Books

DEE LESTARI MEMBAGIKAN RESEP MENULIS BUKU SAAT MEET & GREET DI YOGYAKARTA

Dee Lestari menjadi salah satu penulis buku yang mumpuni di era ini. Banyak buku yang telah ia terbitkan melalui Bentang Pustaka. Lalu apakah yang membuat Dee Lestari bisa seperti itu? Untuk hal ini ia membagikan pengalaman serta resepnya melalui meet & greet di Yogyakarta.

title

FROYONION.COM - Penulis yakin di antara kita pasti tidak asing dengan sosok Dewi Lestari atau yang akrab disapa Dee Lestari. Ada yang mengenalnya sebagai penulis dan penyanyi lagu. Ada juga yang tahu karena sebagai penulis buku. 

Dalam konteks buku, Dee Lestari sudah menulis banyak karya yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Seperti Perahu Kertas, Filosofi Kopi, Serial Supernova, Rapijali, dan lain sebagainya.

Masing-masing bukunya itu kerap mendapat sambutan hangat dari publik. Bahkan melalui karyanya itu berbagai penghargaan pernah dicapainya. Seperti Khatulistiwa Literary Award, Penghargaan Achmad Bakrie untuk Fiksi, serta Anugerah Pembaca Indonesia untuk Kategori Penulis Favorit. Pendek kata, Dee Lestari adalah salah satu penulis yang mumpuni di abad ini. 

Lalu apakah yang membuat Dee Lestari bisa seperti itu? Untuk hal ini ia membagikan pengalaman serta resepnya dalam menulis buku melalui meet & greet di Yogyakarta. Acara ini diadakan oleh Bentang Pustaka pada Kamis, 21 September 2023 di Auditorium Grhatama Pustaka (Perpustakaan Daerah Istimewa Yogyakarta). 

BACA JUGA: SECUIL TIPS KEPENULISAN DARI MAHFUD IKHWAN DAN AS LAKSANA

Meet & Greet Dee Lestari di Yogyakarta
Meet & Greet Dee Lestari di Yogyakarta. (Foto: Dokumentasi penulis)

Dee mengatakan bahwa ia sudah mengakrabi dunia teks semenjak masih kecil. Dulu ketika Dee mau menulis, ya, menulis saja. Tanpa rasa takut. Tanpa rasa minder. Sehingga Dee acap memberikan pesan kepada para penulis pemula agar selalu memberanikan diri untuk berkarya dan menyelesaikannya. Karena ketika berhasil menamatkan karya, ada banyak pelajar yang didapatkan. Lebih jauh lagi, melalui menulis, seseorang bisa mengenali dirinya. 

Proses pengenalan diri inilah yang justru akan membuat seseorang bisa terus berkembang. Begitu pula yang dialami oleh Dee Lestari. Perempuan kelahiran Bandung ini mengatakan banyak sekali perkembangan yang dialami sewaktu awal menulis sampai dengan sekarang. 

“Mungkin yang bisa saya simpulkan (perbedaan awal menulis dengan sekarang), saya, Dee Lestarinya, lebih tidak kelihatan. Karena bagi saya sebuah karya bisa menghanyutkan ketika pembaca lupa siapa yang menulis. Artinya pembaca diajak untuk berkenalan dengan karakter. Itulah yang bisa membuat pembaca hanyut dalam sebuah buku,” kata Dee Lestari pada Kamis, (28/09). 

Lebih lanjut, untuk bisa seperti itu tekniknya ada pada setiap pemikiran yang dituangkan ke dalam tulisan harus memiliki landasan dan dibuat untuk memudahkan pembacanya. Jangan sampai asal-asalan dan justru membuat pembaca kebingungan memahami isi tulisan yang dibuat. 

KARAKTER TULISAN DEE LESTARI

Pun tidak bisa dipungkiri untuk bisa menulis dengan baik, jam terbang adalah kuncinya. Sebab menulis butuh ketekunan yang intens. Dari situlah yang membuat seorang penulis akan memiliki karakter. Seperti halnya Dee Lestari setelah sekian lama menulis, ia bisa melihat ciri khasnya. Setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi karakter dalam tulisan Dee Lestari. 

Pertama adalah perihal kosa kata. Dee mencampurkan berbagai kosa kata. Ada istilah klasik tapi kemudian dicampur dengan istilah yang lebih kekinian. Lalu yang kedua ada pada karakterisasi yang dia buat. 

