Niatnya mau dukung produk dalam negeri, tapi pas bandingin harganya kok skincare buatan luar negeri lebih terjangkau, ya?
FROYONION.COM - Ada yang lagi rame nih di Twitter. Seorang netizen curhat di akun menfess dan mengeluhkan mahalnya harga produk perawatan kulit lokal. Moisturizer berisi 50ml dibanderol nyaris 300 ribu! Padahal, dengan uang yang sama konsumen sudah bisa mendapatkan skincare Korea dengan isi yang jauh lebih banyak.
Bukan kali ini saja sih netizen +62 membandingkan isi dan harga dari produk skincare lokal dan luar. Beberapa waktu lalu saat sebuah brand lokal merilis sunscreen mereka seharga Rp235.000 dengan isi 100gr, hal ini juga jadi bahan perbincangan netizen.
Apalagi buat kaum mendang mending yang pastinya berada di barisan paling depan buat komen. Sebenarnya ini nggak salah juga sih. Namanya konsumen, pasti akan mengharapkan harga serendah-rendahnya untuk kualitas setinggi-tingginya, kan?
Lagipula, bukan rahasia lagi kalau beberapa merk skincare lokal memang memasang harga yang terbilang jauh lebih tinggi dibanding produk luar. Tapi, hal ini tentu bukan tanpa alasan. Beberapa faktor di bawah ini membuat produsen nggak bisa berbuat banyak selain menaikkan harga.
BACA JUGA: TIPS DAN TRIK MAKSIMALKAN SKINCARE YANG NGGAK COCOK DI WAJAH
1. BAHAN BAKU MASIH IMPOR
Produsen pasti ingin dong memberi yang terbaik buat para konsumennya. Apalagi dalam bisnis skincare yang menuntut pemainnya untuk semakin inovatif terkait ingredients yang digunakan. Nggak jarang kemudian produsen memilih menggunakan bahan baku impor yang dinilai terbaik.
Namanya juga barang impor, pasti akan ada biaya tambahan untuk pengiriman dan pajak masuk. Nah, ini jugalah yang kemudian membuat harga produk lokal bisa melebihi produk impor.
Soalnya, produk impor yang menggunakan bahan baku lokal di negara asalnya jelas nggak harus mengeluarkan tambahan biaya seperti di atas. Misalnya nih untuk skincare lokal dan Korea yang diklaim sama-sama menggunakan ginseng merah Korea dalam bahan pembuatannya.
Produk Korea tersebut bisa jadi akan memiliki harga lebih rendah karena nggak harus mengimpor bahan bakunya. Sementara produk lokal justru akan memasang harga tinggi mengingat salah satu ingredients yang ada di dalamnya didatangkan jauh-jauh dari Korea.
2. BELUM PUNYA PABRIK SENDIRI
Faktor ini kayaknya belum semua orang tahu, deh. Banyak merk skincare yang belum punya pabrik sendiri dan mengandalkan pihak ketiga dalam proses produksinya. Istilah kerennya sih maklon.
Maklon udah nggak asing lagi di dunia bisnis kosmetik, skincare bahkan pakaian. Pengertian singkatnya adalah kegiatan manufaktur suatu produk yang dilakukan oleh suatu perusahaan guna memenuhi permintaan dari pihak lain.
Misalnya, merk skincare A yang belum punya pabrik akan minta bantuan pada perusahaan maklon B untuk memproduksi produknya. Racikan skincare akan menggunakan resep dari A, tapi dilakukan oleh B sebagai pemilik pabrik.
Otomatis, produsen skincare harus turut membayar jasa maklon ini. Tambah lagi deh biaya yang harus dikeluarkan produsen skincare lokal. Wajar kalau kemudian harga produknya makin melambung tinggi.
3. BELUM BISA MEMPRODUKSI SECARA MASSAL
Ini masih ada kaitannya dengan poin nomor 2 di atas terkait merk lokal yang kebanyakan belum punya pabrik. Terutama buat merk skincare baru, karena harus pakai jasa maklon dan belum tentu bisa menjual dalam jumlah banyak, maka jumlah produksinya pun masih terbatas.
Nah, karena produksinya masih terbatas ini maka otomatis harga jual per produk jatuhnya juga akan lebih tinggi. Ini jelas beda ya dengan merk-merk yang sudah punya pabrik sendiri dan bisa memproduksi produknya secara massal. Biaya produksi yang harus dikeluarkan akan bisa lebih ditekan.
Kalian mungkin pernah menemukan produk-produk dari PT Paragon seperti Emina atau Wardah di minimarket terdekat dari rumah. Ini karena PT Paragon punya pabriknya sendiri dan bisa memproduksi skincare secara massal, bahkan distribusinya sudah menjangkau minimarket.
Apalagi untuk merk skincare impor yang punya pabrik sendiri, nggak harus bayar jasa maklon dan nggak harus impor bahan baku. Makin terjangkau juga jadinya harga produk mereka.
4. BIAYA MARKETING
Belakangan, makin banyak merk skincare lokal berlomba-lomba menggaet aktor, aktris hingga idol Korea sebagai brand ambassador-nya. Demam K-Pop di Indonesia dimanfaatkan oleh deretan brand lokal ini demi menarik lebih banyak konsumen.
Kebayang nggak sih berapa biaya yang harus dikeluarkan buat mengontrak artis-artis Korea ini? Apalagi artis-artis yang dipilih kebanyakan adalah yang sudah punya nama, bukan yang baru merintis. Pasti biaya kontraknya tinggi, tuh.
Biaya pemasaran ini juga termasuk para influencer yang dibayar untuk mempromosikan produk yang baru di-launching. Perhatiin deh ketika suatu brand merilis produk baru, story Instagramnya pasti penuh dengan postingan “honest review” dari para influencer yang mencoba produknya duluan.
Ulasan jujur ini sebenarnya nggak bisa sepenuhnya dibilang jujur karena mereka dibayar untuk melakukan itu. Bayarannya tentu nggak sedikit apalagi kalau influencer yang dipilih sudah punya nama dan banyak pengikut di akun media sosialnya.
Para influencer ini juga seringkali nggak hanya menerima uang sebagai bayaran “honest review” mereka tapi juga PR Package berupa paket produk yang harus dipakai dan diperlihatkan pada postingannya. Ini tentu akan menambah biaya marketing yang harus dikeluarkan produsen.
Semua faktor di atas hampir nggak bisa dihindari oleh produsen. Mereka yang belum punya pabrik sendiri, belum bisa produksi massal, harus impor bahan baku dan pakai jasa influencer untuk marketing produknya harus siap dengan harga tinggi yang dipasang untuk para konsumennya.
Skincare emang cocok-cocokkan dan pilihan untuk menggunakan produk apapun ada di tangan konsumen. Harga yang tinggi masih bisa diakali kok dengan menunggu diskonan tanggal kembar, ikut live TikTok dan lain-lain. Atau, bisa juga dengan beralih menggunakan produk lain yang dirasa lebih ramah di kantong.
Soalnya, hampir nggak mungkin mengharapkan harga skincare lokal bakal turun drastis secara permanen kalau keempat faktor di atas masih membayangi. Tinggal konsumennya aja yang pinter-pinter cari diskon atau cari produk pengganti. (*/)