Memiliki berat badan berlebih adalah momok bagi setiap perempuan. Rasa malu, perasaan tidak diterima, dan menurunnya kepercayaan diri membuat tokoh protagonis dalam novel ini bertekad untuk mengubah hidupnya.
FROYONION.COM - Perihal berat badan masih terus menjadi hal yang sensitif ketika disinggung baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini tidak hanya dialami oleh perempuan, namun juga laki-laki. Walau bagaimanapun, perempuanlah yang umumnya menaruh perhatian lebih terkait persoalan berat badan yang erat hubungannya dengan standar kecantikan.
Terutama jika ada teman atau saudara yang berkomentar, “Ih kok gendutan?”. Mungkin kamu pernah mengalaminya sendiri? Atau komentar seperti “Kok kurusan sih? Makanya makan yang banyak!” Memang urusan berat badan seperti tidak ada habisnya. Seberapa apapun tubuh perempuan, mereka akan selalu dijadikan bahan pembicaraan.
Melalui karya terbarunya, Bagaimana Cara Mengurangi Berat Badan (Penerbit baNANA, 2023), penulis Amalia Yunus hendak menggali pengalaman personal dari seorang perempuan muda berusia 20 tahun dengan bobot tubuh 170 kg yang hidup secara soliter.
Bentuk tubuh yang super besar membuatnya malu untuk keluar apartemen dan memilih mengurung diri. Memang sesekali kekasihnya kerap datang berkunjung untuk membawakan makanan. Namun, dalam lubuk hatinya, protagonis tanpa nama ini memilih untuk mengasingkan diri. Tidak hanya malu, ia juga merasa tidak pantas berada di ruang publik.
Ia bahkan memilih untuk drop out dari kampus karena tidak bisa bergerak. Ia kesulitan untuk siap-siap di pagi hari apalagi mengikuti jadwal perkuliahan yang padat.
BACA JUGA: MENYELAMI DUNIA PSIKOLOGI LEWAT BUKU ‘AKU NGGAK BAPER, KAMU YANG LEBAY’
Pada mulanya tokoh Aku dalam novel ini didiagnosis tidak akan hidup lebih dari dua tahun lagi. Ia mengidap morbid obesity atau yang juga dikenal sebagai obesitas kelas III. Seseorang yang mengalami penyakit kronis ini memiliki indeks massa tubuh (BMI) 40 atau lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan obesitas tidak wajar dan mengharuskan pasien untuk melakukan operasi bariatrik.
Obesitas yang dialami tokoh Aku disebabkan oleh problem genetik dan nafsu makan yang luar biasa besar. Dengan bekerja sebagai pekerja lepas (freelancer) dan mendekam di apartemen sepanjang hari, keinginan makannya melampaui batas normal.
Semua makanan ia beli melalui pesan layanan online. Sekali klik, semua hidangan tersedia. Diceritakan bahwa perempuan ini tidak pernah merasa benar-benar kenyang. Hanya berselang dua atau tiga jam setelah makan besar, pasti sudah ada makanan yang ia genggam kembali.
Selain itu, dengan memilih mengurung diri, penutur cerita juga sama sekali tidak bergerak. Hal ini mengakibatkan tulangnya mengalami kerapuhan dan tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Penutur cerita mengimajinasikan kelumpuhan tubuhnya sebagai “kematian yang bersih”, yaitu kematian tanpa ada darah, tidak ada tubuh yang terpisah, dan tidak organ tubuh yang keluar. Kematian yang secara perlahan menggerogoti tubuhnya pelan-pelan namun pasti. Kematian itu bernama obesitas.
Maka tokoh utama bertekad untuk melakukan perubahan dalam hidupnya. Awalnya ia berpikir untuk melakukan operasi seharga 60 juta itu atau kehilangan nyawanya. Namun, niat itu ia urungkan setelah melihat program acara televisi XXXL, sejenis program karantina yang menayangkan orang-orang dengan penyakit obesitas untuk bisa menurunkan berat badan dan hidup lebih sehat.
