In Depth

‘SELF-LOVE’ JANGAN SAMPAI MERUGIKAN DIRI SENDIRI

Apa yang aneh dengan istilah “I love myself” yang sering kita dengar diucapkan oleh anak muda di media sosial? Apa benar self-love atau mencintai diri itu cukup sederhana?

title

FROYONION.COM - Cinta sampai sekarang masih menjadi hal sulit dipahami, setiap manusia bisa mengatakan bahwa ia sedang merasakan cinta tetapi implementasi cinta dari setiap orang selalu berbeda-beda. Terlebih belakangan ini sering kita dengar istilah self-love alias mencintai diri sendiri.

Istilah self-love atau mencintai diri sendiri adalah hal yang baru, mengingat ribuan tahun lalu belum ada manusia yang pernah mengucapkannya, dan untuk mencoba memahaminya kita perlu mengerti apa itu cinta, dan apa itu diri sendiri.

Jika dipahami dengan sederhana, cinta yang dimaksud dalam mencintai diri sendiri adalah bentuk kepedulian terhadap diri kita sebagai manusia, tidak ada yang salah dengan itu. Namun, kembali lagi seperti yang sebelumnya sudah penulis nyatakan, setiap orang memiliki pemahaman dan implementasi yang berbeda-beda terhadap bagaimana cara mereka mencintai diri sendiri.

Apa benar bentuk mencintai diri sendiri hanya sebatas pada merawat kulit wajah, rutin skin care-an, memanjakan diri (self-reward) setelah berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan? Atau hal-hal lainnya yang sering diucapkan oleh mereka yang selalu mengatakan “I love myself” bersamaan dengan foto selfie atau memamerkan kehidupannya yang sering terjadi di media sosial?

Lebih lanjut, kita perlu memahami diri sebagai suatu makhluk hidup berspesies homo sapiens, atau biasa dikenal sebagai manusia. Semua orang tentunya sudah mengetahui bahwa manusia adalah makhluk hidup yang memiliki kecerdasan tinggi dibandingkan makhluk lainnya. 

Para ilmuwan sependapat bahwa manusia yang cerdas adalah manusia yang dapat mempertahankan hidupnya selama mungkin, bekerja sama dengan baik dalam kelompok dan mampu hidup dalam kesejahteraan.

Untuk dapat mewujudkan hal di atas dan menjadi seorang manusia yang cerdas, tentu tidak dapat dicapai dengan mudah apalagi hanya dengan sekedar mengikuti apa yang orang lain lakukan dengan sebanyak mungkin mengucapkan I love myself, dan berbagai bentuk self-love yang sering kita temui di kehidupan sehari-hari.

MENCINTAI OTAK SENDIRI

Dalam hal ini juga para ilmuwan terutama neuroscientists sependapat bahwa otak manusia adalah organ yang paling kompleks yang ada di dunia. Otak juga adalah organ yang paling berharga pada diri manusia, bahkan dari keseluruhan tubuh manusia, 20% energi yang kita gunakan sehari-hari dihabiskan oleh otak agar otak dapat berfungsi dengan baik.

Sama seperti wajah, kulit dan bagian tubuh lainnya yang sering kita rawat, otak juga haruslah dirawat dengan baik mengingat otak adalah aset dan organ di tubuh kita yang paling berharga. 

Namun, sayangnya bentuk self-love seperti melakukan self-reward dengan mengkonsumsi makanan enak, makanan manis, berfoya-foya, bermain media sosial seharian dan memposting foto selfie dengan captionI love my self” tidak cukup untuk menjaga dan merawat otak, justru beberapa hal tersebut seringnya merugikan otak kita.

Kita hendaknya bersyukur karena hidup di masa sekarang ini, saat sains telah berkembang pesat terutama dalam 100 tahun terakhir, yang telah semakin banyak mengungkapkan fakta-fakta atas kehidupan terutama terhadap diri kita sebagai manusia.

Penulis akan mencoba membahas beberapa tren terkait berbagai bentuk self-love yang sering kita temui di media sosial, dan dampaknya terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan.

1. Mengkonsumsi makanan manis/ gula tambahan

Bagaimana mungkin kita bisa menganggap menikmati makanan manis sepuasnya sebagai bentuk self-love sedangkan para ahli menganggap gula sebagai “penyakit peradaban manusia” karena gula menjadi faktor utama penyebab penyakit seperti obesitas, hipertensi, penyakit jantung, diabetes, kanker, osteoporosis, infertilitas, dan banyak lagi. 