“Saya suka sekali membuat karakter yang abu-abu. Tidak terkesan antagonis banget, juga sebaliknya. Kenapa? karena manusia fitrahnya begitu. Seperti tokoh Raras Prayagung di dalam buku Aroma Karsa. Kita tahu Raras Prayagung itu antagonis. Tapi dia punya alasan seperti itu. Dia juga punya sisi-sisi positif yang bisa kita kagumi dia pekerja keras, sangat teguh dengan keinginannya, dan sebagainya,” terang Dee Lestari. 

Resep Menulis Dee Lestari

Karakter tulisan yang ketiga pada Dee Lestari adalah perihal deskripsi yang dia buat. Di mana sebagai penulis, dirinya berusaha untuk membuat panca indera pembaca merasa ke-trigger. Seperti contoh memasukan deskripsi perihal bau dan lain sebagainya. 

Ketiga karakter itulah yang membuat tulisan Dee Lestari kerap menarik minat bagi para pembacanya. “Intinya tidak satu unsur yang kemudian menjadi penentu segalanya. Dalam kiat membuat tulisan yang baik dan memiliki daya pikat, kita harus memperhatikan segalanya. Jadi menulis itu holistik. Segala sisi harus penulis jaga. Dan itulah yang menantang. Karena kita harus menjaga dunia yang kita buat,” imbuhnya.  

Dee Lestari juga tidak bisa menafikan walau sudah berkecimpung di jagad kepenulisan sejak 2001, ia tidak bisa lepas dari berbagai tantangan. Sebab menulis adalah pekerjaan yang menguras pikiran, fisik, maupun mental. Pada intinya setiap karya yang ditamatkannya selalu memiliki berbagai tantangan. 

JAWABAN DEE LESTARI PERIHAL WRITER’S BLOCK 

Biasanya salah satu tantangan yang kerap dihadapi oleh pemula saat writers block menyerang. Membuat kebanyakan penulis biasanya enggan untuk melanjutkan karyanya. Pun sejauh penulis mengikuti diskusi kepenulisan, ketika menghadapi writers block, penulis disuruh untuk meninggalkan tulisannya. Tapi Dee Lestari memberikan analisis lain.  

Ia mengatakan writer's block bisa dihadapi dengan kedisiplinan. Maksudnya adalah para penulis harus sadar bahwa menulis itu bukan pekerjaan yang mudah. Ada jalan terjal yang harus dihadapi. Prosesnya tertatih-tatih dan terbata-bata. Oleh karena itu sebagai penulis, kita harus bersiap diri. 

Jangan sampai writer’s block ini membuat penulis berhenti untuk menyelesaikan tulisan. Menunggu sampai ada inspirasi atau semangat yang datang. Padahal writer’s block menurut Dee Lestari terletak pada masalah teknis. 

“Saya bilang, 90% writers block itu datang dari kesalahan teknis. Pasti ada mata rantai, semisal 10 nih, ada dua yang longgar, jadi ceritanya nggak nyambung. Dan untuk meruntutnya lagi itu dibutuhkan skill. Sehingga sebagai penulis kita memerlukan deadline. Karena dengan deadline kita terpacu untuk menyelesaikan. Karena kalau tidak, kita akan menyerah dengan writer’s block,” pungkasnya. 

TANGGAPAN PEMBACA TENTANG KARYA DEE LESTARI

Di akhir acara penulis meminta tanggapan seorang mahasiswi Universitas Gadjah Mada tentang karya Dee Lestari. Hesti Nurul Kusumaningtyas (21) namanya. Ia mengaku telah mengikuti Dee Lestari secara serius sejak 2020. Bahkan berhubung dirinya menginjak semester 7, skripsi yang diangkatnya adalah buku Rapijali, karya mutakhir dari Dee Lestari. 

Dari sekian banyak karya Dee Lestari yang Hesti baca, Novel Rapijali-lah yang paling berkesan. Bahkan menurut pengakuannya sudah lima kali ia membaca novel itu. “Kenapa? karena judul serinya kan ‘mencari’. Dan itu pencarian jati diri tokoh utama. Tapi aku merasa yang sedang mencari jati diri itu aku,” terang Hesti. 

Sebagai pembaca, Hesti juga mengatakan kalau Dee Lestari saat menulis khususnya novel memiliki kekayaan rasa dan riset. Pembaca akan dibuat hanyut dalam tulisan yang dibuatnya. Ada kedalaman yang  bisa dirasakan oleh pembaca. 

“Kata-kata dalam tulisan Dee Lestari itu sejauh ini menurutku sederhana. Dialognya juga sehari-hari. Jadi nggak menjadi fiksi yang sia-sia. Diksi yang dipakainya itu sangat optimal sehingga menunjang isi bukunya,” tutup Hesti. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khoirul Atfifudin

Masih berkuliah di Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Saat ini sedang memiliki ketertarikan pada dunia musik dan tulis-menulis.