Sang kekasih tentu menolak. Ia yang selama ini menjadi support system bagi si tokoh tidak ingin kekasihnya dipermalukan oleh seluruh dunia. Ia menyarankan lebih baik cari solusi lain yang jauh lebih masuk akal ketimbang masuk ke program televisi yang semua serba-serbi settingan-an. Namun, si tokoh bersikeras. Ia ingin mengikuti program itu dan hubungan keduanya pun mulai merenggang.
Dimulailah aksi menurunkan berat badan dengan bantuan program reality show itu. Ada tujuh tips yang dipaparkan dalam buku ini. Tips yang sejujurnya bisa kamu temui dengan mudah ketika berselancar di mesin telusur. Namun yang menarik dari novel setebal 149 halaman ini adalah masalah genting mengenai kelebihan berat badan yang hampir dialami setiap negara.
Di Indonesia sendiri, kematian akibat obesitas terus meningkat. Dalam 20 tahun terakhir belum ada jumlah penurunan yang signifikan. Dilansir dari riset World Obesity Atlas 2022 yang dirilis worldobesity.org, Indonesia berada pada peringkat 131 dari 183 negara di seluruh dunia dengan status buruk dalam menanggulangi problem obesitas.
Riset juga menunjukkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan obesitas tinggi, yakni, 3,9% setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada upaya yang serius dari pemerintah untuk menjamin hak kesehatan atas warga negaranya.
Selain problem luas mengenai obesitas, Amalia juga menyoroti isu personal mengenai keberhargaan diri, stigma, dan relasi asmara yang timpang. Kita memahami bahwa tokoh Aku tidak ingin keluar karena takut dengan tatapan dan anggapan orang-orang di sekitarnya.
Ia juga hendak menunjukkan perihal kebebasan perempuan dalam menentukan keputusan tanpa perlu pihak kedua atau ketiga. Ketergantungan pada si kekasih justru membuatnya rentan dan tidak bisa mengambil keputusan secara mandiri. Dorongan pihak pacar untuk selalu menurut karena ia lebih tahu mana yang baik dan buruk, membuat tokoh perempuan menjadi kesulitan untuk berpikir dan bersuara. Toxic relationship pun mulai terasa. Sang kekasih kerap menasehati sebagai ungkapan rasa sayang dengan desakan dan perintah yang tidak membuat tokoh Aku menjadi lebih baik dan justru merasa dipojokkan.
Masalah berat badan khususnya yang sering dialami perempuan (bisa juga laki-laki) adalah momok tersendiri. Perempuan dituntut untuk harus tampil sempurna baik di ruang privat maupun publik.
Seseorang yang kelebihan berat badan dianggap sebagai tidak cantik. Mereka dikeluarkan dari kategori beauty standard yang ada pada masyarakat. Hal ini juga tentu dialami oleh mereka yang dianggap tidak putih, kurang tinggi, tidak berambut lurus, terlalu kurus dan stigmatisasi lainnya yang kerap menyoal penampilan perempuan dari luar.
Melalui karya ini Amalia dianugerahi sebagai juara kedua sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta 2021 dengan judul awal Berat. Ini merupakan penghargaan kedua Amalia setelah novel sebelumnya, Tutur Dedes: Doa dan Kutukan (Penerbit baNANA, 2022) didapuk sebagai pemenang pula.
Untuk kamu yang ingin membaca buku sekali duduk dengan tema yang relate dan bersifat keseharian, novel ini bisa jadi pilihan yang tepat. Amalia berhasil meramu cerita yang bisa diterima semua orang dengan tema yang masih jarang diangkat di kancah kesusastraan Indonesia. Topik yang tampaknya sepele dan biasa terjadi di sekitar kita, namun ternyata belum terlalu diperhatikan.
Penggunaan bahasanya juga sederhana dan tidak muluk-muluk sehingga akan mudah dipahami. Meskipun menggunakan sudut pandang orang kedua yaitu dengan ungkapan “kamu”, bukan berarti novel ini membosankan.
Tidak perlu khawatir juga dengan kesan menghakimi, karena pada dasarnya novel ini lebih seperti sesi sharing cerita dari seorang perempuan yang sedang berusaha menemukan dirinya dan kebahagiaannya sendiri. Kalau kamu, apakah kamu juga pernah memiliki masalah dengan berat badan? (*/)