-generasi berikutnya”. Pungkasnya.
Harapan yang disampaikannya tadi semoga dapat terwujud dan budaya Indonesia sendiri nggak tergerus oleh arus modernisasi dan globalisasi saat ini. Peran muda-mudi sangat dibutuhkan di sini.
Muda-mudi dengan darah yang masih bergejolak, harus dimanfaatkan dan dituangkan ke dalam gerakan-gerakan yang lebih positif. Misalnya gerakan melestarikan budaya Indonesia.
Anak muda seperti kita ini, Civs, harus banget menjadi salah satu pionir di kalangan muda-mudi untuk berjuang dan mempertahankan budaya. Jangan sampai budaya bangsa ini terlupakan. Dan amit-amitnya bahkan bisa sampe tergantikan oleh budaya luar dan hilang.
Budaya luar udah mulai masuk di tengah-tengah kita. Jangan sampai kehadiran budaya luar itu jadi menggoyahkan hati nurani kita sehingga lebih memilih untuk melakukan budaya luar.
Dalam menyikapi hal tersebut, Froyonion Media tetap konsisten dalam semboyannya, yaitu “Kelokalan yang Belum Tentu Arif”. Lewat semboyan itu, kami berusaha untuk terus menyuarakan kelokalan. Walaupun belum tentu arif, tapi seenggaknya sifat-sifat budaya dan kelokalan bangsa ini nggak tergerus oleh arus modernisasi dan globalisasi, Civs. (*/)