Penulis asal Korea Selatan, Han Kang berhasil memenangi Nobel Sastra 2024. Kabar ini menjadikannya sebagai perempuan Asia pertama yang memenangi penghargaan internasional tertinggi di bidang sastra.
FROYONION.COM - Han Kang berhasil memenangi Nobel Sastra 2024 pada Kamis (10/10) lalu. Kabar dari Stockholm ini menjadikannya sebagai orang Korea Selatan pertama yang memenangkannya.
Sekaligus juga menjadikan Han Kang sebagai perempuan asal Asia pertama yang berhasil dianugerahi penghargaan internasional paling bergengsi di bidang sastra tersebut.
Dikutip dari laman Reuters, Han Kang berhak atas hadiah uang senilai USD 1,1 juta (atau lebih Rp 15 miliar) dari Komite Nobel Akademi di Swedia.
Salah satu karyanya yang menjadi sorotan dunia adalah The Vegetarian, sebuah novel yang penuh metafora dan disampaikan dengan gaya yang puitis.
Seperti pernyataan dari Anders Olsson, selaku Ketua Komite, Han Kang berhak menerima Hadiah Nobel Sastra atas “prosa puitisnya yang intens dalam menghadapi trauma sejarah dan mengungkap kerapuhan kehidupan manusia.”
“Dia memiliki kesadaran unik akan hubungan antara tubuh dan jiwa, yang hidup dan yang mati,” sambung Anders Olsson.
“Dan dengan gaya puitis dan eksperimentalnya telah menjadi inovator dalam prosa kontemporer.”
Han Kang menjadi penulis perempuan ke-18 yang berhasil memenangkan penghargaan tersebut.
Pada 1993, ia memulai kariernya sebagai penulis dengan debut karyanya berupa sejumlah puisi yang tayang di majalah Literature and Society.
Dua tahun berselang, Han Kang merilis debut prosanya lewat kumpulan cerita pendek bertajuk Love of Yeosu.
Anna-Karin Palm, anggota Komite Nobel Sastra mengungkapkan apa yang menjadi daya tarik dari karya Han Kang hingga layak di mata para juri.
“Han Kang menulis prosa liris yang intens, tulisannya lembut sekaligus brutal,” ungkap Anna-Karin dikutip dari Time Magazine.
Lebih jauh lagi, Palm memuji saling keterkaitan dan kesinambungan dalam tema tulisannya. Juga adanya variasi gaya menulis yang membuat setiap karyanya memiliki kesegaran atau kebaruan ekspresi.
Terbit pertama kali di Korea Selatan pada 2007 silam, The Vegetarian baru mendapatkan panggung di kancah global lewat seorang penerjemah asal Inggris, Deborah Smith.
Dilansir dari laman Japan Times, Smith yang menempuh pendidikan doktoral di bidang sastra Korea, menemukan karya Han Kang tersebut dan tertarik buat menerjemahkannya.
Berbekal 10 halaman pertama hasil terjemahan The Vegetarian, Smith berhasil memikat seorang editor. Pada 2015 lalu, novel tersebut akhirnya terbit dalam bahasa Inggris dalam naungan Portobello Books.
Pada tahun berikutnya, The Vegetarian berhasil masuk nominasi Booker Prize International dan layak menjadi pemenang penghargaan tersebut.
Meski begitu, dalam wawancaranya bersama Booker Prize, Han Kang mengungkapkan bahwa proses penulisan The Vegetarian merupakan masa sulit dalam hidupnya.
Di tengah kesengsaraannya dalam menghadapi radang sendi parah pada jari-jarinya, Han Kang bertanya-tanya: apakah dia sanggup merampungkan novel itu atau bahkan bertahan sebagai seorang penulis?
Meski novel tersebut akhirnya memanen banyak penghargaan, saat rilis perdana, novel tersebut kurang mendapat sambutan meriah.
Bahkan ayahnya sendiri, yang juga seorang novelis, mengatakan bahwa novel semacam itu adalah jenis buku yang ‘langsung masuk ke laci’.
The Vegetarian sendiri berkisah tentang seorang perempuan bernama Kim Yeong Hye yang tiba-tiba saja memutuskan menjadi seorang vegetarian.
Keputusan tersebut membuatnya menyingkirkan apa pun bahan makanan yang berasal dari hewan seperti daging, susu, bahkan telur.
Hal ini memancing pertanyaan dari keluarga besarnya, terutama dari ayah kandung dan suaminya.
Ketika ditanya alasan di balik keputusannya itu, Yeong Hye menjawab segalanya karena mimpi buruk yang menyelinap dalam tidurnya tiap malam.