Mereka menyebutkan gula sebagai penyakitnya peradaban manusia saat ini karena penyakit-penyakit tersebut sebelumnya tidak ada dalam peradaban manusia pemburu pengumpul (hunter-gatherer). 

Bukan hanya itu, konsumsi gula secara berlebihan juga dapat berdampak pada fungsi otak, mengingat glukosa merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan otak, terlalu banyak mengkonsumsi gula dapat membuat tubuh berada dalam keadaan “overdrive” yang membuat seseorang lebih hiperaktif, dan berdampak terhadap perubahan mood yang tidak menentu atau mood swing.

BACA JUGA: TERNYATA SELF-DIAGNOSIS BERBAHAYA UNTUK KESEHATAN MENTAL LO

2. Media sosial & endorfin

Sebagian dari kita tentu sudah pernah mendengar tentang bahaya dari media sosial, tapi seberapa banyak yang benar-benar ingin memahami dampak atas bahaya-bahaya tersebut dan memutuskan untuk merubah kebiasaan buruk kita dalam bermedia sosial?

Kebiasaan kita bermedia sosial tidak diimbangi dengan literasi digital yang seimbang, media sosial dirancang memang untuk membuat penggunanya semakin sering menggunakan aplikasi tersebut, dengan berbagai kemudahan fitur, dan hal-hal yang membangkitkan hormon endorphin di otak yang membuat kita merasa senang secara instan. 

Namun, ternyata media sosia dapat membahayakan system dopamine di otak kita, merasakan kepuasaan tertentu secara instan, dan stimulus yang tidak terprediksi.   Sebelum adanya media sosial, perasaan senang, dan kepuasaan tertentu didapatkan dengan usaha dan kesadaran diri atas suatu hal yang dilakukan, tidak hanya dengan berselancar di media sosial dengan mudah agar mendapatkan kepuasan dan kesenangan secara instan.

3. Selfie dan candu

Hal lainnya yang menjadi masalah baru dalam media sosial yaitu selfie, mungkin tidak banyak yang menganggap hal tersebut suatu keanehan karena mayoritas orang-orang di media sosial melakukannya. Namun, beberapa penelitian mengungkapkan beberapa hal di balik fenomena selfie terutama di kalangan perempuan.

Candu terhadap foto selfie memiliki berbagai dampak psikologis terhadap perempuan, perempuan yang mengambil foto selfie dan memposting ke media sosial cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi, dan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Terutama mereka yang mengambil banyak foto selfie di saat yang sama, dan menggunakan berbagai fitur seperti retouch dan edit menggunakan filter.

Hal itu banyak terjadi di kalangan remaja yang sedang mencari validasi atas penampilan fisik mereka. Dalam hal ini, media sosial telah mempengaruhi standar tertentu atas bagaimana penampilan fisik yang terbaik itu seharusnya dimiliki oleh seseorang.

BACA JUGA: SOSIOLOG: 'GOOD LOOKING' ITU BEBAN

MEMAKNAI ULANG SELF-LOVE

Tiga topik tersebut penulis angkat karena topik tersebut paling sering kita temui dalam kebiasaan bermedia sosial sehari-sehari.

Self-love, mencintai diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis haruslah dimulai dengan kesadaran penuh tentang apa saja yang menjadi kebutuhan dan hal yang terbaik yang bisa kita berikan terhadap tubuh dan otak kita sebagai seorang manusia. 

Mulailah memahami diri kita sendiri dengan belajar sedikit demi sedikit tentang diri kita, baik itu kesehatan tubuh, mental, dan psikis agar kita benar-benar tahu bagaimana cara terbaik untuk mencintai diri sendiri, tidak hanya dengan mengikuti trend dan apa yang orang lain lakukan tanpa memahami dampak yang dapat ditimbulkan terhadap diri kita.

Agar setelah kamu benar-benar paham, kamu dapat memulai kebiasaan mencintai diri sendiri yang baru dan lebih baik, memulai pola hidup yang lebih sehat karena kamu telah menyadari bahwa kesehatan fisik, mental, dan pikiran kamu sangat penting. 

Kamu akan mampu mengurangi kecanduan terhadap media sosial, mengurangi tingkat kecemasan dan memiliki rasa percaya diri yang lebih baik, dan memiliki hidup yang lebih berkualitas dan berbahagia seutuhnya. (*/)

BACA JUGA: 4 CARA NINGKATIN SELF AWARENESS BUAT LO YANG SUKA ‘IKUT ARUS’

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Aditya Ristanto

Lulusan HI yang senang belajar, hobi mikir sampai rambut rontok dan kepala membotak.