Pada era sekarang kita sangat dimanjakan dengan kemudahan yang ada. Namun terkadang hal itu malah mendorong pada kecanduan dan membuat hidup tidak seimbang. Apakah menjauh diri dari teknologi adalah langkah? Simak selengkapnya
FROYONION.COM — Akses teknologi yang semakin berkembang pada saat ini melimpahkan berbagai kemudahan dari yang sebelumnya begitu sulit. Misalnya, menonton film sekarang tak perlu repot-repot lagi membeli DVD dan Player-nya atau mendengarkan lagu yang tak perlu membeli album fisik lagi. Hadirnya layanan streaming, membuat kita hanya perlu mengklik satu dua kali sentuhan pada layar smartphone untuk mengaksesnya.
Sisi buruknya, terkadang kelimpahan yang sekarang mudah didapatkan justru malah bisa menciptakan kebahagiaan semu yang berakibat timbulnya adiksi. Misalnya menonton YouTube berlarut-larut, yang awalnya asik, lama-lama malah jadi kecanduan untuk mendapatkan kebahagiaan semu dan akhirnya malah nggak produktif.
Buku Dopamine Nation karya Dr. Anna Lembke bisa jadi referensi yang mendorong kamu untuk bisa hidup seimbang dari dimanjakan oleh berbagai kemudahan yang justru menciptakan kebahagiaan semu.
Kemudahan yang dicapai pada era modern ini membuat kita lebih sensitif saat ada tanda-tanda ketidaknyamanan yang datang.
Dr. Anna Lembke menjabarkan 3 masalah yang timbul dari mengejar kebahagiaan semu di antaranya:
Dopamine Nation membuat sebuah konsep soal pleasure-pain balance untuk menjelaskan produksi dopamin pada otak kita. Mengejar kebahagiaan semu dapat merusak keseimbangan antara rasa sakit dan bahagia. Sederhananya, ketika kita mencicipi satu gigitan makanan dan rasanya nikmat banget, kemudian kita terus-menerus mencari kenikmatan yang sama saat kita dapatkan dari gigitan pertama tadi ,
"Dengan paparan berulang-ulang terhadap rangsangan kenikmatan yang sama atau serupa, deviasi awal ke sisi kenikmatan menjadi lebih lemah dan lebih pendek dan respons setelahnya ke sisi rasa sakit menjadi lebih kuat dan lebih lama," tulis Dr. Anna Lembke.
Buku ini memberi solusi untuk menyeimbangkan rasa sakit dan bahagia dengan “Puasa Dopamin” untuk membuat otak beradaptasi dengan ketiadaan hal-hal yang membuat kebahagiaan semu diantaranya:
Data – Seberapa sering kita youtube-an? Informasi ini bisa menjadi dasar situasi kita.
Objectives — Apakah youtube-an terus menerus worth it? Membantu gak? Hal ini untuk memvalidasi alasan apa yang bikin kita mulai youtube-an terus.
Problems — Apa saja kerugian atau konsekuensi yang tidak diinginkan? Misalnya Youtube-an terus menerus bikin ngantuk dan mageran.
Abstinence — Cobalah berhenti mendekati hal-hal yang membuatmu candu selama satu bulan. Dr. Lembke menyatakan satu bulan adalah waktu yang pas untuk mereset otak kita. Setelah satu bulan tanyakan pada dirimu “Apakah kita masih membutuhkan (hal yang membuatmu candu) 10 tahun dari sekarang, 5 tahun, atau 1 tahun?” Pertanyaan ini menurut Dr. Lembke dapat membantu memetakan perilaku kita di masa depan.
Mindfulness — Intinya, meminta kita menghadapi keinginan dan ketidaknyamanan dengan mindfulness alih-alih menghindar atau menggantikannya, karena hal ini dapat mengarah pada hubungan yang lebih sehat dan seimbang dengan keinginan dan emosi kita.
Insight — Bagaimana selama periode “puasa dopamin” mengubah hidup kamu? Ketika kita mengatur diri kita untuk menghilangkan adiksi, perlahan-lahan, kita melihat perilaku dalam diri yang baru.
Next Steps — Apakah kamu akan tetap menjauh atau sekali-kali kembali ke kebahagiaan semu tersebut? Dr. Lembke menyarankan orang-orang dengan kecanduang ringan dapat kembali dengan cara yang terkontrol.
Experiment: Apa perbedaan hidup barumu dengan atau tanpa hal yang membuat “kebahagiaan semu” tersebut? Ini merupakan proses trial-and-error untuk solusi yang tepat.
Buku ini membagi dua strategi untuk membantu lepas dari kecanduan “kebahagian semu” tersebut di antaranya:
Pada akhirnya, buku ini ingin membuat ketika berpikir tentang keseimbangan dalam hidup dalam segala kelimpahan kemudahan yang kita dapat pada saat ini.
Buku ini mengajarkan bukan untuk mengutuk “kebahagiaan semu”, karena bisa saja hidup jadi seimban dengan adanya hal tersebut. Lagipula menonton Netflix seharian pada hari Minggu bukan ide yang buruk, bukan?
Buku ini lebih mengarahkan agar kita lebih bijak dalam me-manage kebahagiaan agar tak menjad sebuah obsesi. (*/)