Namun sejak memutuskan untuk menjadi seorang vegetarian, perilaku Yeong Hye menjadi semakin aneh dari hari ke hari.
Dia tak hanya menolak untuk tidur dengan suaminya yang dianggapnya memiliki aroma daging yang kuat.
Melainkan juga berpikir bahwa dirinya adalah sebuah pohon yang bisa hidup hanya dengan air dan sinar matahari.
Dibagi dalam tiga babak, novel tersebut punya suara yang berbeda-beda di masing-masing babaknya.
Meski begitu, Yeong Hye nyaris tak pernah bersuara untuk dirinya sendiri dalam merespon penolakan dari keluarganya atas keputusannya itu.
Dengan bahasa yang puitis, juga banyaknya simbol dan metafora yang menjadi ciri khas novel tersebut, pembaca diajak melakukan pemaknaan sendiri berdasarkan interpretasi masing-masing.
The Vegetarian misalnya bisa dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem, sekaligus pembangkangan terhadap budaya patriarki.
Apa yang dilakukan oleh Yeong Hye adalah sebuah upaya untuk mempertahankan hak atas tubuhnya sendiri dan eksistensinya, sekaligus keinginannya untuk bertransformasi.
Di lain sisi, The Vegetarian juga seperti mengajak pembaca menangkap trauma sejarah akibat penindasan dan penjajahan.
Namun yang membuat novel tersebut layak mendapat sorotan dunia adalah bagaimana cara Han Kang menghadirkan sisi surreal dalam The Vegetarian.
Di satu sisi, apa yang terjadi pada Yeong Hye adalah sesuatu yang nyata. Namun di lain sisi, terasa surreal dan melampaui realitas.
Terkadang hal itu bisa diterima oleh nalar, sekaligus juga sulit dipercaya bahwa hal itu benar-benar dapat menjadi kenyataan.
Agaknya ini berangkat dari penilaian Han Kang sendiri soal manusia, yang digambarkannya mampu menunjukkan kelembutan sekaligus kebrutalan.
Penghargaan Nobel Sastra sering kali mengundang kontroversi. Dalam beberapa edisi, ada banyak pihak yang tidak puas dengan pilihan juri.
Misalnya pada penghargaan 2023 lalu, banyak orang merasa kesal atas terpilihnya Jon Fosse, pengarang asal Norwegia, yang dianggap tidak terlalu dikenal.
Namun di lain kasus, mereka juga kesal jika pemenangnya adalah tokoh populer, seperti Bob Dylan yang memenangkannya pada 2016 silam.
Untungnya, pujian secara luas justru diberikan kepada Han Kang atas kemenangannya tahun ini.
The Washington Post, misalnya, merayakan kemenangan Han Kang dan menyebut hal itu akan membuka jalan bagi penulis asal Korea Selatan lainnya.
Pujian itu juga disambut oleh The Guardian yang mengakui kelayakan Han Kang memenangi Nobel Sastra. Sambil mereka memuji kekhasan tulisannya yang eksperimental dan sarat akan metafora.
Kemenangan ini jelas akan membuka jalan bagi karya-karya Han Kang lainnya untuk dikenal secara global.
Misalnya, pada Februari tahun depan, terjemahan bahasa Inggris dari novel terbarunya berjudul We Do Not Part akan diterbitkan.
Mengusung tema yang lebih berat dan kompleks dibandingkan The Vegetarian, novel ini akan menyorot tragedi pembantaian Jeju tahun 1948-1949 yang menewaskan sekitar 1.000 korban jiwa, melalui seorang perempuan bernama Kyungha.
Sedangkan dalam versi terjemahan bahasa Indonesia, setidaknya sejauh ini ada dua novel karya Han Kang yang semuanya diterbitkan oleh Penerbit Baca.
Selain The Vegetarian, karya Han Kang lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah Mata Malam atau Human Acts dalam versi bahasa Inggris.
Novel tersebut mencoba mengingat kembali trauma sejarah soal tragedi pembantaian ratusan pelajar dan warga sipil yang dilakukan oleh militer Korea Selatan pada 1980, di Gwangju.
Mata Malam menjadi salah satu novel Han Kang yang cukup banyak direkomendasikan, mengingat Gwangju merupakan tempat kelahirannya.
Terlebih lagi karena novel tersebut, nama Han Kang masuk dalam daftar hitam pemerintah Korea Selatan, dengan konsekuensi dikucilkan dari segala bentuk dukungan dalam agenda kebudayaan. (*/)